Saksi Tak Laporkan Uang Suap ke Pengacara Lain
Berita

Saksi Tak Laporkan Uang Suap ke Pengacara Lain

Nama Ratu Atut dicatut dalam komunikasi yang tersadap KPK.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Saksi Tak Laporkan Uang Suap ke Pengacara Lain
Hukumonline
Sidang perkara dugaan korupsi atas nama terdakwa Ratu Atut Chosiyah kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (13/5). Dalam sidang ini majelis hakim, jaksa, dan penasehat hukum terdakwa sama-sama berusaha menggali inisiatif pemberian uang sebesar satu miliar rupiah kepada hakim konstitusi Akil Mochtar.

Saksi yang dicecar mengenai inisiatif suap itu adalah Susi Tur Handayani. Susi adalah pengacara pasangan Amir Hamzah dan Kasmin saat mengajukan permohonan penyelesaian sengketa pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi. Susi juga menjadi salah seorang terdakwa dalam kasus suap pilkada Lebak.

Dalam keterangannya di depan persidangan, Susi mengatakan permohonan penyelesaian sengketa pilkada Kabupaten Lebak pada mulanya ditangani tim kuasa hukum dari kantor Rudy Alfonso. Tetapi kemudian atas permintaan Amir Hamzah –calon bupati yang mengajukan sengketa dan memberikan kuasa—Susi Tur Handayani masuk ke dalam tim. Dalam keterangannya kepada wartawan di gedung KPK, 3 Maret lalu, Rudy membenarkan kantornya diminta menangani kasus Lebak, tetapi ia sendiri tidak ikut.

Namun Susi mengaku tak melaporkan penerimaan uang satu miliar dari Tubagus Chaeri Wardana yang rencananya akan diberikan kepada Akil Mochtar. Hingga ditangkap penyidik KPK di rumah Amir Hamzah, Susi mengaku tak pernah menyampaikan uang suap itu kepada tim pengacara lain. “Tidak (dilaporkan—red),” kata Susi.

Uang sebesar satu miliar rupiah itu, kata Susi, berasal dari Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, yang dititipkan lewat saksi bernama Farid. Susi penah menemui adik kandung Ratu Atut itu di sebuah hotel untuk membicarakan komitmen bantuan agar pasangan Amir Hamzah dan Kasmin memenangkan permohonan penyelesaian sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.

Setelah menerima uang dari Farid, Susi sempat berkomunikasi dengan Akil, beberapa jam sebelum putusan sengketa pilkada Lebak dibacakan pada 1 Oktober 2013. Akil, kata Susi, tak mau terima karena tidak sesuai permintaan tiga miliar. Akhirnya uang itu dibawa dan disimpan di rumah orang tua Susi di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Hingga akhirnya disita penyidik KPK.

Catut Nama Atut
Dalam persidangan, jaksa memutarkan dua percakapan hasil sadapan KPK antara saksi Susi Tur Handayani dengan Akil Mochtar, dan komunikasi Susi dengan Kasmin –calon wakil bupati. Dalam percakapan itu Susi beberapa kali menyebut nama Ratu Atut.

Padahal, diakui sendiri oleh Susi dalam persidangan, ia hanya pernah sekali bertemu dengan Atut, yaitu pada 26 September 2013. Susi hadir dalam pertemuan di kantor Gubernur Banten itu pun atas permintaan kliennya, Amir Hamzah. Selama di kantor Gubernur, Amir Hamzah melaporkan perkembangan sidang di Mahkamah Konstitusi kepada Atut. “Bu Atut bilang pak Akil sudah seperti saudara,” ujar Susi, mengingat kalimat yang diucapkan terdakwa dalam pertemuan tersebut.

Terdakwa Ratu Atut, saat menanggapi keterangan Susi, menilai penyebutan namanya berkali-kali dalam komunikasi Susi dan Akil hanya dicatut. “Akibatnya, saya jadi korban,” tandas Atut. “Saya minta maaf,” timpal Susi.

Tak ada instruksi
Ratut Atut juga mengkonfirmasi kepada saksi Susi mengenai tuduhan mengintervensi atau menginstruksikan untuk menyuap hakim konstitusi. Dengan tegas Susi mengatakan tidak ada instruksi dari terdakwa pada saat pertemuan di kantor gubernur Banten, 26 September 2013. Terdakwa juga tak pernah menelepon saksi, atau sebaliknya. “Saya tidak punya akses langsung ke Bu Atut,” kata saksi Susi Tur Handayani.

Pernyataan senada disampaikan saksi sebelumnya, Agus Sutisna. Menjawab pertanyaan majelis, Ketua KPUD Lebak ini menegaskan tidak pernah sekalipun dipanggil Ratu Atut atau ditelepon sang gubernur menanyakan atau memberikan instruksi mengenai pilkada Lebak. “Tidak pernah,” tegas Agus.

Kalau tidak ada instruksi dari terdakwa, lantas darimana inisiatif suap kepada hakim? Ini tak lepas dari ‘kegalauan’ tim sukses dan pengacara. Diceritakan Susi di depan persidangan, tim sukses dan pengacara pasangan Amir Hamzah-Kasmin mendengar selentingan bahwa lawan berperkara di Mahkamah Konstitusi sudah menyiapkan uang agar menang.

‘Galau’ mendengar selentingan itu, akhirnya Susi mencoba mencari informasi dari orang dalam mengenai perkembangkan perkara. Dan orang dalam yang dihubungi Susi tak tanggung-tanggung: langsung Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga ketua majelis perkara sengketa pilkada Kabupaten Lebak. Dari sanalah kemudian muncul angka permintaan tiga miliar rupiah, yang dalam komunikasi disebut ‘tiga kampung’.
Tags:

Berita Terkait