Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Fungsi Ombudsman
Menurut Pasal 6
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia (“UU Ombudsman”), Ombudsman berfungsi untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Selanjutnya, Pasal 7 huruf d UU Ombudsman menyatakan bahwa salah satu tugas Ombudsman adalah melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Investigasi atas Prakarsa Sendiri
Dugaan maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang diduga dilakukan oleh terlapor.
[1]
Maladministrasi merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
[2]
Atas dugaan maladministrasi dalam kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman melakukan investigasi atas prakarsa sendiri, yaitu bentuk penyelesaian laporan yang dilakukan tanpa didahului dengan proses verifikasi syarat formil.
[3]
Investigasi tersebut terdiri atas pemeriksaan inisiatif dan pemeriksaan khusus, yaitu:
[4]Pemeriksaan inisiatif, yaitu yang dilakukan oleh Keasistenan Substansi atau Keasistenan Perwakilan terhadap dugaan maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik yang menjadi perhatian publik, berdampak pada masyarakat dan/atau menimbulkan kerugian materiil dan/atau imateriil.
[5]Pemeriksaan khusus, yaitu yang dilakukan oleh Tim Pemeriksaan Khusus terhadap dugaan maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik yang bersifat mendesak atau lintas sektor atau lintas wilayah.
[6]
Tahapan Investigasi atas Prakarsa Sendiri
Pelaksanaan tahapan investigasi atas prakarsa sendiri mencakup 4 tahap.
[7]
Pertama, tahap pengumpulan informasi yang dilakukan oleh Keasistenan Substansi, Keasistenan Perwakilan, atau Tim Pemeriksaan Khusus terkait peristiwa yang memiliki potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sumber informasi diperoleh dari penyelenggara negara, instansi pusat dan daerah, korporasi, perorangan, media cetak dan/atau media elektronik. Hasil dari pengumpulan informasi dituangkan dalam laporan informasi.
[8]
Kedua, tahap penyusunan laporan informasi yang disusun oleh Keasistenan Substansi atau Keasistenan Perwakilan yang paling sedikit memuat:
[9] Perihal informasi;
Sumber informasi;
Tujuan;
Dasar hukum;
Hasil pengumpulan informasi;
Analisis;
Kesimpulan; dan
Rencana tindak lanjut.
Lebih lanjut, laporan informasi tersebut disampaikan dalam rapat pleno atau rapat perwakilan untuk mendapat persetujuan menjadi dugaan maladministrasi. Jika laporan informasi tidak mendapat persetujuan, laporan tersebut tidak ditindaklanjuti. Jika laporan informasi mendapat persetujuan, Ombudsman menetapkannya menjadi dugaan maladministrasi yang persetujuannya dituangkan dalam berita acara rapat pleno atau rapat perwakilan.
[10]
Ketiga, laporan yang telah disetujui akan diregistrasi sebagai laporan inisiatif oleh unit yang menangani registrasi. Ketua Ombudsman atau Kepala Perwakilan selanjutnya menerbitkan surat perintah tugas untuk melakukan pemeriksaan inisiatif kepada Keasistenan Substansi atau Keasistenan Perwakilan atau dalam hal pemeriksaan khusus kepada Tim Pemeriksaan Khusus.
[11]
Keempat, pemeriksaan yang dilakukan untuk membuktikan adanya maladministrasi dalam laporan inisiatif yang meliputi:
[12] Pemeriksaan dokumen;
Pemeriksaan lapangan;
Pemeriksaan terlapor;
Pemeriksaan saksi;
Pemeriksaan ahli; dan
Pemeriksaan pihak terkait.
Dalam melangsungkan pemeriksaan, Keasistenan Substansi, Keasistenan Perwakilan, atau Tim Pemeriksaan Khusus dapat:
[13]Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari terlapor, saksi, ahli atau pihak lain yang terkait dengan laporan inisiatif.
Memeriksa dan meminta salinan dokumen yang ada pada terlapor, saksi, ahli, atau pihak lain untuk mendapatkan kebenaran atas laporan inisiatif;
Melakukan pemanggilan terhadap terlapor, saksi, ahli dan pihak lain yang terkait dengan laporan inisiatif;
Meminta penjelasan secara tertulis kepada terlapor; dan/atau
Melakukan pemeriksaan lapangan.
Sebagai upaya membuktikan terjadinya maladministrasi, pengumpulan bukti dalam pemeriksaan laporan dapat berupa:
[14]Surat/dokumen
Keterangan:
Terlapor;
Saksi;
Pihak terkait;
Ahli.
Informasi/data elektronik; dan
Barang.
Dinyatakan ditemukan maladministrasi jika dalam pemeriksaan terdapat kesesuaian antara peristiwa/kejadian dengan petunjuk dan alat bukti yang dikumpulkan.
[15]
Setelah dilakukan pemeriksaan, Keasistenan Substansi, Keasistenan Perwakilan, atau Tim Pemeriksaan Khusus menyusun keseluruhan hasil Pemeriksaan dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dengan paling sedikit memuat:
[16]Identitas;
Uraian laporan;
Pemeriksaan yang telah dilakukan;
Analisis peraturan terkait;
Kesimpulan, berupa ditemukan bentuk maladministrasi; dan
Tindakan korektif.
Setelah LAHP ditetapkan, Keasistenan Substansi, Keasistenan Perwakilan, atau Tim Pemeriksaan Khusus menyampaikannya kepada terlapor.
[17]
Penyampaian LAHP kepada terlapor dilakukan untuk tindak lanjut terkait pelaksanaan atas tindakan korektif. Pelaksanaan tindakan korektif wajib disampaikan oleh terlapor dalam bentuk tertulis dan/atau tidak tertulis kepada Ombudsman dalam jangka waktu paling lama 30 hari sejak tanggal diterimanya LAHP. Jika terlapor tidak melaksanakan tindakan korektif, maka Keasistenan Resolusi dan Monitoring mengambil langkah penyelesaian.
[18]
Langkah penyelesaian dilakukan dengan penyusunan rekomendasi oleh Keasistenan Resolusi dan Monitoring yang ditetapkan oleh Ketua Ombudsman melalui rapat pleno, kemudian disampaikan kepada terlapor dan atasan terlapor untuk dilaksanakan, dengan paling sedikit memuat:
[19]Uraian tentang kronologi laporan inisiatif;
Uraian tentang hasil pemeriksaan;
Bentuk maladministrasi yang terjadi; dan
Kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal yang perlu dilaksanakan terlapor, atasan terlapor dan/atau pihak terkait.
Penutupan Laporan Inisiatif
Laporan inisiatif dinyatakan selesai apabila:
[20]LAHP telah ditindaklanjuti oleh terlapor dengan melaksanakan tindakan korektif seluruhnya; atau
telah diterbitkannya rekomendasi.
Sementara itu, laporan inisiatif dapat ditutup dalam hal:
[21]Laporan inisiatif dinyatakan selesai, karena terlapor melaksanakan tindakan korektif seluruhnya;
Rekomendasi telah dilaksanakan; atau
Rekomendasi tidak dilaksanakan dan telah dipublikasikan atau telah dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 11 Peraturan Ombudsman 38/2019
[2] Pasal 1 angka 6 Peraturan Ombudsman 38/2019
[3] Pasal 2 Peraturan Ombudsman 38/2019
[4] Pasal 3 ayat (1) Peraturan Ombudsman 38/2019
[5] Pasal 3 ayat (2) Peraturan Ombudsman 38/2019
[6] Pasal 3 ayat (3) Peraturan Ombudsman 38/2019
[7] Pasal 4 Peraturan Ombudsman 38/2019
[8] Pasal 5 Peraturan Ombudsman 38/2019
[9] Pasal 6 Peraturan Ombudsman 38/2019
[10] Pasal 7 Peraturan Ombudsman 38/2019
[11] Pasal 8 Peraturan Ombudsman 38/2019
[12] Pasal 9 Peraturan Ombudsman 38/2019
[13] Pasal 11 Peraturan Ombudsman 38/2019
[14] Pasal 14 ayat (1) dan (2) Peraturan Ombudsman 38/2019
[15] Pasal 14 ayat (3) Peraturan Ombudsman 38/2019
[16] Pasal 15 ayat (1) dan (2) Peraturan Ombudsman 38/2019
[17] Pasal 15 ayat (6) Peraturan Ombudsman 38/2019
[18] Pasal 16 Peraturan Ombudsman 38/2019
[19] Pasal 17 Peraturan Ombudsman 38/2019
[20] Pasal 19 ayat (1) Peraturan Ombudsman 38/2019
[21] Pasal 19 ayat (2) Peraturan Ombudsman 38/2019