Hubungan Hukum antara Sopir Taksi dengan Pengelola
Hubungan hukum antara sopir taksi dengan koperasinya dimungkinkan terjadi dalam dua bentuk, yaitu:
- mitra kerja; dan
- karyawan/buruh.
Karena dalam pertanyaan Anda menjelaskan bahwa pendapatan Anda menurun, kami asumsikan Anda tidak memiliki gaji tetap dari koperasi, melainkan bagi hasil dari pendapatan penumpang.
Dengan demikian, kami dapat simpulkan bahwa hubungan Anda dengan koperasi merupakan mitra kerja yang didasarkan pada perjanjian kemitraan (partnership agreement).
Ketentuan umum perjanjian kemitraan tunduk pada Pasal 1338 jo. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Sedangkan ketentuan khususnya, bisa merujuk pada ketentuan persekutuan perdata dalam Pasal 1618 s.d. Pasal 1641 KUH Perdata, yakni hubungan hukum para pihak antara mitra satu dengan mitra lainnya dengan memasukkan suatu “modal” sebagai “seserahan” (inbreng), dengan keuntungan dibagi antar mereka.
Penjelasan dan pengertian lebih lanjut mengenai ‘mitra kerja’ dapat Anda simak dalam artikel Sopir Taksi, Karyawan atau Mitra Usaha?
Pembentukan Serikat Pekerja/Buruh dalam Hubungan Kemitraan
Adapun pengertian serikat pekerja/serikat buruh berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (“UU 21/2000”) adalah sebagai berikut:
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh pekerja/buruh di perusahaan guna melindungi hak-hak dari para pekerja/buruh yang didasarkan pada hubungan kerja.
Namun dalam kasus Anda, hubungan hukum antara para sopir taksi dengan koperasi sendiri merupakan mitra kerja yang tunduk pada KUH Perdata, bukan sebagai pekerja.
Sehingga untuk membentuk kelompok atau organisasi guna memperjuangkan hak-hak para sopir taksi, Anda tak perlu merujuk syarat-syarat pembentukan serikat pekerja/serikat buruh dalam UU 21/2000.
Sebagai gantinya, Anda dapat mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (“UU Ormas”) dan perubahannya. Organisasi tersebut dapat mencakup para sopir taksi di bawah tiga koperasi berbeda, sebagaimana yang Anda maksud.
Mengingat perhatian utama Anda berkaitan dengan persaingan dengan pihak ketiga (taksi online), hal ini dapat diakomodasi melalui salah satu fungsi organisasi kemasyarakatan menurut Pasal 6 huruf a UU Ormas, yaitu sebagai penyalur kegiatan sesuai dengan kepentingan anggota dan/atau tujuan organisasi.
UU Ormas sendiri pada dasarnya tidak merinci mengenai ada tidaknya biaya yang perlu dikeluarkan dalam pendirian organisasi. Di sisi lain, belum ada peraturan khusus yang mengatur pembentukan kelompok/organisasi sopir taksi dalam statusnya sebagai mitra.
Namun demikian, Anda dapat mengantisipasi sejumlah biaya lain yang perlu dikeluarkan, seperti biaya jasa notaris.
Lebih lanjut, pilihan dan tata cara pendirian organisasi masyarakat dapat Anda baca pada artikel Pilihan Badan Hukum untuk Organisasi Non Profit.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017.