Di Pengadilan Pajak, Kuasa Hukum Harus Dapat Izin Ketua Pengadilan
Utama

Di Pengadilan Pajak, Kuasa Hukum Harus Dapat Izin Ketua Pengadilan

Ketentuannya berlaku sejak 2 Januari 2016. DPN Peradi akan mempelajari apakah sejalan dengan UU Advokat atau tidak.

Oleh:
MUHAMMAD YASIN
Bacaan 2 Menit
Frontdesk Pengadilan Pajak. Foto: RES
Frontdesk Pengadilan Pajak. Foto: RES
Setiap kuasa hukum yang beracara wajib menyampaikan laporan pemberian jasa kuasa hukum kepada ketua pengadilan. Laporan itu berisi antara lain informasi tentang jasa kuasa hukum, nomor sengketa, tanggal sidang, jumlah dan keterangan pemohon banding. Jika laporan itu tak dibuat, bisa jadi permohonan izin sebagai kuasa hukum akan menghadapi masalah.

Kewajiban membuat laporan, dan menghubungkan laporan itu dengan permohonan perpanjangan izin sebagai kuasa hukum tertuang dalam Surat Edaran (SE) Ketua Pengadilan Pajak No. 003/PP/2015 tentang Penyampaian Laporan Pemberian Jasa Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak.

SE yang sudah berlaku sejak 2 Januari 2016 itu merujuk pada Pasal 32 ayat (1) UU No. 14 Tahun 2002  tentang Pengadilan Pajak. Pasal ini menyebutkan Pengadilan Pajak mempunyai tugas antara lain ‘mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak. Pengawasan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak.

Kalau dibaca secara harfiah, SE memerintahkan pembuatan suatu ‘Keputusan’ Ketua Pengadilan Pajak. Namun yang dikeluarkan adalah Surat Edaran. Suatu ‘keputusan’ bisa dibaca sebagai peraturan jika isinya bersifat regeling (mengatur) sesuai aturan pembentukan perundang-undangan di Indonesia.

SE tersebut disebutkan berlaku bagi Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak, yaitu orang perorangan yang telah mendapat izin menjadi Kuasa Hukum dari Ketua Pengadilan Pajak dan memperoleh surat kuasa khusus dari pihak-pihak yang bersengketa untuk dapat mendampingi dan/atau mewakili pihak-pihak yang bersengketa.

Disebutkan pula ada dua tujuan edaran ini. Pertama, untuk melaksanakan fungsi pengawasan Ketua Pengadilan Pajak terhadap Kuasa Hukum yang beracara di Pengadilan Pajak. Kedua, meningkatkan profesionalisme Kuasa Hukum dalam rangka pemenuhan hak dan kewajibannya. Caranya adalah membuat laporan pemberian jasa Kuasa Hukum di Pengadilan Pajak.

Tembusan SE hanya ditujukan kepada Wakil Ketua I Bidang Non-Yudisial Pengadilan Pajak, Wakil Ketua II Bidang Yudisial Pengadilan Pajak, Wakil Ketua III Bidang Pembinaan dan Pengawasan Kinerja Hakim Pengadilan Pajak, dan Sekretaris Pengadilan Pajak. Tak ada sama sekali ditembuskan kepada Mahkamah Agung, Kementerian Keuangan, atau organisasi advokat.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), Fauzi Yusuf Hasibuan, sudah mengetahui adanya SE Ketua Pengadilan Pajak. Ia mengatakan akan mempelajari dan membahas apakah SE tersebut bertentangan dengan semangat UU Advokat atau tidak. Pada prinsipnya, kata dia, UU Advokat memberikan kebebasan kepada setiap advokat untuk mewakili kliennya baik di dalam maupun di luar pengadilan. “Kami pelajari terlebih dahulu Surat Edaran itu,” ujarnya kepada hukumonline.
Tags:

Berita Terkait