15 UU Masuk Daftar RUU PPSK, Apa Saja?
Utama

15 UU Masuk Daftar RUU PPSK, Apa Saja?

Sebagian besar UU di sektor keuangan sudah ketinggalan zaman. Sehingga diperlukan penyesuaian dan menciptakan sektor keuangan yang dalam, inovatif, efisien, inklusif dan dapat dipercaya serta kuat dan stabil.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suminto.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suminto.

Pemerintah memutuskan untuk melakukan reformasi sektor keuangan lewat Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). RUU PPSK disusun berdasarkan prinsip omnibus law, yakni sebagai sapu jagat atau suatu undang-undang yang bersentuhan dengan berbagai macam topik dan dimaksudkan untuk mengamandemen, memangkas dan/atau mencabut sejumlah undang-undang lain.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (Dirjen PPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suminto, mengatakan bahwa sektor keuangan Indonesia masih dangkal dan belum seimbang. Hal tersebut menimbulkan persoalan seperti rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang terjangkau, tingginya biaya transaksi di sektor keuangan, terbatasnya instrumen keuangan, rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor dan konsumen, serta kebutuhan penguatan kerangka koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan.

Selain itu, sektor keuangan juga dihadapkan pada disrupsi teknologi yang semakin masif dan dampak perubahan iklim sektor keuangan. Maka dengan mempertimbangkan hal tersebut, diperlukan reformasi pengambangan dan penguatan sektor keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan akses ke jasa keuangan, memperluas sumber pembiayaan jangka panjang, meningkatkan daya saing dan efisiensi, megembangkan insrumen dan memperkuat mitigasi risiko, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen.

Baca Juga:

Reformasi sektor keuangan lewat RUU PPSK pun diharapkan dapat memberikan jalan keluar atas berbagai persoalan yang ada. Apalagi, lanjut Suminto, ketersediaan UU sektor keuangan saat ini banyak yang sudah ketinggalan zaman dan dinilai tidak relate untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di sektor keuangan.

“Diharapkan melalui RUU PPSK akan betul-betul menjadi momentum reformasi sektor keuangan yang signifikan. Dan diharapkan dapat mengaddres kelemahan sektor keuangan yang masih ada,” kata Suminto dalam Konsultasi Publik RUU PPSK yang diselenggarakan Kemenkeu bersama Bank Indonesia dan LPS, Senin (7/11).

RUU P2SK memiliki peran yang sangat penting karena RUU ini akan menjadi momentum reformasi yang luar biasa di sektor keuangan agar kinerja sektor keuangan Indonesia menuju ke arah yang semakin baik, semakin handal dalam melakukan fungsi intermediasi guna mendukung pertumbuhan pembangunan dan pemulihan ekonomi, serta dalam upaya menopang stabilitas sistem keuangan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Suminto menyebut Omnibus Law Keuangan akan merevisi 15 peraturan, yakni UU Perbankan, UU Dana Pensiun, UU Pasar Modal, UU Perdagangan Berjangka Komoditi, UU Bank Indonesia, UU Surat Utang Negara (SUN), UU Lembaga Penjamin Simpanan, dan UU Perbankan Syariah. Kemudian UU Mata Uang, UU Otoritas Jasa Keuangan, UU Lembaga Keuangan Mikro, UU Perasuransian, UU Penjaminan, dan UU Pencegahan Dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan. Adapun usia dari 15 UU tersebut bervariasi, dari usia 30 tahun hingga enam tahun.

“Perlu penguatan koordinasi pengembangann sektor keuangan Indonesia dan penguatan koordinasi dan kerangka penanganan permasalahan perbankan dan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Agar mencapai tujuan yakni sektor keuangan yang dalam, inovatif, efisien, inklusif dan dapat dipercaya serta kuat dan stabil,” tambahnya.

Suminto mengajak kepada semua pihak yang terkait untuk bersama-sama mengawal pembahasan RUU P2SK ini sehingga RUU ini menjadi tonggak reformasi sektor keuangan Indonesia sehingga sektor dan sistem keuangan Indonesia akan menjadi lebih baik dalam menjalankan fungsi intermediasi, semakin efisien dan berdaya saing.

Sebelumnya Direktur Eksekutif Celios (Center of Economic and Law Studies), Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa tarik ulur wewenang dan tumpang tindih antar regulator mengundang pertanyaan, kemana arah pengaturan aset kripto dalam jangka panjang? Sementara jumlah investor aset kripto terus bertambah, dan dikhawatirkan tumpang tindih aturan aset kripto akan memicu pelarian investor kripto ke bursa di luar negeri.

Di saat yang bersamaan dengan pembahasan RUU PPSK, kehadiran Peraturan Bappebti No.8/2021 yang mengatur tentang pedoman penyelenggaraan perdagangan pasar fisik aset kripto di bursa berjangka memerlukan berbagai masukan dari seluruh pemangku kepentingan. Untuk menghindari tumpang tindih pengaturan aset kripto, maka RUU PPSK dan Peraturan Bappebti harus dilakukan harmonisasi.

Bhima mengatakan bahwa, Bappebti sudah memiliki peraturan sebagai payung hukum bursa berjangka aset kripto, maka RUU PPSK idealnya disinkronkan dengan pengaturan di dalam Perba 8/2021 karena sama-sama bicara soal aturan aset kripto.

Tags:

Berita Terkait