Perlunya Kebijakan Anggaran Bidang Hukum yang Lebih Rasional
Kolom

Perlunya Kebijakan Anggaran Bidang Hukum yang Lebih Rasional

Selama dua dasawarsa terakhir, bangsa kita telah mencapai kemajuan signifikan di berbagai sektor. Sayangnya kemajuan serupa tidak dirasakan pada sektor hukum. Banyak yang berpendapat sektor hukum stagnan bahkan mundur.

Bacaan 7 Menit

Hukum dilebur ke dalam fungsi ketertiban dan keamanan yang seharusnya menjadi sub-bagian dari hukum. Mengapa? Karena ketertiban dan keamanan adalah salah satu saja dari tujuan hukum. Jika kita memperhatikan ketertiban dan keamanan tanpa memperhatikan hukum secara keseluruhan, maka yang kita peroleh adalah solusi-solusi pragmatis dan tambal sulam dalam menciptakan ketertiban dan keamanan. Sehingga tujuan lain dari hukum seperti tercapainya keadilan dalam berbagai bidang menjadi kurang diperhatikan.

Argumen lain untuk mendukung fungsi hukum dialokasikan secara terpisah adalah banyaknya Kementerian/Lembaga (K/L) yang memiliki tanggung jawab bidang hukum serta jumlah total alokasi anggaran K/L tersebut. Walaupun penjelasan Pasal 11 ayat 5 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara tidak menyebut fungsi hukum, namun ketentuan tersebut membuka adanya kemungkinan perincian anggaran berdasarkan fungsi lain.

Anggaran bidang hukum dalam APBN kita tersebar di berbagai K/L, mulai dari K/L “kelas berat” dengan anggaran jumbo, sampai dengan “kelas bulu” dengan anggaran mungil. Kejaksaan, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM serta Kepolisian mendapatkan alokasi anggaran cukup besar dan mengalami kenaikan nominal anggaran yang juga besar selama dua dekade ini. Sementara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Yudisial (KY) dan ombudsman mendapatkan alokasi sangat kecil dan tidak mengalami peningkatan kecuali KY yang baru naik dua tahun belakangan.

Hukumonline.com

Melihat perubahan anggaran dari tahun ke tahun sepuluh K/L di atas, beberapa K/L yaitu Kejaksaan, kepolisian, mahkamah agung dan Kumham mengalami peningkatan signifikan. Sebaliknya, lembaga yang memiliki kewenangan kecil dalam kaitan dengan jalannya pemerintahan, mengalami stagnasi dalam periode yang sangat lama. Sulit untuk menanggalkan kesan bahwa proses penganggaran tersebut tidak murni dilakukan melalui suatu proses diskusi yang obyektif dan berlandaskan kebutuhan setiap K/L.

Alokasi anggaran sepuluh K/L bidang hukum pada tahun 2004 sejumlah Rp3 triliun. Jumlah ini kurang dari setengah anggaran Kementerian Kesehatan yang sejumlah Rp6,7 triliun dan sangat jauh di bawah anggaran Kementerian Pendidikan yaitu Rp19,1 triliun. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan nilai nominal anggaran bidang hukum dari jumlah awal pada 2004, yang sangat kecil dibandingkan dengan kementerian kesehatan dan pendidikan, dari Rp3 triliun tersebut menjadi Rp54,7 triliun lebih menunjukkan sebagai langkah awal normalisasi anggaran. Walaupun demikian selama periode dua puluh tahun, anggaran sepuluh K/L hukum terus berada di bawah kedua kementerian tersebut.

Penting untuk diperhatikan bahwa kebutuhan K/L bidang hukum tersebut umumnya mencakup juga biaya operasional dan gedung di seluruh daerah tingkat II di Indonesia khususnya bagi Kejaksaan, Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM serta Kepolisian. Sehingga kenaikan anggaran K/L bidang hukum beberapa tahun terakhir, kemungkinan besar untuk menutupi alokasi pembangunan/perawatan gedung serta fasilitas fisik lainnya.

Selain itu anggaran sepuluh K/L Hukum yang sejumlah Rp54,7 triliun tersebut sangat kecil jika kita bandingkan dengan dengan kenaikan PDB Indonesia sejak 2004 sampai 2023 yang naik lebih dari 400%.

Tags:

Berita Terkait