6 Tahun Bertarung di Arbitrase Internasional, Akhirnya Pemerintah Indonesia Menang
Berita

6 Tahun Bertarung di Arbitrase Internasional, Akhirnya Pemerintah Indonesia Menang

Berangkat dari dugaan pelanggaran perjanjian investasi.

Oleh:
Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly (tengah) saat mengumumkan kemenangan pemerintah Indonesia di ICSID, di Jakarta, Senin (25/3). Foto: RES
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly (tengah) saat mengumumkan kemenangan pemerintah Indonesia di ICSID, di Jakarta, Senin (25/3). Foto: RES

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly tak dapat menyembunyikan kegembiraan saat mengumumkan kemenangan Indonesia di forum arbitrase internasional. Pemerintah Indonesia, yang diwakili Kementerian Hukum dan HAM, telah memenangkan perkara di International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Amerika Serikat. Sudah bertahun-tahun Pemerintah Indonesia bersengketa melawan perusahaan multinasional Churchill Mining Plc dan anak perusahaannya Planet Mining PTY Ltd.

“Setelah enam tahun, Pemerintah Indonesia memenangkan gugatan melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining, para penggugat melawan Republik Indonesia di forum arbitrase internasional, ICSID, yang diputuskan 18 Maret 2019,” ungkap Yasonna dalam jumpa pers di kantor Kemenkumham, Senin (25/3).

Dua perkara arbitrase yang terdaftar di ICSID, No. ARB/12/14 dan ARB/12/40, disidangkan Komite ICSID yang terdiri dari arbiter Dominique Hascher, Karl-Heinz Bockstiegel, dan Jean Kalicki. Ketiga arbiter memenangkan Indonesia, dan menolak semua permohonan pembatalan putusan (annullment of the award) yang diajukan oleh para penggugat, dalam hal ini Churchill Mining dan Planet Mining. Menurut Yasonna, putusan ICSID ini bersifat final, berkekuatan hukum tetap, sehingga tidak ada lagi upaya hukum lain yang dapat dilakukan para penggugat.

(Baca juga: Jalan Panjang Indonesia dalam Mengakomodasi Kepentingan Investor Melalui ICSID).

Permohonan pembatalan diajukan Penggugat menyusul keputusan ICSID sebelumnya yang dikeluarkan pada 6 Desember 2016. Melalui putusan ini, tribunal ICSID – dipimpin Gabrielle Kaufmann-Kohler, Michael Hwang SC, dan Albert Jan van den Berg -- juga telah memenangkan Pemerintah Indonesia dengan menolak semua klaim yang diajukan  Penggugat. Tribunal ICSID bahkan mengabulkan klaim Pemerintah untuk mendapatkan penggantian biaya berperkara (award on costs) sebesar AS$9,4 juta.

Penggugat sendiri mengajukan permohonan pembatalan ganti putusan (annullment of the award) berdasarkan Pasal 52 Konvensi ICSID (Convention  on the Settlement of Investment Disputes between States and Nationals of Other States). Penggugat berdalih putusan Tribunal ICSID pada 6 Desember 2016 telah melampaui kewenangan (ultra vires). Penggugat juga berargumentasi telah terjadi penyimpangan serius dari aturan prosedur yang mendasar serta putusan Tribunal ICSID dianggap telah gagal menyatakan alasan yang menjadi dasar putusan.

Selain mengajukan pembatalasan atas putusan Tribunal ICSID, Penggugat meminta penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID yang akan dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Indonesia mensyaratkan adanya jaminan yang layak, penuh, dan dapat dieksekusi, dan menolak jaminan dari para Penggugat karena bentuk dan nilai jaminannya tidak masuk akal. “Tanah yang menjadi jaminan mereka (Penggugat) untitled di Indonesia,” ujar Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, Cahyo Rahadian Muzhar, pada kesempatan yang sama.

Cahyo menjeaskan bahwa Pemerintah Indonesia meminta Komite ICSID untuk secara saksama mempelajari bentuk dan nilai jaminan yang ditawarkan penggugat. Pemerintah juga mengajukan ahli hukum agraria dan meminta Komite ICSID untuk membatalkan penghentian sementara pelaksanaan putusan Tribunal ICSID.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait