FH Unpad Gelar Konferensi Hukum Udara dan Angkasa
Berita

FH Unpad Gelar Konferensi Hukum Udara dan Angkasa

Perkembangan hukum udara dan angkasa cukup pesat.

Oleh:
RZK
Bacaan 2 Menit
Acara Konferensi Internasional Hukum Udara dan Angkasa yang diselenggarakan FH Unpad. Foto: RZK
Acara Konferensi Internasional Hukum Udara dan Angkasa yang diselenggarakan FH Unpad. Foto: RZK
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad) menggelar acara Konferensi Internasional Hukum Udara dan Angkasa. Konferensi ini diadakan dalam rangka memperingati 50 tahun studi hukum udara dan angkasa di FH Unpad. Sejumlah pembicara kompeten hadir dalam konferensi yang berlangsung selama dua hari, 5-6 November 2014 di Hotel Luxton, Bandung ini.

Dari kalangan akademisi didominasi oleh para dosen FH Unpad antara lain Atip Latipulhayat, Sinta Dewi, Mieke Komar, dan Prof Saefullah Wiradipradja. Di luar Unpad, hadir akademisi dari Universitas Atmajaya, Prof I.B.R Supancana. Lalu dari praktisi, hadir Andre Rahardian dari Hanafiah Ponggawa & Partners dan perwakilandari Assegaf Hamzah & Partners.

Turut hadir dalam acara ini adalah Jason Bonin dari Centre for Asian Legal Studies dan Director of International Institute of Space Law, Tanja Masson-Zwan.  

Ragam pembicara tersebut memaparkan sejumlah topik menarik terkait hukum udara dan angkasa. Andre Rahardian misalnya bicara tentang “Isu-isu Praktik Hukum tentang Perjanjian Penyewaan Pesawat”. Sementara, Sinta Dewi membahas tentang “Pertanggungjawaban Maskapai Penerbangan Terkait Penundaan Jadwal”.

Ketua Pelaksana Konferensi Internasional Hukum Udara dan Angkasa, Atip Latipulhayat mengatakan perkembangan hukum udara dan angkasa di Indonesia cukup pesat, baik itu dari sisi akademis,regulasi maupun praktik. Atip mengaku bangga karena FH Unpad adalah pelopor dalam perkembangan hukum udara dan angkasa.

“Saya pikir, studi hukum udara dan angkasa di FH Unpad adalah yang tertua, karena kuliah hukum udara dan angka sudah ada sejak tahun 1963 di FH Unpad,” ujar Atip kepada hukumonline di sela-sela acara.

Atip menuturkan kuliah hukum udara dan angkasa pertama kali diprakarsai oleh Prof Priyatna Abdurrasyid. Kontribusi Prof Priyatna, kata Atip, tidak hanya diakui secara nasional tetapi juga internasional. Salah satu bentuk pengakuan internasional adalah Prof Priyatna ditunjuk sebagai Direktur Kehormatan International Institute of Space Law.

Perkembangan dari sisi regulasi cukup pesat. Atip menyebut Indonesia sudah cukup maju dalam hal regulasi terkait hukum udara dan angkasa. Beberapa konvensi internasional di bidang hukum udara dan angkasa pun sudah diratifikasi dan kemudian diadopsi dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

“Lahirnya UU Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan adalah satu bukti bahwa hukum udara dan angkasa bahkan lebih maju dari perkembangan teknologinya sendiri,” ujar Atip.

Atip mengingatkan bahwa hukum udara dan angkasa sangat penting bagi Indonesia. Karena, tutur dia, Indonesia menghadapi berlakunya Open Sky Policy untuk wilayah Asia Tenggara tahun 2015 nanti. Menurut Atip, Indonesia harus membekali diri dengan konsep dan strategihukum udara yang komprehensif karena wilayah udara Indonesia sangat luas.

“Sejauh ini, sayangnya saya belum melihat adanya grand design terkait pengelolaan wilayah udara, ini penting karena wilayah udara kita sangat luas yang di dalamnya terdapat aspek keamanan dan ekonomi,” papar Atip.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin mengatakan UU Nomor 21 Tahun 2013 adalah fondasi dasar bagi perkembangan antariksa nasional. Dalam Undang-undang itu, LAPAN dimandatkan tugas untuk menyusun konsep dasar bagi perkembangan antariksa nasional.

“Master plan yang diamanatkan UU Nomor 21 Tahun 2013 ini akan menjadi panduan bagi segala bentuk aktivitas antariksa nasional dalam 25 tahun mendatang,” ujar Thomas.   
Tags:

Berita Terkait