Perlukah Persetujuan Istri untuk Menjual Harta Warisan?
PERTANYAAN
Apabila seorang suami jadi ahli waris tunggal, kemudian mau menjual tanah tersebut, apakah diperlukan persetujuan dari isterinya? Padahal tanah tersebut berasal dari tanah warisan.
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apabila seorang suami jadi ahli waris tunggal, kemudian mau menjual tanah tersebut, apakah diperlukan persetujuan dari isterinya? Padahal tanah tersebut berasal dari tanah warisan.
Berdasarkan Pasal 35 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), harta benda yang diperoleh masing-masing suami istri sebagai hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang tidak ditentukan lain oleh suami dan istri tersebut.
Pasal 35 UU Perkawinan:
“Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”
Ini berarti bahwa atas harta yang diperoleh sebagai warisan oleh si suami, si suami berhak untuk melakukan tindakan hukum apapun, selama suami dan istri tersebut tidak memperjanjikan yang lain. Oleh karena itu, suami tidak perlu meminta izin dari istrinya untuk menjual tanah yang diwariskan kepada suami selama suami dan istri tidak memperjanjikan bahwa persetujuan dibutuhkan dalam hal melakukan tindakan hukum atas harta dari warisan.
Mengenai harta dalam perkawinan, Sayuti Thalib dalam bukunya yang berjudul Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal. 83) juga mengatakan hal yang serupa bahwa ada yang dinamakan harta yang diperoleh dalam perkawinan tetapi berasal dari warisan.
Sayuti Thalib, sebagaimana kami sarikan, menjelaskan bahwa ada 3 (tiga) cara penggolongan harta suami-istri, yaitu:
1. Dilihat dari sudut asal usulnya harta suami istri itu:
a. Harta masing-masing suami istri yang telah dimilikinya sebelum mereka kawin baik berasal dari warisan, hibah, atau usaha mereka sendiri-sendiri atau dapat disebut sebagai harta bawaan.
b. Harta masing-masing suami istri yang dimilikinya sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan, tetapi diperolehnya bukan dari usaha mereka baik seorang-seorang atau bersama-sama, tetapi merupakan hibah, wasiat atau warisan untuk masing-masing.
c. Harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang mereka atau disebut harta pencaharian.
2. Dilihat dari sudut penggunaan, maka harta ini dipergunakan untuk:
a. Pembiayaan untuk rumah tangga, keluarga dan belanja sekolah anak-anak.
b. Harta kekayaan yang lain.
3. Dilihat dari sudut hubungan harta dengan perorangan dalam masyarakat, harta itu akan berupa:
a. Harta milik bersama.
b. Harta milik seseorang tetapi terikat kepada keluarga.
c. Harta milik seseorang dan pemilikan dengan tegas oleh yang bersangkutan.
Jadi pada dasarnya, atas harta yang diperoleh sebagai warisan, baik sebelum maupun sesudah perkawinan, masing-masing suami istri berhak untuk melakukan tindakan hukum apapun karena harta tersebut berada di bawah penguasaannya. Sehingga si suami tidak perlu meminta persetujuan istri untuk menjual tanah tersebut.
Akan tetapi, jika telah diperjanjikan bahwa dibutuhkan persetujuan pasangan dalam hal melakukan tindakan hukum atas harta yang berasal dari warisan, maka si suami harus meminta persetujuan istrinya.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?