Mantan Ketua PN Jakut Ungkap Alasan Penetapan Majelis Saipul Jamil
Berita

Mantan Ketua PN Jakut Ungkap Alasan Penetapan Majelis Saipul Jamil

Salah satunya karena menyita perhatian publik.

NOV
Bacaan 2 Menit
Penyanyi dangdut Saipul Jamil tiba di KPK, Senin (18/7). Mengenakan pakaian serba hitam, Saipul datang ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji dengan tersangka Panitera PN Jakarta Utara, Rohadi.
Penyanyi dangdut Saipul Jamil tiba di KPK, Senin (18/7). Mengenakan pakaian serba hitam, Saipul datang ke gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji dengan tersangka Panitera PN Jakarta Utara, Rohadi.
Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Lilik Mulyadi diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk empat tersangka kasus suap pengurusan perkara pedangdut Saipul Jamil. Usai diperiksa, Lilik mengaku hanya ditanyakan mengenai proses penanganan perkara, khususnya prosedur penetapan majelis hakim Saipul.

Sebagaimana diketahui, perkara pencabulan dengan terdakwa Saipul ini ditangani oleh lima orang hakim. Ifa Sudewi selaku ketua majelis hakim, serta Hasoloan Sianturi, Dahlan, Sahlan Efendi, dan Jootje Sampalang, masing-masing sebagai anggota majelis. Ifa diketahui pula menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Utara.

Lilik mengungkapkan, ada beberapa pertimbangan yang menjadi dasar penetapan majelis. Pertama, melihat kualitas perkara. Kedua, perkara Saipul merupakan tindak pidana khusus. Ketiga, terdakwa dalam perkara ini menyita perhatian publik. "Makanya, majelisnya harus senior," katanya di KPK, Jumat (5/8).

Selain itu, ada alasan lain mengapa majelis hakim perkara Saipul berjumlah lima orang. Lilik berpendapat, dengan lima orang hakim, penanganan perkara Saipul akan sangat objektif. "Dasarnya ada itu. Dalam Pasal 11 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Buku II Mahkamah Agung," imbuhnya. (Baca Juga: Lawyer dan Panitera PN Jakut Terjaring OTT KPK)

Namun, Lilik mengaku tidak tahu-menahu mengenai suap yang diduga diterima Rohadi dari pengacara dan kakak Saipul. Sebagai bekas atasan Rohadi di PN Jakarta Utara, ia melihat bawahannya tersebut tidak pernah bermasalah. Kinerja Rohadi selama menjadi panitera pengganti di PN Jakarta Utara juga baik-baik saja.

Terkait penanganan perkara Saipul, Lilik menjelaskan, ia sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua PN Jakarta Utara ketika perkara Saipul diputus. Sebab, sebelum 3 Juni 2016, tepatnya Maret 2016 sampai 29 September 2019, ia ditugaskan untuk menjalani pendidikan di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas).

Ketika ditanyakan, apakah ada komunikasi dengan Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat, Karel Tuppu yang juga suami salah seorang tersangka, sebelum penunjukan Ifa sebagai ketua majelis perkara Saipul, Lilik membantah. Walau begitu, ia memang mengenal Karel. "Kenal karena dia senior saya. Kenalnya di MA. Biasa lah, rapat," ujarnya.

Sementara, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan jika pemeriksaan Lilik hanya seputar kewenangannya sebagai Ketua PN Jakarta Utara. "Ketika itu, yang bersangkutan menjabat Ketua PN Jakarta Utara. Maka, diperiksa soal kewenangannya dalam proses penetapan majelis," terangnya.

Dalam perkara ini, KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi. Salah satunya, Karel Tuppu. Mantan hakim PN Jakarta Utara ini diduga melakukan komunikasi dengan istrinya yang juga advokat, Berthanatalia Kariman, membicarakan penanganan perkara Saipul. Bertha sendiri adalah pengacara Saipul. (Baca Juga: Diduga, Ini Peran Hakim PT Jabar dalam Perkara Suap Saipul Jamil)

Bertha mendampingi Saipul saat proses persidangan di PN Jakarta Utara. Bertha bersama pengacara Kasman Sangaji dan kakak Saipul, Samsul Hidayatullah telah ditetapkan KPK sebagai tersangka karena diduga menyuap panitera pengganti PN Jakarta Utara, Rohadi, dengan maksud meringankan hukuman Saipul.

Mengingat adanya komunikasi antara Karel dan Bertha tersebut, Karel pun diperiksa sebagai saksi di KPK. Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, Karel diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Samsul. Pemeriksaan Karel berkaitan dengan dugaan pengurusan perkara Saipul di PN Jakarta Utara.

"(Pemeriksaan) Untuk mendalami tentang dugaan adanya komunikasi antara yang bersangkutan (Karel) dengan tersangka (Bertha). Diduga komunikasi dengan tersangka BRN (Bertha) membicarakan kasus SJ (Saipul Jamil)," tuturnya seraya membenarkan jika Karel adalah suami dari Bertha, Senin (1/8).

Yuyuk menjelaskan, peran Karel tidak hanya sebatas berkomunikasi mengenai perkara Saipul dengan Bertha. Namun, diduga, Karel lah yang mengarahkan untuk berhubungan dengan Ifa Sudewi, ketua majelis hakim perkara Saipul yang kini menjabat Ketua PN Sidoarjo, Jawa Timur. "Ada dugaan seperti itu," ujarnya.

Namun, Karel membantah semua dugaan tersebut. Sambil berlari dari kejaran para wartawan, Karel membantah pernah berkomunikasi dengan Bertha terkait perkara Saipul. Ia juga membantah pernah mengarahkan agar pengacara Saipul untuk berhubungan dengan Ifa. "Nggak ada," ucapnya.

Sebagaimana diketahui, Rohadi bersama Samsul, serta dua pengacara Saipul, Berthanatalia Kariman dan Kasman Sangaji ditangkap KPK pada 15 Juni 2016. Penangkapan terjadi sehari setelah putusan dibacakan di PN Jakarta Utara. Dari hasil penangkapan, KPK turut menyita uang sejumlah Rp250 juta. (Baca Juga: Ini Profil Advokat Tersangka KPK Suap Putusan Saipul Jamil)

Akan tetapi, uang Rp250 juta yang disita KPK itu hanya setengah dari jumlah uang yang dijanjikan kepada Rohadi, yaitu Rp500 juta. Diduga, uang bersumber dari penjualan rumah Saipul. Selain uang Rp250 juta, KPK juga menemukan uang sejumlah Rp700 juta di mobil Rohadi. Diduga uang berasal dari apartemen Sareh Wiyono, mantan Ketua PT Jawa Barat.

Saipul didakwa melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak. Saipul didakwa secara alternatif dengan Pasal 82 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 290 KUHP, atau 292 KUHP. Jaksa menuntut Saipul tujuh tahun penjara dan denda Rp100 juta dengan Pasal 82 UU Perlindungan Anak.

Akan tetapi, majelis hakim yang diketuai Ifa Sudewi memilih membuktikan dakwaan alternatif ketiga, yaitu Pasal 292 KUHP. Alhasil, majelis menghukum Saipul dengan pidana penjara selama tiga tahun. KPK menduga pemberian uang Rp250 juta kepada Rohadi bertujuan untuk mengurangi atau "mengkorting" hukuman Saipul. 
Tags:

Berita Terkait