Demikian diungkapkan Krissantono, Ketua Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) ketika ditemui hukumonline. Krissantono menanggapi putusan sela majelis hakim PN Jakarta Selatan yang menolak surat dakwaan jaksa penuntut umum. Alasan majelis hakim, pertimbangan hasil penyidikan terhadap terdakwa Zainal Agus dilakukan TGPTPK yang telah dibubarkan MA.
Jadi sekarang ini, menurut Krissantono, target TGPTPK adalah mengajukan ke meja hijau hakim-hakim terindikasi korupsi. "Karena untuk memberantas korupsi yang sudah merajalela, kita harus membersihkan dahulu aparat peradilan," ujar Krissantono.
Krisssantono mengakui bahwa TGPTPK memang sudah memprediksi putusan PN Jakarta Selatan terhadap terdakwa Zainal Agus yang juga adalah seorang hakim tinggi yang diperbantukan di MA. "Dan kami minta kepada JPU untuk melakukan upaya perlawanan (verzet) terhdap putusan sela tersebut," cetus Krissantono.
Ia juga mengemukakan bahwa terhadap kasus-kasus korupsi lain yang disidik TGPTPK, akan berakhir sama dengan kasus Zainal Agus. Alasannya, putusan sela PN Jakarta Selatan tidak lebih dari upaya lembaga peradilan membela korpsnya.
Tidak punya dasar
Sementara itu, anggota TGPTPK yang lain menanggapi kritis pertimbangan majelis PN Jakarta Selatan yang menyebutkan bahwa eksistensi TGPTPK selama 90 hari sejak pembubaran TGPTPK dianggap hanya bersifat administrasi. "Itu tidak punya dasar," ujar Hamid Khalid yang juga anggota TGPTPK kepada hukumonline.
Hamid berpendapat bahwa seharusnya hakim membaca dengan teliti dan serius putusan judicial review Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan PP No. 19 Tahun 2000.
Isinya, kalau dalam 90 hari sejak diterima putusan judicial review pemerintah tidak mencabut PP tersebut, maka TGPTPK masih berkekekuatan hukum. "Jadi tidak beralasan majelis hakim mengatakan sejak TGPTPK dibatalkan, bersifat administratif," jelas Hamid.