Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Langkah Hukum Jika Dijadikan Emergency Contact Pinjol secara Sepihak

Share
copy-paste Share Icon
Teknologi

Langkah Hukum Jika Dijadikan Emergency Contact Pinjol secara Sepihak

Langkah Hukum Jika Dijadikan <i>Emergency Contact</i> Pinjol secara Sepihak
Rifdah Rudi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Langkah Hukum Jika Dijadikan <i>Emergency Contact</i> Pinjol secara Sepihak

PERTANYAAN

Belakangan ini, viral kasus bos OJK diteror pinjol karena nomornya dijadikan kontak darurat. Biasanya, ketika mengajukan pinjaman pada platform pinjaman online, calon konsumen akan diminta emergency contact.

Pertanyaan saya, apakah pihak pinjaman online wajib mengonfirmasi kesediaan orang yang bersangkutan untuk menjadi emergency contact calon konsumen? Dalam kasus viral yang terjadi, apa langkah hukum yang bisa dilakukan jika seseorang misalnya bos OJK yang jadi emergency contact tidak bersedia dijadikan kontak darurat, namun pengajuan pinjaman online sudah disetujui dan berlangsung?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Emergency contact pada dasarnya bukan unsur minimum dalam perjanjian pinjaman online (“pinjol”) maupun mitigasi risiko. Sehingga seharusnya, pihak penyelenggara pinjol terlebih dahulu harus meminta persetujuan dari pihak emergency contact untuk dicantumkan dalam perjanjian pinjaman.

    Pada kasus yang Anda sampaikan, apabila nasabah pinjol lalai dalam memenuhi kewajibannya, pihak penyelenggara pinjol akan menghubungi pihak emergency contact. Apabila tidak ada konfirmasi kesediaan pihak yang dijadikan sebagai emergency contact, sehingga ia terganggu dan merasa dirugikan, pihak emergency contact dapat melaporkan penyelenggara pinjol ke lembaga terkait dan menggugat pihak penyelenggara secara perdata. Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Adv. Dibyo Aries Sandy, SH. dari Kongres Advokat Indonesia yang dipublikasikan pada 14 Februari 2020.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Hukum Memviralkan Orang yang Berutang di Media Sosial

    Hukum Memviralkan Orang yang Berutang di Media Sosial

    Dasar-dasar Perjanjian

    Sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu kami akan menjelaskan tentang apa itu perjanjian dan pinjaman online (“pinjol”).

    Menurut KUH Perdata, perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.[1] Sebagai salah satu bentuk perikatan, perjanjian dapat dibuat untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Yang dimaksud dengan memberikan sesuatu adalah kewajiban untuk menyerahkan barang yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan. Luas tidaknya kewajibannya tergantung pada persetujuan atau kesepakatannya.[3] Sedangkan berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila tidak memenuhi kewajibannya.[4]

    Dalam membuat perjanjian, para pihak harus memerhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:

    1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
    2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
    3. suatu pokok persoalan tertentu;
    4. suatu sebab yang tidak terlarang.

    Penjelasan selengkapnya mengenai syarat sah perjanjian dapat Anda baca pada artikel Pasal 1320 KUH Perdata tentang Syarat Sah Perjanjian.

    Kemudian, penting untuk diketahui bahwa suatu perjanjian tidak mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.[5]

    Definisi Perjanjian Pinjam Meminjam

    Salah satu bentuk perjanjian adalah pinjam meminjam. Definisi pinjam meminjam menurut Pasal 1754 KUH Perdata adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua. Syaratnya, pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.

    Pinjam meminjam uang pada saat ini bisa dilakukan di berbagai tempat. Tidak jarang syarat dan proses pinjam meminjamnya pun semakin mudah. Ditambah dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, masyarakat pun sudah bisa meminjam uang secara online tanpa perlu mendatangi tempat jasa penyelenggara pinjaman tersebut. Cukup dengan mengakses website atau aplikasi salah satu financial technology (“fintech”), transaksi keuangan seperti pinjaman hingga transfer dana dapat dilakukan dari mana saja dan kapan saja.

    Pinjol atau pinjaman online adalah fasilitas pinjaman uang oleh penyelenggara layanan jasa keuangan yang beroperasi secara online. Adapun dijelaskan menurut Pasal 1 angka 1 POJK 10/2022:

    Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disingkat LPBBTI adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan konvensional atau berdasarkan prinsip syariah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet.

    Sebagaimana telah disebutkan, dalam LPBBTI ini termasuk juga layanan pinjam meminjam uang atau dalam masyarakat juga dikenal pinjol. Sebab, definisi pendanaan dalam POJK 10/2022 adalah penyaluran dana dari pemberi dana kepada penerima dana dengan suatu janji yang akan dibayarkan atau dikembalikan sesuai dengan jangka waktu tertentu.[6]

    Kemudian, penyelenggara LPBBTI adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan LPBBTI baik secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah.[7] Penyelenggara tersebut wajib dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dengan berbentuk perseroan terbatas, yang dalam melaksanakan kegiatan usaha LPBBTI harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).[8]

    Lebih lanjut, menurut Pasal 44 ayat (1) POJK 10/2022, penyelenggara layanan pinjaman online wajib:

    1. menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan;
    2. memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya;
    3. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
    4. memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan jika terjadi kegagalan dalam perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya.

    Aspek Hukum Emergency Contact Pada Pinjol

    Pada saat pengajuan pinjaman online, tidak jarang berbagai website atau aplikasi pinjaman online mensyaratkan kepada calon nasabahnya untuk mencantumkan beberapa nomor emergency contact. Emergency contact atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kontak darurat adalah nomor yang dihubungi apabila terjadi sesuatu hal pada transaksi pinjam meminjam yang sedang berlangsung, misalnya peminjam tidak dapat dihubungi karena kendala dalam pembayaran pinjamannya.[9]

    Kemudian sebagai informasi, menurut Pasal 32 ayat (2) POJK 10/2022, perjanjian pendanaan yang dituangkan dalam dokumen elektronik paling sedikit wajib memuat:

    1. nomor perjanjian;
    2. tanggal perjanjian;
    3. identitas para pihak;
    4. hak dan kewajiban para pihak;
    5. jumlah Pendanaan;
    6. manfaat ekonomi Pendanaan;
    7. nilai angsuran;
    8. jangka waktu;
    9. objek jaminan, jika ada;
    10. biaya terkait;
    11. ketentuan mengenai denda, jika ada
    12. penggunaan Data Pribadi;
    13. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
    14. mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan jika Penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.

    Sehingga, emergency contact sendiri pada dasarnya bukan unsur minimum dalam perjanjian pemberian pinjaman online maupun mitigasi risiko.[10]

    Terkait pertanyaan Anda, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, penyelenggara pinjaman wajib, di antaranya:

    1. memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi, dan validasi yang mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan mengeksekusi data pribadi, data transaksi dan data keuangan yang dikelolanya.
    2. menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfaatan, dan pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang diperoleh oleh penyelenggara berdasarkan persetujuan pemilik data pribadi, data transaksi, dan data keuangan, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Dapat dilihat bahwa ketentuan tersebut menggunakan subjek ‘pemilik data pribadi’, bukan terbatas pada peminjam saja. Berdasarkan hal tersebut, menurut hemat kami seharusnya pihak penyelenggara pinjaman online terlebih dahulu harus meminta persetujuan dari pihak emergency contact.

    Karena, jika nasabah dari pihak penyelenggara pinjaman online tersebut terlambat untuk melakukan pembayaran, maka pihak penyelenggara pinjaman online akan menghubungi pihak emergency contact selaku orang terdekat yang mengenal nasabahnya tersebut. Bisa jadi, pihak emergency contact menjadi terganggu akan hal tersebut, misalnya karena penyelenggara pinjol mengirim pesan singkat yang berisikan ancaman untuk memperingati peminjam agar segera membayar pinjaman, teror secara berkala kepada emergency contact, dan lain-lain. Padahal, jika melihat kedudukannya, pihak emergency contact bukanlah orang yang meminjam uang tersebut.[11]

    Langkah Hukum Jika Menolak Menjadi Emergency Contact

    Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda terkait tidak bersedianya seseorang menjadi emergency contact di saat pengajuan pinjol sudah disetujui dan berlangsung, dalam keadaan ini, kita perlu kembali ke uraian pertama bahwa pihak penyelenggara pinjaman online harus bertanya atau mengonfirmasi kesediaan pihak emergency contact.

    Pada kasus ini, apabila nasabah lalai dalam memenuhi kewajibannya, pihak penyelenggara pinjaman online akan menghubungi pihak emergency contact. Apabila tidak ada konfirmasi kesediaan pihak yang dijadikan sebagai emergency contact, sehingga ia terganggu dan merasa dirugikan, pihak emergency contact dapat melaporkan penyelenggara ke lembaga terkait dan menggugat pihak penyelenggara secara perdata sebagai berikut.

    1. Melaporkan ke Lembaga Terkait

    Sebagai informasi, menurut Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PDP dan Penjelasannya, data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang antara lain adalah nomor telepon seluler dan IP Address, merupakan salah satu data pribadi yang bersifat umum yang dilindungi.

    Penyelenggara fintech yang menggunakan atau memproses data pribadi tanpa persetujuan pemiliknya dapat dikenai sanksi administratif berdasarkan UU PDP dan POJK 10/2022.

    Pihak emergency contact dapat melaporkan kepada OJK jika tidak ada persetujuan pemrosesan data pribadi atau penyelenggara fintech tidak mematuhi prinsip-prinsip sebagaimana diatur di dalam Pasal 44 ayat (1) POJK 10/2022.

    Adapun sanksi administratif bagi penyelenggara fintech tersebut dapat berupa:[12]

    1. peringatan tertulis;
    2. denda, yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
    3. pembatasan kegiatan usaha; dan/atau
    4. pencabutan izin.

    Sanksi administratif tersebut dapat disertai dengan pemblokiran sistem elektronik penyelenggara pinjol.[13]

    Sedangkan dalam UU PDP, pihak emergency contact yang merasa dirugikan dapat melaporkan ke Lembaga Penyelenggaraan Pelindungan Data Pribadi yang ditetapkan oleh presiden.[14] Adapun sanksi administratif yang ditetapkan UU PDP adalah:[15]

    1. peringatan tertulis;
    2. penghentian sementara semua kegiatan pemrosesan data pribadi;
    3. penghapusan atau pemusnahan data pribadi; dan/atau
    4. denda administratif dikenakan paling tinggi 2% dari pendapatan tahunan atau penerimaan tahunan terhadap variabel pelanggaran.[16]

     

    1. Menggugat Secara Perdata

    Salah satu hak subjek data pribadi dalam UU PDP adalah menggugat pengendali data pribadi dan menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data pribadi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.[17]

    Mengatur hal serupa, Pasal 26 ayat (1) UU 19/2016 berbunyi:

    Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

    Dengan demikian, setiap orang yang dilanggar haknya tersebut dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan.[18]

    Untuk mengajukan gugatan atas penyalahgunaan data pribadi, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (“PMH”) dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Mengenai apa itu PMH, dapat Anda baca pada artikel Apa itu Perbuatan Melawan Hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata?

    Baca juga: Perlindungan Data Pribadi dalam Penyelenggaraan Fintech

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    3. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi;
    4. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

    Referensi:

    Melin Simorangkir dan Josep Irvan Gilang. Pelindungan Hukum bagi Emergency Contact dalam Transaksi Pinjaman Online pada Aplikasi Financial Technology. PLEADS, Padjadjaran Law Review, Vol. 10, No. 1, 2022.


    [1] Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)

    [2] Pasal 1233 dan 1234 KUH Perdata

    [3] Pasal 1235 KUH Perdata

    [4] Pasal 1239 KUH Perdata

    [5] Pasal 1321 KUH Perdata

    [6] Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 10/2022”)

    [7] Pasal 1 angka 8 POJK 10/2022

    [8] Pasal 2 jo. Pasal 8 ayat (1) POJK 10/2022

    [9] Melin Simorangkir dan Josep Irvan Gilang. Pelindungan Hukum bagi Emergency Contact dalam Transaksi Pinjaman Online pada Aplikasi Financial Technology. PLEADS, Padjadjaran Law Review, Vol. 10, No. 1, 2022, hal. 3

    [10] Pasal 32 ayat (2) dan Pasal 35 ayat (1) POJK 10/2022

    [11] Melin Simorangkir dan Josep Irvan Gilang. Pelindungan Hukum bagi Emergency Contact dalam Transaksi Pinjaman Online pada Aplikasi Financial Technology. PLEADS, Padjadjaran Law Review, Vol. 10, No. 1, 2022, hal. 3

    [12] Pasal 49 ayat (1) POJK 10/2022

    [13] Pasal 49 ayat (2) POJK 10/2022

    [14] Pasal 58 ayat (1), (2) dan (3)  Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”)

    [15] Pasal 57 ayat (1) dan (2) UU PDP

    [16] Pasal 57 ayat (2) dan (3) UU PDP

    [17] Pasal 12 UU PDP

    [18] Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

    Tags

    pinjol
    pinjaman online

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!