Eks Kurator Telkomsel Gugat Mantan Ketua AKPI
Berita

Eks Kurator Telkomsel Gugat Mantan Ketua AKPI

Menteri Hukum dan HAM juga ikut digugat

HRS
Bacaan 2 Menit
Eks Kurator Telkomsel Gugat Mantan Ketua AKPI
Hukumonline
Para mantan Kurator Telkomsel, Feri S Samad, Edino Girsang dan M Sadikin kompak melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap mantan Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) yang juga kuasa hukum Telkomsel Ricardo Simanjuntak.

Mereka mendaftarkan gugatan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (22/1). Selain menggugat Ricardo, para mantan kurator Telkomsel ini juga menggugat pihak-pihak yang merugikan mereka seperti Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, PT Telekomunikasi Selular Tbk (Telkomsel), Muchtar Ali dan Andri W Kusuma.

“Gugatan dilayangkan karena upaya-upaya hukum lain telah mentok,” ucap Edino Girsang kepada hukumonline, Kamis (23/1).

Kasus ini merupakan rentetan dari perdebatan seputar fee para kurator kasus Telkomsel ini. Mereka berpendapat bahwa penghitungan fee kurator seharusnya merujuk kepada Keputusan Menteri Kehakiman No.M.09-HT.05.10 Tahun 1998. Namun, para tergugat berpendapat bahwa aturan yang digunakan adalahPeraturan Menteri Hukum dan HAM No.1 Tahun 2013.

Mahkamah Agung (MA) dalam peninjauan kembali (PK) tegas menyatakan bahwa aturan yang digunakan adalah Permenkumham No.1 Tahun 2013. Lalu, para kurator yang tak terima putusan itu mengajukan PK di atas PK. Nah, di tengah kegalauan menunggu putusan PK atas PK itulah para kurator ini mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Alasan gugatannya adalah para tergugat dinilai telah menghina dan tak menghargai profesi para penggugat selaku kurator. Edino dkk menduga ada persekongkolan dan perbuatan jahat yang dilakukan para tergugat sejak semula untuk menghalang-halangi dan menihilkan imbalan jasa para eks kurator Telkomsel ini.

Edino menyatakan dugaan ini muncul karena tindak tanduk yang dilakukan para tergugat sejak putusan pailit Telkomsel dibacakan di Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Upaya menihilkan fee kurator tersebut terlihat dari lahirnya Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.1 Tahun 2013 yang dibuat oleh Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin.

Lebih lanjut, Edino menuturkan latar belakang pembuatan Permen itu diduga memang untuk menyelamatkan Telkomsel. Amir Syamsuddin menyatakan pembuatan Permen Fee Kurator itu karena telah diperingatkan tim Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Ini disampaikannya pada acara Indonesia Lawyers Club di Tv One pada 14 Februari 2013.

Apalagi, Amir secara terbuka mengatakan Edino dkk telah sesat karena langsung bekerja saat putusan pailit diucapkan. Seharunya, para kurator baru bekerja saat putusan pailit telah berkekuatan hukum tetap. Tentu saja hal ini, lanjut Edino, bertentangan dengan Pasal 16 dan Pasal 24 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Lahirnya Permen Fee Kurator ini berdampak buruk bagi para mantan kurator Telkomsel. Pasalnya, awalnya pihak Telkomsel masih bersikap baik dan kooperatif untuk menegosiasikan soal imbalan jasa para kurator. Ini berdasarkan aturan yang lama, Keputusan Menteri Hukum dan HAM Tahun 1998.

Namun, setelah Permen Fee Kurator itu terbit, Telkomsel balik 180 derajat. Telkomsel langsung menghubungi kurator dan menyatakan putus hubungan hukum karena biaya kurator dibebankan kepada pemohon pailit sebagaimana diatur dalam Permen Fee Kurator itu.

“Berita itu seperti petir di siang bolong yang sangat mengagetkan para kurator,” ujar Edino.

Pasca Permen Fee Kurator itu terbit, Ricardo Simanjuntak selaku kuasa hukum Telkomsel melaksanakan aksinya. Ia meminta agar Pengadilan Niaga untuk menerapkan Permen Fee Kurator itu. Kala itu, Ricardo mengirim Surat Nomor 06/I/RSP/SI/2013 tanggal 18 Januari 2013.

Ini yang disayangkan oleh Edino dkk. Pasalnya, Ricardo yang notabenenya kala itu adalah Ketua Umum AKPI seharusnya memahami UU Kepailitan. Edino dkk keukeuh bahwa Permen Fee Kurator itu bertentangan dengan UU Kepailitan.

Edino menambahkan bentuk persekongkolan lain yang dilakukan Ricardo terlihat dari pengabaian surat yang dikirimkan Tim Penyelamat Kepailitan dimana para eks kurator Telkomsel ini masuk sebagai anggota tim. Tim Penyelamat meminta Ricardo untuk mengajukan uji materi terhadap Permen Fee Kurator yang jelas-jelas cacat hukum karena telah bertentangan dengan UU Kepailitan. Namun, Ricardo tak mau.

Tak hanya surat dari Tim Penyelamat Kepailitan, Ricardo juga mengabaikan surat serupa yang dikirimkan oleh Ketua Dewan Penasihat AKPI dan Ketua Dewan Kehormatan AKPI. Bahkan, Ricardo sama sekali tidak pernah mau turut membantu penyelesaian tentang fee kurator yang dihadapi anggotanya.

Sedangkan alasan Edino dkk turut menyeret Andri W Kusuma, kuasa hukum Telkomsel di tingkat peninjauan kembali karena Andri dinilai telah menyerang kehormatan para kurator. Andri telah membuat pernyataan-pernyataan di media massa yang mengatakan pihak kurator terlibat dengan mafia pengadilan.

Karenanya, berdasarkan dalil-dalil tersebut, Edino dkk berharap majelis hakim mengabulkan gugatannya. Dalam gugatan ini, Edino dkk tak minta yang muluk-muluk. Mereka hanya meminta ganti rugi senilai Rp6.000 rupiah untuk biaya materai. Selain itu, mereka juga meminta para tergugat meminta maaf dengan tulus yang harus dimuat di dua surat kabar harian nasional sebanyak satu halaman penuh selama dua hari.

Dihubungi hukumonline, Ricardo Simanjuntak mengaku sangat kaget dengan gugatan ini. Ia sama sekali tak mengetahui alasan Edino Girsang dkk menggugat dirinya. Apalagi sampai dituduh bersekongkol untuk menghalang-halangi pemberian fee kurator. “Saya kaget sekali. Saya tidak mengerti alasan mereka menggugat,” tutur Ricardo, Jumat (24/1).

Ricardo pun tak mau bicara lebih lanjut mengenai kasus ini. Alasannya karena dia belum membaca gugatan ini. “Saat ini, saya belum bisa berkomentar banyak karena saya belum baca gugatannya,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait