Plus Minus Permohonan Kekayaan Intelektual Elektronik versi AKHKI
Berita

Plus Minus Permohonan Kekayaan Intelektual Elektronik versi AKHKI

Positifnya, pelayanan bisa lebih cepat. Tapi negatifnya, jika terjadi pemalsuan data, petugas sulit melacaknya.

Oleh:
M-25
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kekayaan intelektual. Foto: RES
Ilustrasi kekayaan intelektual. Foto: RES
Di era modern, semuanya bisa dilaksanakan secara online dan praktis, hampir semua kegiatan saat ini bisa dilaksanakan secara online. Hal ini juga dimanfaatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan masyarakat. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) contohnya, mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 42 tahun 2016 tentang Pelayanan Permohonan Kekayaan Intelektual Secara Elektronik.

Peraturan ini, pada intinya menyebutkan bahwa pendaftaran terhadap hak cipta, paten, merek, indikasi geografis, desain industri, rahasia dagang dan desain tata letak sikuit terpadu bisa didaftarkan secara online.

Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) Indonesia, Turman Panggabean berpendapat, sisi positif yang yang terdapat dalam Permenkumham ini terdapat pada estimasi waktu yang relatif cepat. Ini dikarenakan pemohon tidak harus jauh-jauh datang ke kantor wilayah Kemenkumham untuk mendaftarkan kekayaan intelektualnya.

“Sisi positif untuk permohonan pendaftaran secara online adalah dengan waktu yang lebih cepat dan singkat,” ungkapnya ketika dihubungi hukumonline, Senin (28/11). (Baca Juga: Begini Isi Permenkumham Permohonan Kekayaan Intelektual Online)

Akan tetapi, Turman menjelaskan, meskipun pelayanan yang lebih cepat, hal ini juga mempunyai sisi negatif sehingga bisa menyebabkan kesalahan yang besar. Misalnya, pemalsuan data seperti mengganti nama di KTP sehingga petugas tidak bisa melacak keberadaan pemohon yang memalsukan datanya.

Selain itu, kesalahan teknis yang terdapat dalam sistem elektronik juga akan merugikan para pemohon untuk mendapatkan hak mereka terkait permohonannya. “Misalkan kesalahan teknis, email pelapor tidak bisa dibuka, sedangkan di dalamnnya ada balasan bahwa permohonannya ditolak atau diterima sehingga dia tidak bisa melihat setelah pesannya itu kedaluwarsa,” tuturnya.

Atas dasar itu, Turman meminta agar ada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas mengatur tentang permasalahan ini. Sedangkan apabila permohonan ditolak, mereka mempunya hak untuk banding dan begitu juga apabila permohonannya diterima. Ia berpesan, agar pemohon dalam memasukkan data pendaftaran adalah data yang benar. Hal ini penting, jika ada pemohon yang mencoba memalsukan data dapat segera terlacak.

Sebelumnya, Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Prayudi Setiadharma juga telah menjelaskan, bahwa Ditjen Kekayaan Intelektual (KI) sudah menerapkan sistem memasukan data secara elektronik pada dua permohonan, diantarannya permohonan pencatatan ciptaan dan perpanjangan pendaftaran merek. Sedangkan dengan permohonan lainnya akan segera diaktifkan. (Baca Juga: Mengintip Tata Cara Pendaftaran Merek dalam UU Merek dan Indikasi Geografis)

Akan tetapi, melihat praktik kerja kepada dua permohonan yang telah aktif, Prayudi mengakui, praktik permohonan online masih banyak yang molor bahkan lebih dari waktu yang sudah ditetapkan dalam UU. “Kenyataannya masih banyak delay, sangat jauh dibandingkan waktu yang diatur dalam UU,” jelasnya kepada hukumonline pekan lalu.

Untuk Diketahui, Pasal 5 Permenkumham menyebutkan bahwa setiap permohonan pendaftaran wajib dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen persyaratan. Sedangkan untuk kebenaran dokumen persyaratan tersebut menjadi tanggung jawab pemohon. Jika usai diperiksa ternyata kekurangan kelengkapan dokumen persyaratan, Ditjen KI memberitahukan kepada pemohon untuk dilengkapi.

Apabila hasil pemeriksaan menyatakan dokumen telah lengkap, pemohon kemudian memperoleh kode billing melalui Sistem Informasi Kekayaan Intelektual. Kode billing tersebut berlaku untuk jangka waktu tiga hari kalender. Apabila dalam jangka waktu tersebut pemohon tak melakukan pembayaran, kode billing itu dinyatakan tidak berlaku, dan pemohon dapat melakukan permohonan kembali.

Pasal 7 Permenkumham menyebutkan bahwa pembayaran dapat dilakukan pemohon melalui Bank Persepsi atau Pos Persepsi yang menggunakan sistem SIMPONI, yakni sistem yang dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk Menteri Keuangan untuk menerima setoran PNBP yang berlaku pada Kemenkumham. Sedangkan Pos Persepsi adalah kantor pos Indonesia yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran PNBP pada Kemenkumham.

Pada Pasal 8 disebutkan bahwa pembayaran pada Bank Persepsi atau Pos Persepsi bisa dilakukan melalui tnai yakni teller bank atau kantor pos terkait. Pembayaran juga bisa dilakukan secara nontunai, yakni melalui anjungan tunai mandiri (ATM), internet banking dan EDC. Dalam pembayaran tersebut, pemoho tidak dibebankan biaya tambahan apapun. (Baca Juga: RUU Merek dan Indikasi Geografis Disetujui Jadi UU, Ini Penjelasan DPR)

Usai membayar, kemudian pemohon diberikan tanda terima permohonan. Apabila terjadi gangguan pada Sistem Informasi Kekayaan Intelektual sehingga berakibat tidak berfungsinya pelayanan, maka permohonan dapat dilakukan secara nonelektronik.
Tags:

Berita Terkait