Menakar Keabsahan Industri Asuransi dalam Mengeluarkan Surety Bond
Utama

Menakar Keabsahan Industri Asuransi dalam Mengeluarkan Surety Bond

Perlu ada keseragaman paham antar UU Penjaminan, UU Asuransi dan UU Jasa Konstruksi agar kepastian hukum penerbitan suretybond bagi industri asuransi menjadi semakin dipertegas.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit
Diskusi Hukumonline 2019 bertajuk “Perkembangan Surety Bond dalam Industri Bisnis Asuransi dan Penjaminan di Indonesia”, yang diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pacific, Selasa, (29/1). Foto: RES
Diskusi Hukumonline 2019 bertajuk “Perkembangan Surety Bond dalam Industri Bisnis Asuransi dan Penjaminan di Indonesia”, yang diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pacific, Selasa, (29/1). Foto: RES

Bak tak berkesudahan, kelumit perebutan ‘kue’ surety bond antara industri asuransi dan penjaminan masih menyisakan pekerjaan rumah besar yang harus segera ditangani Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Terlebih, potensi kerugian hingga gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang mungkin dialami surety, principal atau obligee akan sangat besar jika polemik ini tak disudahi.

 

Problematikanya, di satu sisi ada ‘anggapan’ bahwa asuransi tak lagi diperbolehkan mengeluarkan produk surety bond sebagai konsekuensi berlakunya Pasal 61 (UU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Penjaminan.

 

Di lain anggapan, asuransi masih bisa mengeluarkan surety bond mengingat Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian membuka pintu perluasan untuk mengkategorikan surety bond sebagai produk asuransi umum.

 

Berpegang pada Pasal 2 UU a quo, OJK sempat mengeluarkan POJK No. 69/POJK.05/2016 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Pada Pasal 1 angka 23 POJK a quo, jelas terlihat upaya perluasan lini usaha asuransi Umum dengan mengakomodir produk suretyship.

 

Menariknya, ‘bantah-membantah’ soal legalitas industri asuransi dalam mengeluarkan suretybond pasca berlakunya Pasal 61 UU Penjaminan, yakni 19 Januari 2019 lalu, menyisakan tanda tanya besar di benak para ‘penikmat’ produk surety bond. Apakah surety bond yang dikeluarkan perusahaan asuransi pasca 19 Januari dapat dikatakan sah atau dapat batal demi hukum?

 

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Kornelius Simanjuntak, beranggapan hal itu tetap sah, terlebih Pasal 57 ayat (4) UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi juga jelas menegaskan bahwa Jaminan Penawaran, Pelaksanaan, Uang muka, Pemeliharaan dan/atau Jaminan sanggah banding dapat dikeluarkan oleh lembaga perbankan, perusahaan asuransi dan/atau perusahaan penjaminan, salah satunya dalam bentuk perjanjian terikat (surety bond). Ditambah lagi, UU Jasa Konstruksi lahir 1 tahun setelah UU Penjaminan, sehingga berlaku asas hukum Lex Posterior Derogat Legi Inferior.

 

“Implikasinya jelas Perusahaan Asuransi Umum dapat mengeluarkan surety bond,” kata Kornelius dalam Diskusi Hukumonline 2019 bertajuk “Perkembangan Surety Bond dalam Industri Bisnis Asuransi dan Penjaminan di Indonesia”, yang diselenggarakan di Hotel Sari Pan Pacific, Selasa (29/1).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait