Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas
Yang dimaksud dengan penyandang disabilitas berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 8/2016 adalah:
Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Siapa yang bertanggung jawab dan memiliki otoritas untuk pemenuhan hak penyandang disabilitas? Pasal 27 ayat (1) UU 8/2016 menyatakan bahwa:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi tentang pelaksanaan Penghormatan, Pelindungan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
Banyaknya organisasi atau komunitas peduli disabilitas merupakan langkah kepedulian masyarakat terhadap para penyandang disabilitas. Perlu disadari bersama bahwa komunitas atau organisasi merupakan suatu wadah bagi masyarakat umum untuk melibatkan diri dalam forum-forum kepemerintahan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui kegiatan advokasi serta turut mengawasi penerapan dan terealisasinya aturan yang telah dibentuk oleh pemerintah untuk pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Maka, sudah sepatutnya masyarakat dapat memberi kontribusi berupa dukungan materil maupun immateril kepada komunitas atau organisasi yang mewakili suara para penyandang disabilitas atau masyarakat yang memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas.
Selain itu, diperlukan juga komitmen yang lebih giat lagi oleh pemerintah dan masyarakat agar penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan dan hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya.
Trotoar sebagai Hak Aksesibilitas
Masyarakat dapat menuntut kepada pemerintah atas tidak dipenuhinya hak penyandang disabilitas, seperti terhadap fasilitas publik, seperti trotoar yang tidak ramah bagi penyandang disabilitas.
Hak ini sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf m UU 8/2016 yang menerangkan bahwa salah satu hak penyandang disabilitas adalah hak atas aksesibilitas.
Aksesibilitas yang dimaksud adalah sesuai dengan bunyi Pasal 1 angka 8 UU 8/2016:
Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan.
Ketentuan pasal tersebut juga terkait dengan Pasal 18 huruf a UU 8/2016 yang menyatakan, hak aksesibilitas untuk penyandang disabilitas meliputi hak mendapatkan aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik.
Maka sudah jelas dasar hukum yang menguatkan hak penyandang disabilitas untuk aksesibilitas dalam menggunakan fasilitas umum, seperti trotoar.
Untuk memperjelas posisi pemerintah dan pemerintah daerah dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas, khususnya pada hak aksesibilitas terhadap trotoar, patut diperhatikan pula Pasal 97 dan Pasal 101 ayat (1) UU 8/2016:
Pasal 97 UU 8/2016
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin infrastruktur yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas.
Infrastruktur yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
bangunan gedung;
jalan;
permukiman; dan
pertamanan dan permakaman
Pasal 101 ayat (1) UU 8/2016
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan fasilitas untuk pejalan kaki yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas.
Yang dimaksud dengan “fasilitas untuk pejalan kaki yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas” merupakan prasarana moda transportasi yang penting, antara lain, trotoar dan penyeberangan jalan di atas jalan, pada permukaan jalan, dan di bawah jalan.
[1]
Peraturan Daerah Terkait
Kewajiban ini juga sebenarnya sudah tercermin dalam berbagai peraturan daerah.
Maka, sudah jelas bahwa pemerintah dan pemerintah daerah memiliki kewajiban dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas, terutama dalam pemenuhan hak aksesibilitas, seperti trotoar.
Dengan demikian, menurut hemat kami, penyandang disabilitas jelas dapat menuntut pemerintah daerah atas trotoar yang tidak ramah bagi penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas dapat melaporkan permasalahan ini kepada penyedia layanan masing-masing pemerintah daerah.
Cara pelaporan kepada masing-masing pemerintah daerah berbeda-beda. Ada pemerintah daerah yang sudah memiliki aplikasi khusus untuk melakukan laporan.
Misalnya, pemerintah Kota Bandung sudah menyediakan prosedur pelaporan melalui
lapor.go.id atau pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang sudah menyediakan
hotline pengaduan melalui 021-3844-444.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
lapor.go.id, diakses pada 25 September 2020, pukul 17.58 WIB.
[1] Penjelasan Pasal 101 ayat (1) UU 8/2016