Dua Panitera Pengadilan Tinggi Jakarta Dituntut 4,5 Tahun
Berita

Dua Panitera Pengadilan Tinggi Jakarta Dituntut 4,5 Tahun

Penasihat hukum menganggap tuntutan maksimal itu didasari pada pembuktian yang minimal.

CR-1
Bacaan 2 Menit
Dua Panitera Pengadilan Tinggi Jakarta Dituntut 4,5 Tahun
Hukumonline

 

Pembuktian minim

Atas tuntutan itu, Firman Wijaya, penasihat hukum Soleh menganggap penuntut telah melakukan pendangkalan logika. Sebab, jika kliennya dituduh berupaya menyuap untuk mempengaruhi putusan hakim, maka itu harus terbukti. Faktanya, majelis hakim PT Jakarta yang mengadili perkara Puteh tetap menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menghukum Puteh 10 tahun penjara.

 

Selain itu, Firman juga mempertanyakan mengapa orang yang menerima suap saja yang dihukum, sedangkan yang memberi atau yang mengaturnya tidak tersentuh sama sekali.

 

Pertanyaan Firman tersebut menyinggung ketidakhadiran Said dalam persidangan. Menurutnya, penuntut selalu menjadikan persoalan-persoalan teknis yang tidak perlu sebagai alasan untuk tidak menghadirkan Said. Oleh karena itu, ia menganggap tuntutan itu adalah tuntutan maksimal dengan pembuktian yang sangat minim. Sidang kemudian ditunda, rencananya sidang akan dilanjutkan pada 27 Oktober 2005 dengan agenda pembacaan pledoi.   

Ramadhan Rizal, Wakil Panitera Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta dan M. Soleh, Panitera Muda Pidana PT Jakarta masing-masing dituntut penjara 4 tahun 6 bulan potong masa tahanan dan denda Rp50 juta subsider tiga bulan kurungan. Demikian yang disampaikan oleh penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdiri dari Khaidir Ramli, Zet Tadung Allo dan Dwi Aries Sudarto, Jumat (21/10).

 

Dalam perkara itu, penuntut berkesimpulan, baik Rizal dan Soleh telah terbukti dengan sah dan meyakinkan melakukan penyuapan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (2) UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

Menurut penuntut, kesimpulan itu diperoleh berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan yang menunjukkan adanya kerjasama secara fisik antara Rizal dan Soleh. Mereka dengan penuh kesadaran dianggap melakukan suatu kerja sama menerima uang dari Teuku Syaifuddin alias Popon sejumlah Rp250 juta.

 

Dalam surat tuntutan dipaparkan bahwa keduanya pada 15 Juni 2005, di ruang kerja Rizal, telah menunggu Popon. Kedatangan Popon saat itu dalam rangka memberikan uang Rp250 juta kepada Soleh, untuk memuluskan perkara Puteh yang saat itu dalam proses banding di PT Jakarta.

 

Dalam penyuapan ini, terungkap pula keterlibatan Said Salim, Wakil Panitera PT Sumatera Utara. Itu terlihat dari print out pesan singkat dari telepon genggam Rizal, Soleh dan Popon yang dijadikan alat bukti dalam persidangan. Namun demikian, Said Salim tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Oleh penuntut diinformasikan jika Said telah mengambil cuti diluar tanggungan negara selama tiga tahun.

Tags: