Pemerintah-DPR Diminta Segera Bahas RUU Pemilu 2019
Berita

Pemerintah-DPR Diminta Segera Bahas RUU Pemilu 2019

Guna mencegah berbagai persoalan yang mungkin muncul dalam penyelenggaraan Pemilu serentak 2019.

ADY
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pilkada serentak: BAS
Ilustrasi pilkada serentak: BAS
Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Sekretariat Bersama (Sekber) untuk Kodifikasi UU Pemilu mendesak Pemerintah dan DPR segera membahas RUU Pemilu 2019. Regulasi itu merupakan amanat MK No.14/PUU-XI/2013 yang mendorong Pemerintah untuk menggelar Pemilu Serentak pada 2019.

Sampai sekarang belum ada pembahasan materi bersama legislatif dan eksekutif. Sekber Kodifikasi UU Pemilu menilai UU itu penting untuk segera dibahas dan disahkan agar pelaksanaan Pemilu serentak 2019 bisa berjalan sesuai harapan.

Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako), Feri Amsari, mengingatkan dua hal penting yang perlu diperhatikan Pemerintah dan DPR dalam menyusun UU Pemilu 2019. Pertama, pembahasannya harus mengacu UU No. 12 Tahun 2011  tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Ketentuan itu mengatur beberapa asas yang patut dicermati dalam membentuk sebuah peraturan seperti asas ‘dapat dilaksanakan’, asas ‘keterbukaan’, dan asas ‘kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan’. UU Pemilu 2019 tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Feri mencatat masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih tersisa 2,5 tahun. Jangka waktu itu tergolong sangat pendek untuk membahas RUU Pemilu 2019. Pasalnya, substansi UU itu akan membahas hal yang baru dalam proses Pemilu di Indonesia karena diselenggarakan serentak. Karena itu, pembahasan RUU Pemilu 2019 harus serius dan sungguh-sungguh sehingga hasilnya sesuai harapan masyarakat. “Mampu menghasilkan figur-figur pemimpin yang baik apakah itu parlemen atau eksekutif,” kata dosen hukum Tata Negara Universitas Andalas itu dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (19/08).

Kedua, UU Pemilu 2019 yang dihasilkan nanti harus bisa diimplementasikan dengan baik. Untuk itu pembahasan RUU Pemilu 2019 sangat mendesak, sehingga ada waktu yang cukup bagi masyarakat memberi masukan. Apalagi setelah UU itu diterbitkan, tidak menutup kemungkinan ada pihak yang mengujinya ke MK. Jika UU Pemilu tidak disiapkan dengan baik, bisa jadi sengketa Pemilu 2019 lebih banyak daripada Pemilu sebelumnya.

Konsultan Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Sulastio, mengatakan Sekber Kodifikasi UU Pemilu sudah menyampaikan gagasannya ke Kementerian Dalam Negeri.

Sulastio mengingatkan dalam Nawacita tertulis negara hadir untuk memperbaiki institusi demokrasi salah satunya Pemilu. Menurut Sulastio ini pertaruhan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mendapat kepercayaan publik. “2019 itu pertama kali kita akan menjalankan Pemilu Serentak, maka aturannya harus dibuat baik dan matang,” ujarnya.

Sulastio berpendapat pembahasan UU Pemilu rawan konflik kepentingan. Padahal, UU itu ditujukan untuk kemaslahatan rakyat. Oleh karenanya UU Pemilu 2019 harus segera dilakukan sehingga penyelenggara Pemilu punya waktu yang cukup menyiapkan penyelenggaraan Pemilu dengan optimal. “Penyelenggaraan Pemilu 2014 tergolong lancar karena ada waktu yang cukup untuk menyiapkan pelaksanaannya,” tukasnya.

Peneliti Perludem, Khairunnisa, mencatat UU Pemilu yang digunakan sebagai dasar penyelenggaraan Pemilu 2004 diterbitkan 13 bulan sebelum hari H. Begitu pula dengan UU Pemilu 2009, jangka waktu diterbitkannya dengan pelaksanaan sangat pendek. Menurutnya hal itu menyebabkan persiapan penyelenggaraan Pemilu tidak matang. Akibatnya, muncul kekisruhan ketika Pemilu digelar.

Pembahasan RUU Pemilu 2019 diharapkan segera dilakukan mengingat tahun depan ada beberapa agenda politik nasional yang mencuri fokus pemerintah dan DPR. Seperti Pilkada 2017. “Belum lagi nanti DPR reses, waktu yang tersisa untuk membahas RUU Pemilu 2019 sangat sempit. Pemerintah harus segera membahas draftUU Pemilu Serentak 2019 ke DPR karena ini UU usulan pemerintah,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait