Unsur Krusial Indikasi Geografis: Reputasi, Kualitas, dan Karakteristik
Kolom

Unsur Krusial Indikasi Geografis: Reputasi, Kualitas, dan Karakteristik

Bisa menyebabkan Indikasi Geografis ditolak bahkan dihapus dari daftar di DJKI.

Bacaan 3 Menit
Christophorus Wisnoe Rurupadang. Foto: Istimewa
Christophorus Wisnoe Rurupadang. Foto: Istimewa

Produk tertentu yang dihasilkan di suatu daerah seringkali menjadi pengingat tersendiri terhadap daerah itu. Ambil contoh produk kopi di Indonesia maka kita bisa teringat pada daerah seperti Aceh, Medan, Bali, atau Toraja. Sebaliknya, ketika membahas suatu daerah maka akan teringat atas produk yang dihasilkan. Sebut saja Sumbawa, Nusa Tenggara Barat yang mengingatkan pada produk madu atau susu kuda yang hanya dihasilkan di sana.

Produk-produk semacam itu menjadi penanda suatu daerah di Indonesia karena memiliki ciri khas. Setiap daerah tentu memiliki ciri khas yang berbeda satu dengan lainnya. Hal inilah yang disebut Indikasi Geografis (IG) dalam UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek dan IG).

Baca juga:

Pasal 1 Angka 6 UU Merek dan IG mendefinisikan IG sebagai “suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan”.

Definisi ini setidaknya berisi empat unsur IG yaitu: (i) tanda atau nama barang/produk; (ii) tempat atau daerah asal barang/produk; (iii) adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap barang/produk; dan (iv) memiliki reputasi, kualitas, dan karakteristik.

Unsur keempat yaitu reputasi, kualitas, dan karakteristik bahkan begitu penting. Unsur ini menjadi daya pembeda suatu produk/barang antardaerah, sekaligus menjadi faktor penentu dalam perlindungan atas IG terdaftar. Setidaknya Pasal 61 ayat (1) UU Merek dan IG mengatur demikian. Selama reputasi, kualitas, dan karakteristik suatu IG terdaftar tetap terjaga maka ia terus dilindungi.

Namun, turunnya reputasi, kualitas, dan karakteristik IG dibandingkan saat ia didaftarkan bisa membuatnya dihapus dari daftar sehingga tidak terlindungi lagi. Penting dicatat, Pasal 53 ayat (3) UU Merek dan IG menegaskan objek yang dilindungi IG hanya berupa sumber daya alam, barang kerajinan tangan, atau hasil industri. Objek selain itu tidak dapat didaftarkan sebagai IG.

Proses Pendaftaran IG

Proses pendaftaran IG diajukan lewat permohonan kepada Menteri Hukum dan HAM melalui Direktorat Merek dan Indikasi Geografis, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Pihak yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran IG terbatas pada dua pihak. Pertama adalah lembaga/organisasi yang mewakili masyarakat di kawasan tertentu yang mengusahakan barang/produk—seperti Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG). Kedua adalah pemerintah daerah provinsi atau kabupaten/kota.

Selanjutnya DJKI akan melakukan pemeriksaan formalitas untuk memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen pendaftaran. Permohonan pendaftaran IG yang dokumennya lengkap akan dilanjutkan dengan publikasi IG sesuai pengajuan selama dua bulan.

Pihak ketiga dapat mengajukan keberatan atas permohonan pendaftaran IG selama masa publikasi. Keberatan ini bisa secara tertulis kepada DJKI yang disertai alasan dan bukti yang cukup bahwa IG yang dimohonkan pendaftaran tidak dapat didaftarkan.

Keberatan dari pihak ketiga ini diteruskan kepada pemohon. Ada waktu dua bulan sejak tanggal pengiriman salinan keberatan untuk pemohon mengajukan sanggahan. Proses pemeriksaan substantif baru dilakukan—dengan durasi paling lama 150 hari—setelah melewati masa publikasi. Apabila tidak terdapat usulan penolakan, maka permohonan IG akan didaftar lalu sertifikat IG diterbitkan.

Dokumen Terpenting

Pemohon IG wajib untuk melampirkan Dokumen Deskripsi IG. Mengacu pada Pasal 1 Angka 11 UU Merek dan IG, definisi Dokumen Deskripsi IG adalah “suatu dokumen yang memuat informasi, termasuk reputasi, kualitas, dan karakteristik barang dan/atau produk yang terkait dengan faktor geografis dari barang dan/atau produk yang dimohonkan Indikasi Geografisnya”.

Jelas bahwa Dokumen Deskripsi IG menjadi dokumen terpenting dalam proses pendaftaran IG. Dokumen ini yang memuat uraian mengenai reputasi, kualitas, dan karakteristik produk/barang yang akan didaftarkan sebagai IG.

Uraian mengenai karakteristik dan kualitas dapat berisi mengenai ciri, karakter, dan keunggulan produk/barang yang dimohonkan pendaftaran IG. Apabila mungkin, barang/produk tersebut telah mendapatkan sertifikasi (Standar Nasional Indonesia/SNI). Tujuannya untuk memperkuat uraian mengenai karakteristik dan kualitas.

Persoalan reputasi suatu produk/barang yang dimohonkan pendaftaran IG setidak-tidaknya terkait dengan sejarah produk/barang di suatu wilayah. Asal mula dan tradisi untuk memelihara dan menjaga produk/barang tersebut harus didukung oleh dokumentasi. Catatan sejarah penggunaan oleh masyarakat setempat atau penghargaan yang diterima oleh organisasi/masyarakat setempat harus tersedia dalam dokumentasi yang ada.

Pemeriksaan substantif dilakukan dengan memastikan kesesuaian antara isi Dokumen Deskripsi IG dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Pemeriksaan ini khususnya terhadap uraian mengenai reputasi, kualitas, dan karakteristik barang/produk. Apabila terdapat perbedaan, maka permohonan pendaftaran IG akan ditolak.

Begitu pentingnya reputasi, kualitas, dan karakteristik IG, bahkan berubah/turunnya fakta di lapangan—dibandingkan dengan Dokumen Deskripsi IG saat didaftarkan—bisa menjadi masalah. Lagi-lagi, hal ini karena suatu IG dapat terdaftar dan akan terus dilindungi selama reputasi, kualitas, dan karakteristiknya terjaga. Jika telah terdaftar tetapi terjadi penurunan reputasi, kualitas, dan karakteristik, maka IG tersebut akan dihapus dari daftar di DJKI.

*)Christophorus Wisnoe Rurupadang, S.H., Associate di A&CO.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait