UU Persaingan Usaha Diubah, Pahami Lima Fokus Revisi
Utama

UU Persaingan Usaha Diubah, Pahami Lima Fokus Revisi

Meskipun sudah memberikan banyak manfaat, UU Persaingan Usaha tetap perlu direvisi pada bagian-bagian tertentu. DPR mendukung.

Oleh:
FITRI N. HERIANI
Bacaan 2 Menit
Gedung KPPU. Foto: RES
Gedung KPPU. Foto: RES

UU No. 5 Tahun 1999
  tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah meginjak usia 17 tahun. Sepanjang perjalanannya, terlihat berbagai kekurangan sehingga UU Persaingan Usaha Tidak Sehat harus di-update menurut perkembangan zaman. Komisi VI DPR juga telah sepakat untuk memasukkan UU ini ke dalam Prolegnas 2016.

Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan Komisi VI DPR telah membentuk Panja terkait revisi UU Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan memutuskan untuk memasukkan ke Badan Legislasi (Baleg). Harapannya, revisi rampung dilakukan di akhir tahun ini, setidaknya Oktober mendatang.

Kira-kira, apa saja yang menjadi fokus KPPU terhadap revisi UU Persaingan Usaha Tidak Sehat ini? Syarkawi mengatakan, setidaknya ada lima poin yang akan dibahas oleh DPR bersama pemerintah nanti.

Pertama, terkait status kelembagaan KPPU. Menurut Syarkawi, status kelembagaan KPPU perlu penguatan sehingga lebih efektif dan proses investigasi kartel. Kedua, menyoal denda. Dalam UU Persaingan Usaha Tidak Sehat, denda maksimum yang bisa dijatuhkan kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan kartel adalah Rp25 miliar. Namun dalam revisi, denda akan diberikan berdasarkan persentase sebesar 30 persen dari keuntungan kartel.

“Kalau dulu itu ada denda maksimum Rp25 miliar. Sekarang teman-teman di Komisi VI DPR komit untuk tidak menggunakan nilai, tetapi persentase 30 persen dari keuntungan. Ini lebih memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran,” kata Syarkawi.

Ketiga, mengubah rezim merger. Selama ini semua penggabungan merger atau pengambilalihan perusahaan itu harus dilaporkan ke KPPU, tetapi persoalannya adalah laporan diserahkan kepada KPPU setelah merger atau akuisisi terjadi. Dalam revisi nanti, bagi pelaku usaha yang ingin melakukan merger atau akuisisi harus malapor ke KPPU. Jika diizinkan, maka merger baru boleh dilakukan. Cara ini dinilai efektif untuk mencegah terjadinya kartel.

“Ke depan, sebelum mereka merger atau akuisisi mereka (pelaku usaha) harus melapor ke KPPU. Kalau diizinkan KPPU, baru merger dan akuisisi berlaku. Ini sangat efektif menghambat terjadinya kartel,” jelasnya.

Keempat, memperluas defenisi pelaku usaha. Syarkawi mengatakan, revisi UU Persaingan Usaha Tidak Sehat akan memperluas defenisi pelaku usaha yang mencakup pelaku usaha di Negara lain yang bisnisnya berdampak ke Indonesia. Pasalnya, banyak kartel yang terjadi di Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang berdampak ke Indonesia. Namun KPPU tak memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi.

Selama ini defenisi pelaku usaha yang ada di Indonesia saja jadi KPPU tidak bisa melakukan investigasi terhadap pelaku usaha yang ada di luar negeri meskipun mereka itu berdampak di Indonesia.  Padahal kartelnya ada di Singapura, Malaysia, nah impactnya ke Indonesia dan kita enggak bisa ngapa-ngapain,” tambahnya.

Kelima, soal liniensi program. Liniensi program adalah program semacam whistleblowersystem yang ada di KPK. KPPU, lanjut Syarkawi, juga akan mengadopsi sistem tersebut melalui revisi UU Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijana mengatakan kelahiran KPPU pasca reformasi 1998 banyak memberikan manfaat. Saat ini, lanjutnya, memang sudah saatnya UU Persaingan Usaha Tidak Sehat dilakukan perubahan. “Sudah waktunya dilakukan perubahan yang tidak terfikirkan sebelumnya di UU Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kata Azam.

Menurut Azam, revisi bertujuan untuk memperkuat KPPU yang selama ini manfaatnya dirasa kurang kuat bagi negara dan masyarakat, memerkuat bisnis, memperbaiki iklim usaha dan efisiensi. Revisi diharapkan dapat selesai tahun ini.

“Mudah-mudahan tahun ini selesai, sekarang sudah di Baleg dan segera Paripurna. Akhir bulan ini akan dikirimkan ke pemerintah. Tujuannya untuk memperkuat bisnis, iklim usaha, dan efisiensi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait