Wilayah Abu-Abu Jenis Pekerjaan yang Bisa Dialihdayakan
Fokus

Wilayah Abu-Abu Jenis Pekerjaan yang Bisa Dialihdayakan

Peraturan perundang-undangan dianggap tidak konsisten mengatur jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan. Sistem outsourcing juga dipakai Pemerintah.

Fitri N Heriani
Bacaan 2 Menit

 

Ike Farida menyebut peraturan-perturan kementerian dan lembaga itu tak berkesesuaian, dan berpotensi saling tumpang tindih. Pengaturan di level Menteri membuat ketentuan itu mudah dikesampingkan oleh peraturan yang lebih tinggi. Lagipula, jika ingin melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi, menurut Ike, seharusnya pada level Undang-Undang.

 

Kementerian Ketenagakerjaan tak terlalu menganggap perbedaan antar peraturan itu sebagai bentuk inkonsistensi. Dalam penjelasannya kepada hukumonline tahun 2013 silam Direktur Persyaratan Kerja, Kesejahteraan dan Analisis Diskriminasi Kemnakertrans, Sri Nurhaningsih, mengatakan banyak pihak yang terkecoh sehingga mengartikan outsourcing hanya dapat dilakukan untuk lima jenis pekerjaan. Padahal, mengacu Pasal 64 UU Ketenagakerjaan, semua jenis pekerjaan yang masuk dalam kategori kegiatan penunjang boleh di-outsourcing. Penyerahan sebagaian pekerjaan kepada perusahaan lain atau dikenal dengan outsourcing itu menurut Nurhaningsih dapat dilakukan lewat pemborongan pekerjaan.

 

Namun, merujuk Permenakertrans No.19 Tahun 2012, ada pembatasan di lima jenis pekerjaan untuk outsourcing yang menggunakan mekanisme perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP). Walau dibatasi, Nurhaningsih mengatakan untuk bidang pertambangan dan perminyakan, jabatan yang dapat di-outsourcing lewat PPJP tergolong lebih luas. Sedangkan jenis pekerjaan lain di luar kelima jenis yang dibatasi dalam PPJP itu menurut Nurhaningsih dapat dioutsourcing dengan menggunakan mekanisme pemborongan pekerjaan. Walau begitu, perusahaan pemberi pekerjaan bisa melakukan outsourcing lima jenis pekerjaan yang dibatasi itu dapat dilakukan lewat pemborongan pekerjaan. Misalnya, sebuah bank sebagai pemberi pekerjaan, memborongkan pekerjaan kebersihan dan pengamanan kepada perusahaan lain yang bergerak di bidang tersebut.

 

Kala itu, Nurhaningsih mengakui ada beberapa jenis pekerjaan yang berada di wilayah abu-abu. Sehingga dinilai sulit menentukan apakah berada di jenis kegiatan penunjang atau inti. Sekalipun dikategorikan penunjang, Nurhaningsih melihat tidak jarang muncul kebingungan apakah dapat di-outsourcing dengan mekanisme PPJP atau tidak. Misalnya, sekretaris dan kurir, menurut Nurhaningsih, kedua jenis pekerjaan itu tidak dapat di-outsourcing menggunakan mekanisme PPJP, tapi bisa dengan pemborongan pekerjaan.

 

Sementara untuk sektor pertambangan, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan berdasarkan temuan di lapangan masih banyak pekerja yang masuk kategori inti bisnis, namun dalam ketentuan Permen ESDM No. 27 Tahun 2008 jenis pekerjaan tersebut masuk kategori noninti. Pemerintah masih menemukan sejumlah pelanggaran terkait penggunaan pekerja alih daya di sektor pertambangan lantaran adanya kerancuan penetuan inti dan noninti bisnis sesuai dengan aturan yang ditetapkan.

 

Danang Girindrawardhana mengajak para pemangku kepentingan untuk melihat praktek baik outsourcing di luar negeri. Ike Farida juga menyebut Jerman dan Jepang sebagai dua negara yang berhasil menangani dan menjalankan sistem outsourcing dalam makna yang positif. Sistem kerja apapun yang dipakai, yang paling penting adalah peningkatan kesejahteraan. “Kita harus membuka diri apakah yang ditargetkan itu statusnya sebagai karyawan tetap atau persoalan kesejahteraan,” kata Danang kepada hukumonline. (DAN)

Tags:

Berita Terkait