Subsidi BBM Hambat Pengembangan Energi Baru Terbarukan
Berita

Subsidi BBM Hambat Pengembangan Energi Baru Terbarukan

Murahnya harga BBM mengakibatkan harga bahan bakar dari energi baru terbarukan seperti biogas dan biofuel menjadi relatif mahal.

KAR
Bacaan 2 Menit
Komisi VII DPR RI desak Kementerian ESDM tuntaskan penyelesaian divestasi tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Foto: SGP
Komisi VII DPR RI desak Kementerian ESDM tuntaskan penyelesaian divestasi tujuh persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Foto: SGP
Laju kebutuhan energi dalam negeri terus tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi. Sumber pemenuhan kebutuhan itu masih didominasi oleh energi fosil. Padahal, pemerintah telah memasang target agar seperempat dari energi yang digunakan bersifat baru terbarukan. Hal ini disampaikan Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, Senin (13/10).

Sayangnya, Agus mengakui bahwa masyarakat dan sektor industri masih belum bisa menjauh dari energi fosil. Dengan demikian, strategi pemerintah dalam meningkatkan pasokan energi pun masih mengandalkan minyak dan gas. Hanya saja, menurut Agus, pengembangan energi terbarukan harus terus digalakkan.

“Dalam strategi catur dharma energi, pemerintah masih menargetkan peningkatan produksi migas. Target itu untuk mengurangi impor. Namun hal ini juga dibarengi dengan efisiensi dan peningkatan pengembangan energi terbarukan,” tutur Agus.

Kendala lainnya dalam mendorong pertumbuhan konsumsi energi baru terbarukan, menurut Agus,adalah besarnya subsidi BBM yang dikeluarkan pemerintah. Ia menjelaskan, subsidi membuat harga BBM menjadi sangat murah. Akibatnya, harga bahan bakar dari energi baru terbarukan seperti biogas dan biofuel menjadi relatif mahal. “Hal ini menghambat pengembangan energi baru terbarukan,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Resourses Studies (Iress), Marwan Batubara, mengatakan subsidi BBM tak hanya menghambat pengembangan energi baru terbarukan. Lebih dari itu, menurut Marwan,kerugian negara yang diakibatkan penyelundupan dan penyelewengan minyak dan BBM subsidi diprediksi mencapai 10% dari anggaran subsidi yang ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Oleh karena itu, diperlukan pengalihan pembiayaan subsidi BBM untuk membiayai pengembangan energi terbarukan,” ujarnya.

Selain itu, Marwan juga mengingatkan agar pemerintah maupun produsen dapat mencari solusi untuk mengatasi harga produksi bahan bakar nabati yang masih lebih mahal dari BBM. Dengan demikian, pertumbuhan energi terbarukan yang menurutnya saat ini sudah cukup tinggi dapat diiringi dengan penggunaannya yang juga tinggi.

Pengamat Energi yang juga Anggota DPR RI, Kurtubi, justru memprediksi BBM akan terus mendominasi komponen energi dunia. Ia menilai minyak akan tetap menjadi komoditas yang signifikan menggerakan roda perekonomian dunia dalam jangka panjang. Dengan demikian, ia meragukan konsumsi energi baru terbarukan dapat menggeser dominasi migas.

“Minyak merupakan komponen energi mix dunia yang signifikan untuk jangka panjang. Walaupun energi baru dan terbarukan berhasil dikembangkan, dunia masih begantung pada energi fosil walau berhasil dengan energi  terbarukan. Tahun 2030, dunia tetap saja bergantung pada energi fosil,  yaitu minyak, gas, dan batubara,” tegasnya.

Tingginya tingkat konsumsi terhadap tiga komoditas energi fosil itu, menurut Kurtubi menimbulkan ketergantungan. Hal ini membuat harga ketiganya mudah nak-turun di pasar dunia. Sebab, ia melihat harga energi tersebut juga dipengaruhi oleh situasi politik.

Kurtubi mengkritisi bahwa kenaikan harga minyak itu tidak murni pada suplai dan demand, tetapi juga karena faktor geopolitik. Sementara itu, harga minyak, batubara dan gas selalu terkait. " Minyak naik atau turun, dua yang lain akan ikut," tegas dia.
Tags:

Berita Terkait