Notaris Rela Menyuap Demi Ditempatkan di Jakarta
Utama

Notaris Rela Menyuap Demi Ditempatkan di Jakarta

Survei KPK membuktikan banyak notaris dan calon notaris menyuap petugas kenotariatan Dephukham agar bisa berdomisili di Jakarta. Dephukham berniat melakukan perbaikan. Sayang perubahannya masih klasik.

Mon
Bacaan 2 Menit
Notaris Rela Menyuap Demi Ditempatkan di Jakarta
Hukumonline

 

Sekjen Dephukham Abdul Bari Azed menyambut antusias permintaan KPK. Cuma, perbaikan yang direncanakan oleh instansinya masih berkutat pada perbaikan-perbaikan klasik yang pernah dilakukan. Semisal, rencana pembuatan aturan tentang penambahan dan pengurangan notaris. Menurut Bari Azed, rancangan peraturan tersebut dibuat untuk menyiasati kuota notaris yang tertutup dan terbuka bagi notaris baru atau perpindahan notaris. Daerah yang sudah padat kita batasi, ujar Bari saat ditemui di gedung KPK, Rabu (14/5) lalu. 

 

Mantan Dirjen Hak Kekayaan Intelektual itu mengungkapkan, sebagian besar kebutuhan notaris di daerah baru terpenuhi separuh. Sejauh ini dari 120 juta penduduk di Indonesia, cuma dilayani oleh 7.000  notaris. Ironisnya, banyak daerah yang telah melebihi formasi notaris alias bertumpuk di satu tempat seperti Jakarta.

 

Sekedar informasi, sejak Agustus 2007, tak kurang dari 47 daerah tingkat II pada 14 provinsi yang formasinya ditutup. Itu belum termasuk Kabupaten Gianyar yang sudah tidak boleh menerima notaris baru sejak Januari 2008. Belakangan, daftar formasi notaris yang ditutup ditambah lagi, yakni Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, serta Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.

 

Mengenai notaris yang ingin berpindah domisili, Dephukham menetapkan limit waktu untuk bisa meloncat ke daerah baru. Syaratnya, notaris harus menjalani tugas kenotariatannya selama tiga tahun, setelah itu ia baru bisa pindah domisili. Itu juga kalau formasinya masih ada, kalau tidak ada yah tertutup, jelas Bari yang juga menjabat guru besar bidang tata negara Universitas Indonesia.

 

Untuk mengurangi pungli dalam perpindahan notaris, Bari menegaskan pihaknya akan melakukan pengawasan dari bawah. Salah satunya memantau kerja petugas loket kenotariatan. Disamping itu, kata dia, Dephukham akan meningkatkan fungsi Majelis Pengawas Notaris (MPN), terutama MPN Wilayah dan MPN Daerah. Alasannya, kata dia, merekalah yang tahu kondisi notaris di daerah.

 

Sayang, peningkatan fungsi pengawasan oleh MPN itu kurang dibarengi dengan peningkatan anggaran. Padahal, selama ini kegiatan MPN selalu terbentur masalah anggaran. Persoalan itu juga diamini oleh Bari. Pria kelahiran Jambi itu mengusulkan agar budjet MPN Wilayah dan MPN Daerah dimasukkan ke dalam anggaran Kanwil Dephukham. Sementara MPN Pusat anggarannya masuk dalam budjet Ditjen AHU. Tujuannya yaitu tadi, supaya masalah anggaran bisa diatasi.

 

Sistem penganggaran ini sebenarnya sudah digagas Dirjen AHU Syamsudin Manan Sinaga akhir tahun lalu. Namun nyatanya tetap saja anggaran MPN kurang. Bahkan ada beberapa MPN Daerah menadah dana Ikatan Notaris Indonesia (INI). Salah satu yang disebut sumber hukumonline  adalah MPN Daerah Jakarta Selatan.

 

Bari sendiri tidak menyangkal kebenaran sinyalemen tersebut. Ia menegaskan sejatinya MPN dilarang menerima dana dari organisasi notaris. Sebab notaris adalah obyek pemeriksaan MPN. Kami sudah memberikan surat teguran, jelas pria berusia 59 tahun itu.

 

Terpisah, Ketua Bidang Pembinaan INI Badar Baraba menolak berkomentar soal pemberian uang dari INI ke MPN Daerah. Nanti yah, saya cek dulu, ujarnya saat ditanya apakah pemberian itu inisiatif INI atau inisiatif oknum tertentu.

 

Soal penyuapan yang dilakukan notaris, Badar mengaku tidak pernah mengetahui hal itu. Jadi survei KPK tidak benar? Saya tidak bisa berkomentar karena saya tidak tahu, ujarnya berkelit. Namun ia tetap setuju bahwa penyuapan merupakan perbuatan tercela dan dilarang dalam kode etik INI. Jika ada oknum yang melakukan, maka INI akan menjatuhkan sanksi, tegasnya.

 

Tertutupnya daerah 'basah' dalam formasi notaris menjadi celah bagi notaris untuk main mata dengan petugas layanan kenotariatan di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum  Departemen Hukum dan HAM (Ditjen AHU Dephukham). Salah satu daerah yang menjadi incaran notaris adalah DKI Jakarta.

 

Berdasarkan survei integritas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2007 lebih dari 80 persen pengguna layanan –sebagian besar notaris– mengaku pernah mengeluarkan uang pelicin di luar biaya resmi. Biaya liar itu digunakan untuk pengangkatan notaris pertama kali atau perpindahan notaris dari daerah lain ke Jakarta.

 

Biaya itu biasanya diberikan kepada pengambil keputusan, dalam hal ini Direktur Perdata dan Ditjen AHU. Hanya, inisiatif tidak selalu datang dari penentu kebijakan. Biasanya, permintaan biaya tambahan itu tidak diutarakan secara terang-terangan. Notaris  sendiri yang berinisiatif. Tahu sama tahu lah, kata Dian Patria, Fungsional Direktorat Litbang KPK saat dihubungi hukumonline, Senin (19/5).

 

Kondisi itu membuat KPK gerah. Makanya laskar anti korupsi ini merekomendasikan kepada Ditjen AHU untuk melakukan pelayanan secara transparan dan satu pintu. Tujuannya, supaya pengguna layanan tidak bertemu langsung dengan petugas. Sebab intensitas pertemuan menimbulkan peluang besar terjadinya suap. Kalau yang mengurus sudah masuk ke ruangan, peluang untuk suapnya lebih besar, ujar Patria.

Halaman Selanjutnya:
Tags: