Kasus Persekongkolan Tender e-KTP Belum Berujung
Berita

Kasus Persekongkolan Tender e-KTP Belum Berujung

Astra Graphia berusaha yakinkan MA bahwa pertimbangan hukum PN Jakarta Pusat sudah benar.

HRS
Bacaan 2 Menit
Kasus Persekongkolan Tender e-KTP Belum Berujung
Hukumonline

Proyek triliunan tender e-KTP Tahun 2011-2012 belum juga berujung. Hingga kini masing-masing pihak ngotot mempertahankan pendapat hukum mereka. Jika melihat pandangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), meskipun terjadi dissenting opinion dalam putusan KPPU, PT Astra Graphia Tbk (AG) terbukti bersekongkol dengan Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).

Sebaliknya, AG dan PNRI keberatan dituding bersekongkol. Keberatan mereka diperkuat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 7 Maret 2013. Pengadilan memutuskan AG dan PNRI tidak terbukti melakukan kongkalikong sebagaimana pandangan KPPU. Tak terima dengan putusan inilah KPPU mengajukan kasasi pada 1 April 2013.

AG telah mengajukan kontra memori kasasi pada 4 Juli 2013 lalu. Dalam memori kasasi tersebut, AG berupaya meyakinkan majelis hakim agung untuk menolak memori kasasi KPPU. AG berpandangan bahwa permohonan kasasi KPPU bertentangan dengan Pasal 30 ayat (1) huruf b UU Mahkamah Agung.

Pasal tersebut telah mengatur syarat-syarat perkara yang dapat diajukan kasasi. Alasan kasasi lantaran bersifat faktual dan masalah pembuktian bukanlah ranah kasasi. Hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian dan fakta telah diperiksa secara teliti dan saksama oleh judex factie. Sementara itu, kedudukan Mahkamah Agung adalah sebagai judex juris. Alasan kasasi juga diperkuat dengan Putusan Mahkamah Agung No. 322K/Sip/1958 tertanggal 29 November 1958 dan Putusan Mahkamah Agung No. 616K/Sip/1970.

“Pemohon kasasi (KPPU, red) dalam memori kasasinya secara berulang-ulang hanya masalah bukti berupa kepemilikan sertifikat ISO. Itu telah dipertimbangkan secara teliti oleh judex factie,” tulis kuasa hukum AG Rando Purba dalam berkas kontra memori kasasinya, Senin (08/7).

Pengacara muda dari kantor hukum Ignatius Andy Law Offices ini juga meminta Mahkamah Agung menolak kasasi KPPU lantaran telah salah menerapkan Pasal 79 ayat (2) Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal ini memang melarang tindakan post bidding agar tidak terjadi kongkalikong. Dalam penjelasannya, post bidding adalah tindakan mengubah, menambah, mengganti dan/atau mengurangi Dokumen Pengadaan dan/atau Dokumen Penawaran setelah batas akhir pemasukan penawaran.

Namun, menurut Rando, post bidding tidak selalu serta merta merupakan hasil dari persekongkolan. Untuk menyatakan suatu post bidding adalah bentuk dari persekongkolan, harus dibuktikan telah terjadi komunikasi, pertemuan, kesepakatan, atau pengaturan antara panita dan peserta tender. Sementara itu, hal-hal tersebut tidak dapat dibuktikan KPPU dalam persidangan di komisi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait