​​​​​​​Tim Gabungan yang Akhirnya Dibubarkan
Senjakala Lembaga Antikorupsi di Indonesia

​​​​​​​Tim Gabungan yang Akhirnya Dibubarkan

Menggantikan Soeharto, Presiden Habibie berhasil memperbaiki regulasi pemberantasan korupsi. Adapun Presiden Soeharto, tak pernah duduk di kursi pesakitan.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Kewenangan Penyidik pada TGPTPK

  1. Meminta keterangan kepada bank tentang keuangan tersangka sesuai peraturan perundang-undangan.
  2. Meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka.
  3. Membuka, memeriksa, menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa.
  4. Melakukan penyadapan.
  5. Mengusulkan pencekalan
  6. Menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan/atasan tersangka disertai bukti yang cukup untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya.

 

Adi Andojo dalam buku biografinya, Menyongsong dan Tunaikan Tugas Negara Sampei Akhir (2007: 201-202) menuliskan ia diangkat menjadi Ketua Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan SK Jaksa Agung No. Kep-102/JA/08/2000 tanggal 23 Mei 2000. Salah satu kasus yang ditangani TGPTPK adalah dugaan suap yang menyeret tiga hakim agung. Identitas pelapornya terungkap ke permukaan, yakni Endin Wahyudin. Ketiga hakim bahkan dibawa ke persidangan di PN Jakarta Pusat. Adi Andojo menuliskan: “Sewaktu bekerja dalam Tim itu ada laporan masuk yang sepertinya kasusnya dapat ditindaklanjuti karena faktanya kelihatan jelas dan gamblang, yaitu laporan Endin Wahyudin terhadap tiga hakim agung. Endin mengaku sudah menyuap ketiga hakim. Hakim agung terlapor melakukan serangan balik terhadap pelapor dan TGPTPK. Ada semangat spirit d korps hakim-hakim”.

 

Baca juga:

 

Adi Andojo merasa tengah menghadapi sikap teman-temannya di tim yang ‘menjegal’ kebijakannya. Alhasil pada 19 Maret 2001, Adi mengirimkan surat pengunduran diri kepada Jaksa Agung dan permohonan mundur itu disetujui. Sementara itu, perlawanan hakim agung tersebut juga berjalan. Selain mengajukan praperadilan, mereka juga melaporkan Endin dengan tuduhan pencemaran nama baik. Dasar hukum pembentukan TGPTPK dimohonkan judicial review ke Mahkamah Agung. Permohonan itu dikabulkan. Melalui putusan No. 03P/HUM/2000, Mahkamah Agung membatalkan PP No. 19 Tahun 2000. Salah satu pertimbangannya, TGPTPK dibentuk berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999, maka Tim ini tidak berwenang menangani kasus korupsi sebelum UU tersebut lahir. Konsekuensi putusan itu, TGPTPK bubar secara hukum.

 

Denny Indrayana, dalam buku Jangan Bunuh KPK menulis pandangannya tentang pembubaran TGPTPK. “Pengalaman TGPTPK itu memberi pelajaran bahwa melawan pelaku korupsi memang tidak pernah mudah. Bukan hanya ancaman fisik yang dihadapi, tetapi juga serangan hukum melalui permohonan uji materi atas nama norma hukum antikorupsi. Maka, setiap norma hukum materiil dan dasar hukum pembentukan lembaga antikorupsi memang sebaiknya dirumuskan dengan sangat baik, karena pasti akan ada upaya untuk membatalkannya melalui forum uji materi”.

 

Timtas Tipikor

Setiap presiden tampak berusaha membuat kebijakan antikorupsi dengan segala variasinya. Ketika memimpin Indonesia karena menang dalam pemilu yang demokratis, Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Tak hanya membentuk kelembagaan, dua bulan setelah dilantik SBY menerbitkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Inpres ini berisi 12 perintah presiden kepada seluruh aparatur negara.

 

Timtas Tipikor dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No. 11 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tertanggal 2 Mei 2005. Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus, Herdarman Supandji didaulat untuk memimpin Tim. Tugas tim ini ada dua. Pertama, melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, mencari dan menangkap pelaku yang diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi dan menelusuri asetnya dalam rangka pengembalian keuangan negara. Cuma, sejak awal Tim ini tidak didesain untuk bekerja dalam waktu panjang. Janga waktunya dua tahun. Setiap tiga bulan, Timtas Tipikor melaporkan perkembangan tugasnya kepada Presiden.

 

(Baca juga: Dua Tahun Bekerja, Timtas Tipikor Dinilai Gagal Galang Koordinasi)

 

Timtas Tipikor tidak bekerja sendirian. Sebagaimana amanat pembentukannya, perlu ada kerjasama dengan lembaga lain seperti Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Tim ini menangani 280 kasus, terdiri dari 45 pengaduan dugaan korupsi dari Sekretariat Kabinet, 2 kasus dari Kementerian BUMN, dan 233 laporan dari masyarakat. Dari jumlah itu, Timtas Tipikor berhasil menyelesaikan 72 kasus, dan mengklaim berhasil menyelamatkan keuangan negara hingga Rp3,946 triliun. Beberapa kasus yang ditangani Timtas adalah dugaan korupsi Dana Abadi Ummat, pengalihan hak guna bangunan Hotel Hilton di kawasan Senayan yang merupakan aset Sekretariat Negara, korupsi fasilitas direksi PT Pupuk Kaltim, dan dugaan korupsi di PT Jamsostek.

Tags:

Berita Terkait