KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketentuan Eksekusi Agunan pada Perusahaan Pembiayaan

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Ketentuan Eksekusi Agunan pada Perusahaan Pembiayaan

Ketentuan Eksekusi Agunan pada Perusahaan Pembiayaan
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ketentuan Eksekusi Agunan pada Perusahaan Pembiayaan

PERTANYAAN

Sehubungan dengan telah diterbitkannya POJK No. 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen & Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, di dalam Pasal 65 tertulis bahwa:

  1. Dalam hal Konsumen tidak dapat menyelesaikan kewajiban dalam jangka waktu tertentu setelah dilakukan pengambilalihan atau penarikan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4), PUJK yang akan melakukan penjualan agunan wajib melalui:
    1. pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; dan/atau
    2. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara PUJK dan Konsumen jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.
  2. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait agunan.

Terkait dengan isi pasal tersebut berikut pertanyaan kami:

  1. Apakah perusahaan pembiayaan boleh menggunakan dua cara tersebut dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari debitur?
  2. Apakah perusahaan pembiayaan harus membuatkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh debitur secara terpisah terkait cara penjualan yang akan digunakan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam konteks pembiayaan, yang dimaksud dengan agunan adalah jaminan dari debitur atas penyaluran pembiayaan yang berguna untuk menjamin pelunasan pembiayaan dalam hal debitur wanprestasi.

    Lalu, dalam hal debitur tidak dapat menyelesaikan kewajiban dalam jangka waktu tertentu setelah dilakukan pengambilalihan atau penarikan agunan, perusahaan pembiayaan yang akan melakukan penjualan agunan wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 65 POJK 22/2023. Bagaimana bunyi ketentuan selengkapnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

     

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, sebaiknya kita ketahui terlebih dahulu pengertian dari jaminan dan agunan.

    KLINIK TERKAIT

    5 Jenis dan Contoh Jaminan Kebendaan

    5 Jenis dan Contoh Jaminan Kebendaan

    Pengertian dan Istilah Jaminan dan Agunan

    Pada dasarnya, penggunaan istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam praktik perbankan istilah tersebut dibedakan. Dalam ranah perbankan, istilah jaminan mengandung arti kepercayaan atau keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan agunan diartikan sebagai barang atau benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah.[1]

    Kata jaminan merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Belanda “zekerheid” atau “cautie” yang mencakup secara umum tentang cara-cara kreditur menjamin dipenuhi tagihannya dan mengatur pertanggungjawaban umum debitur terhadap barang-barangnya.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Kemudian, menurut M. Bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.[3] Adapun menurut Sutarno, jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk dituangkan yang diikat dengan janji sebagai pembayaran utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur dan debitur.[4]

    Adapun, dalam konteks pembiayaan, yang dimaksud dengan agunan adalah jaminan dari debitur atas penyaluran pembiayaan yang berguna untuk menjamin pelunasan pembiayaan dalam hal debitur wanprestasi.[5]
    Ketentuan Eksekusi Agunan pada Perusahaan Pembiayaan

    Menyambung pertanyaan Anda, mengenai bunyi Pasal 65 POJK 22/2023 adalah sebagai berikut:

    Pasal 65 ayat (1)

    Dalam hal Konsumen tidak dapat menyelesaikan kewajiban dalam jangka waktu tertentu setelah dilakukan pengambilalihan atau penarikan agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (4), PUJK yang akan melakukan penjualan agunan wajib melalui:

    1. pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; dan/atau
    2. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan antara PUJK dan Konsumen jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

    Pasal 65 ayat (2)

    Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait agunan.

    Dari bunyi pasal di atas, perlu diketahui bahwa pelaku usaha jasa keuangan (“PUJK”) adalah:[6]

    1. Lembaga Jasa Keuangan (“LJK”) dan/atau pihak yang melakukan kegiatan usaha penghimpunan dana, penyaluran dana, dan/atau pengelolaan dana di sektor jasa keuangan; dan
    2. pelaku usaha jasa keuangan lainnya, baik yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

    Adapun PUJK terdiri atas LJK yang meliputi salah satunya perusahaan pembiayaan.[7] Sedangkan konsumen adalah setiap orang yang memiliki dan/atau memanfaatkan produk dan/atau layanan yang disediakan oleh PUJK.[8]

    Kemudian, pada dasarnya pengambilalihan atau penarikan agunan oleh PUJK wajib

    memenuhi ketentuan bahwa:[9]

    1. konsumen atau debitur terbukti wanprestasi;
    2. konsumen atau debitur sudah diberikan surat peringatan; dan
    3. perusahaan pembiayaan memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.

    Dalam hal terjadi eksekusi agunan, maka perusahaan pembiayaan wajib menjelaskan kepada debitur informasi mengenai:[10]

    1. outstanding pokok terutang;
    2. bunga yang terutang;
    3. denda yang terutang;
    4. biaya terkait eksekusi agunan; dan
    5. mekanisme penjualan agunan dalam hal debitur tidak menyelesaikan kewajibannya.

    Selanjutnya, pengambilalihan atau penarikan agunan tersebut wajib dituangkan dalam berita acara pengambilalihan atau penarikan agunan, sebagaimana diatur oleh Pasal 64 ayat (4) POJK 22/2023 yang disebut dalam Pasal 65 ayat (1) di atas.

    Untuk menjawab pertanyaan Anda yang pertama mengenai apakah perusahaan pembiayaan boleh menggunakan dua cara tersebut dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari debitur, kami mengasumsikan bahwa yang Anda maksud adalah penjualan agunan melalui pelelangan umum dan penjualan agunan di bawah tangan.

    Menurut hemat kami, baik dalam Pasal 65 ayat (1) POJK 22/2023 dan Pasal 51 ayat (1) POJK 35/2018, terdapat kata penghubung (term) dan/atau untuk menyebutkan eksekusi atau penjualan agunan wajib dilaksanakan melalui pelelangan umum dan/atau penjualan agunan di bawah tangan. Term dan/atau dapat diartikan sebagai tiga alternatif dengan dua kalkulasi, seperti ‘ayah dan/atau ibu harus menghadiri rapat’ sama dengan ‘ayah atau ibu, atau keduanya’.[11] Term dan/atau ini juga umumnya digunakan dan dimaksudkan untuk menyatakan proposisi, baik dalam konjungtif maupun disjungtif, misalnya “dipidana penjara dan/atau denda”, konjungtifnya penjara dan denda, dan disjungtifnya adalah penjara atau denda.[12]

    Oleh karena itu, menurut hemat kami, perusahaan pembiayaan dapat saja menjual atau mengeksekusi suatu agunan dengan menggunakan dua cara tersebut, yaitu melalui pelelangan umum dan penjualan di bawah tangan, tergantung pada jenis jaminannya.

    Baca juga: Ini 3 Mekanisme Eksekusi Jaminan Kebendaan!

    Dengan catatan bahwa ketentuan mengenai eksekusi agunan tersebut dicantumkan di dalam perjanjian pembiayaan dan dijelaskan kepada debitur jika terjadi eksekusi agunan.[13]

    Kemudian, haruskah eksekusi atau penjualan agunan dilakukan dengan persetujuan terlebih dahulu dari debitur? Sepanjang penelusuran kami, Pasal 51 ayat (2) POJK 35/2018 mengatur bahwa pelaksanaan penjualan agunan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan harga perusahaan pembiayaan dengan debitur sebelum dijual, dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh perusahaan pembiayaan kepada debitur dan diumumkan paling sedikit dalam dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan.

    Sementara, penjualan agunan melalui pelelangan umum dapat dilakukan antara lain melalui penjualan di muka umum dan penjualan melalui keperantaraan kantor lelang. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 65 ayat (1) huruf a POJK 22/2023.

    Dalam melaksanakan lelang atau eksekusi agunan, misalnya pada jaminan fidusia disarikan dari artikel Cara Eksekusi Jaminan Fidusia Jika Debitur Wanprestasi, debitur berhak mengeksekusi jaminan fidusia jika:

    1. wanprestasi atau cidera janji tidak ditentukan sepihak, melainkan berdasarkan kesepakatan antara kreditur dengan debitur; atau
    2. telah dilakukan upaya hukum tertentu yang menentukan telah terjadinya wanprestasi atau cidera janji.

    Jika kreditur dan debitur tidak sepakat mengenai telah terjadinya wanprestasi dan debitur keberatan menyerahkan objek jaminan fidusia secara sukarela, maka kreditur tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.

    Lebih lanjut dijelaskan di dalam Pasal 64 ayat (2) POJK 22/2023, bahwa dalam hal terbukti wanprestasi, maka penentuan dilakukan melalui:[14]

    1. kesepakatan tertulis para pihak yang di dalamnya terdapat penyerahan secara sukarela terhadap objek yang menjadi jaminan;
    2. putusan pengadilan atau LAPS Sektor Jasa Keuangan; dan/atau
    3. mekanisme lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Dengan demikian, persetujuan dari debitur dalam eksekusi agunan dilakukan dalam hal penentuan wanprestasi, kesepakatan harga pada penjualan di bawah tangan, dan ketentuan eksekusi agunan yang dilakukan ketika penandatanganan perjanjian pembiayaan.

    Ketentuan Kesepakatan Tertulis Para Pihak

    Menjawab pertanyaan Anda yang kedua mengenai apakah perusahaan pembiayaan harus membuatkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh debitur secara terpisah terkait cara penjualan yang akan digunakan, pada dasarnya ketentuan mengenai eksekusi agunan pada perusahaan pembiayaan dicantumkan di dalam perjanjian pembiayaan dan dijelaskan kepada debitur jika terjadi eksekusi agunan.[15]

    Selain itu, terdapat pula ketentuan mengenai kesepakatan tertulis para pihak sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a POJK 22/2023 bahwa dalam hal debitur terbukti wanprestasi, maka penentuannya dilakukan salah satunya melalui  kesepakatan tertulis para pihak yang di dalamnya terdapat penyerahan secara sukarela terhadap objek yang menjadi jaminan.[16]

    Lalu, kesepakatan tertulis para pihak yang di dalamnya terdapat pernyataan yang memuat konsumen telah wanprestasi dan pernyataan penyerahan agunan secara sukarela oleh konsumen. Hal ini dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 64 ayat (2) huruf a POJK 22/2023.

    Lebih lanjut, perusahaan pembiayaan wajib memiliki pedoman internal eksekusi agunan. Kemudian, Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk meminta perusahaan pembiayaan untuk menyesuaikan pedoman internal mengenai eksekusi agunan.[17]

    Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan sebagaimana diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan;
    2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan;

    Referensi:

    1. A’an Efendi & Dyah Ochtorina Susanti. Makna dan Problematik Penggunaan Term “Dan”, “Atau”, “Dan/Atau”, “Kecuali”, dan “Selain” dalam Undang-Undang. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 17 No. 4 Desember 2020;
    2. Ahmad Musadad. Hukum Jaminan: Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Malang: Literasi Nusantara, 2020;
    3. Anthonius Adhi Soedibyo. Hukum Jaminan: Dasar-dasar Mengenai Jaminan. Yogyakarta: Jejak Pustaka, 2023.

    [1] Ahmad Musadad. Hukum Jaminan: Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Malang: Literasi Nusantara, 2020, hal. 20

    [2] Anthonius Adhi Soedibyo. Hukum Jaminan: Dasar-dasar Mengenai Jaminan. Yogyakarta: Jejak Pustaka, 2023, hal. 1

    [3] Anthonius Adhi Soedibyo. Hukum Jaminan: Dasar-dasar Mengenai Jaminan. Yogyakarta: Jejak Pustaka, 2023, hal. 16

    [4] Ahmad Musadad. Hukum Jaminan: Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam. Malang: Literasi Nusantara, 2020, hal. 21

    [5] Penjelasan Pasal 17 huruf b Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (“POJK 35/2018”)

    [6] Pasal 1 angka 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (“POJK 22/2023”)

    [7] Pasal 2 huruf a ke-7 POJK 22/2023

    [8] Pasal 1 angka 3 POJK 22/2023

    [9] Pasal 64 ayat (1) POJK 22/2023 dan Pasal 50 ayat (1) POJK 35/2018

    [10] Pasal 50 ayat (4) POJK 35/2018

    [11] A’an Efendi & Dyah Ochtorina Susanti. Makna dan Problematik Penggunaan Term “Dan”, “Atau”, “Dan/Atau”, “Kecuali”, dan “Selain” dalam Undang-Undang. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 17 No. 4 Desember 2020, hal. 399

    [12] A’an Efendi & Dyah Ochtorina Susanti. Makna dan Problematik Penggunaan Term “Dan”, “Atau”, “Dan/Atau”, “Kecuali”, dan “Selain” dalam Undang-Undang. Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 17 No. 4 Desember 2020, hal. 399 – 400

    [13] Pasal 34 ayat (1) huruf o dan Pasal 50 ayat (4) huruf e POJK 35/2018

    [14] Pasal 64 ayat (2) POJK 22/2023

    [15] Pasal 34 ayat (1) huruf o dan Pasal 50 ayat (4) huruf e POJK 35/2018

    [16] Pasal 64 ayat (2) POJK 22/2023

    [17] Pasal 49 ayat (1) dan (2) POJK 35/2018

    Tags

    jaminan
    perusahaan pembiayaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!