Tiga Persoalan Penempatan Personil TNI dalam Jabatan Sipil
Terbaru

Tiga Persoalan Penempatan Personil TNI dalam Jabatan Sipil

Mengembalikan dwi fungsi TNI; budaya demokrasi dan profesional dalam lembaga publik bakal berubah menjadi militeristik; pola hubungan senior dengan junior menghambat akuntabilitas dan transparansi lembaga dan pejabat publik.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Wacana penempatan personil Tentara Nasional Indonesia (TNI) aktif dalam jabatan sipil menimbulkan dampak tersendiri. Selain mengembalikan peran TNI seperti era orde baru, rencana penempatan anggota TNI aktif dalam jabatan sipil sudah muncul saat pengusulan revisi UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI agar masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Tapi, revisi UU 34/2004 tak masuk dalam daftar Prolegnas Priroitas 2022.

Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan rencana penempatan anggota TNI aktif menempati jabatan sipil semestinya ditolak. Sebab, langkah tersebut mengembalikan dwi fungsi TNI. Menurutnya, revisi UU 34/2004 tak boleh mengembalikan dwi fungsi TNI, tapi mesti upaya memperbaiki TNI secara organisasi, perbaikan kooordinasi, pembagian tugas yang jelas antara TNI dan Polri.

“Ada masalah yang akan timbul ketika TNI kembali lagi menjabat di jabatan sipil yaitu bisa mengembalikan dwi fungsi TNI zaman orde baru yang menimbulkan banyak masalah,” ujarnya melalui keterangannya di Jakarta, Jumat (12/8/2022).

Baca Juga:

Menurutnya, membuat celah melalui revisi UU 34/2004 agar personil TNI aktif dapat menempati jabatan sipil menimbulkan persoalan baru. Setidaknya ada tiga persoalan yang perlu dicermati. Pertama, jabatan publik mestilah didasarkan pada kompetensi teknis maupun keilmuan tersendiri, bukan sekedar bagi-bagi jabatan.

Kedua, budaya demokrasi dan profesional dalam lembaga publik bakal berubah menjadi militeristik. Sebab, tentara amat terbiasa dengan sistem komando. Dampaknya kritik dan saran masyarakat agar ada perbaikan terhadap lembaga publik menjadi terhambat. Makanya, lebih tepat bila jabatan sipil di tempat kalangan sipil yang memiliki kompetensi teknis. 

Ketiga, pola hubungan senior dengan junior menghambat akuntabilitas dan transparansi lembaga dan pejabat publik. Baginya, tentaran aktif yang hendak masuk lembaga pemerintahan mesti terlebih dahulu mengundurkan diri, setidaknya mengajukan pensiun dini. Sebab, dengan masih aktifnya TNI mengisi jabatan publik bakal menjadi riskan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait