Tuntutan 5 Tahun Penjara Terhadap Edhy Prabowo Dinilai Hina Rasa Keadilan
Terbaru

Tuntutan 5 Tahun Penjara Terhadap Edhy Prabowo Dinilai Hina Rasa Keadilan

Tuntutan itu sama dengan tuntutan seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir, Riau yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp399 juta pada akhir 2017.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
ICW mengkritik tuntutan 5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Foto: RES
ICW mengkritik tuntutan 5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Foto: RES

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik tuntutan 5 tahun penjara terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Majelis Hakim diminta mengabaikan tuntutan penjara dan denda yang diajukan oleh penuntut umum, lalu menjatuhkan vonis maksimal, yakni seumur hidup penjara kepada Edhy.  

"ICW menilai tuntutan KPK terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo benar-benar telah menghina rasa keadilan. Betapa tidak, tuntutan itu sama dengan tuntutan seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir, Riau yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp399 juta pada akhir 2017," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Diketahui, JPU KPK telah menuntut Edhy dengan 5 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan terkait perkara suap ekspor benih lobster. "Padahal, melihat konstruksi pasal yang digunakan (Pasal 12 huruf a UU Tipikor) KPK sebenarnya dapat menuntut Edhy hingga seumur hidup penjara," ucap Kurnia.

Atas hal tersebut, lanjut Kurnia, ICW mendesak agar Majelis Hakim mengabaikan tuntutan penjara dan denda yang diajukan oleh penuntut umum lalu menjatuhkan vonis maksimal, yakni seumur hidup penjara kepada Edhy.

"Hal itu pun wajar, selain karena posisi Edhy sebagai pejabat publik, ia juga melakukan praktik korupsi di tengah pandemi COVID-19," kata dia. (Baca: Tuntutan Berlipat Edhy Prabowo)

ICW mengkhawatirkan hal tersebut akan berulang dalam perkara suap pengadaan bantuan sosial (bansos) yang menjerat mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara.

"Sebelum Edhy, KPK diketahui juga pernah menuntut ringan Romahurmuziy (4 tahun penjara) pada awal tahun 2020. Ke depan, ICW meyakini praktik ini akan terus berulang dan besar kemungkinan akan kembali terlihat dalam perkara bansos yang melibatkan Juliari P Batubara," ujar Kurnia.

Jaksa meyakini Edhy terbukti menerima 77 ribu dolar AS dan Rp24,625 miliar sehingga totalnya mencapai sekitar Rp25,75 miliar dari para pengusaha pengekspor benih benih lobster (BBL) terkait pemberian izin budidaya dan ekspor.

Edhy juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS. Selain itu, Edhy dituntut pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun.

Edhy menerima suap melalui Andreau Misanta Pribadi dan Safri (staf khusus Edhy Prabowo), Amiril Mukminin (sekretaris pribadi Edhy), Ainul Faqih (sekretaris pribadi istri Edhy, Iis Rosita Dewi), dan Siswadhi Pranoto Loe (pemilik PT Aero Cipta Kargo).

Meski demikian, Edhy Prabowo tetap merasa tidak bersalah pasca dituntut selama 5 tahun penjara dalam perkara suap ekspor benih lobster.

"Saya merasa tidak salah dan saya tidak punya wewenang terhadap itu. Saya sudah delegasikan semua bukti persidangan sudah terungkap tidak ada, saya serahkan semuanya ke Majelis Hakim," ucap Edhy usai persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Kendati demikian, ia menyatakan tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara suap di Kementerian Kelautan dan Perikanan semasa menjabat menteri. Ia mengaku lalai karena tidak mampu mengontrol staf-stafnya.

"Yang harus dicatat saya bertanggung jawab terhadap kejadian di kementerian saya, saya tidak lari dari tanggung jawab tetapi saya tidak bisa kontrol semua kesalahan yang dilakukan oleh staf-staf saya. Sekali lagi kesalahan mereka adalah kesalahan saya karena saya lalai," ujar Edhy.

Ia tidak mengetahui apa yang dilakukan anak buahnya dan baru mengetahuinya saat persidangan. Ia juga mengatakan tidak ada niat untuk melakukan korupsi.

"Saya tidak tahu apa yang dilakukan anak buah saya. Saya juga tahu pas di persidangan ini bagaimana saya mengatur permainan, menyarankan orang. Kalau saya mau korupsi banyak hal yang bisa saya lakukan kalau mau korupsi," tuturnya.

"Tidak ada niat dari hidup saya untuk korupsi, apalagi mencuri. Saya mohon doa saja proses ini saya jalani, saya sudah 7 bulan mendekam di KPK tidak enak, panas, jauh dari keluarga," lanjut Edhy.

Pasca tuntutan tersebut, Edhy juga mengatakan siap untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi). Menurut dia, banyak hal yang akan dituangkan dalam nota pembelaannya tersebut. "Banyak hal, saya mohon doanya," kata dia.

Tags:

Berita Terkait