3 Poin Diusulkan dalam Perumusan Aturan Kampanye di Media Sosial
Terbaru

3 Poin Diusulkan dalam Perumusan Aturan Kampanye di Media Sosial

Salah satunya platform media sosial yang kerap digunakan untuk kampanye politik perlu membuka informasi tentang siapa target kampanye. Tak hanya regulasi dalam mengatur kampanye pemilu secara komprehensif, tapi juga code of conduct.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Dengan mengajak kalangan masyarakat sipil,” usulnya.

Amalia mengusulkan aturan kampanye politik di media sosial sedikitnya harus memperhatikan 3 hal. Pertama, ada standar transparansi dan akuntabilitas. Misalnya, platform media sosial yang kerap digunakan untuk kampanye politik belum mau membuka informasi tentang siapa target kampanye. Platform media sosial hanya membuka nama pihak pemasang iklan dan biayanya.

“Media sosial harus membuat standar terkait informasi yang perlu dibuka kepada publik,” ujarnya.

Kedua, ketika ditemukan ada konten kampanye yang berbahaya atau ilegal, harus ada upaya untuk cegah agar tidak menjadi viral. Misalnya, konten yang berkaitan dengan Suku, Ras, dan Agama (SARA), lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT), dan menyerang kelompok minoritas. KPU perlu mengatur hal tersebut. Ketiga, mengatur akun resmi peserta pemilu dan jumlah akunnya sesuai dengan kebutuhan peserta kampanye yang bersangkutan.

Orginizing Committee Youth IGF Indonesia, Ellen Kusuma manambahkan, pengguna internet terbesar adalah usia muda. Pengalaman pemilu di Filipina salah satu kandidaat calon Presiden mampu mempengaruhi kalangan pengguna internet melalui kampanye di media sosial. Padahal rekam jejak calon tersebut punya persoalan. Oleh karena itu moderasi konten tak cukup hanya mengandalkan penyelenggara sistem elektronik (PSE).

“Perlu keterlibatan dan kolaborasi berbagai pihak di kalangan masyarakat sipil agar kalangan usia muda bisa terhindar dari hoaks. Media juga punya kewajiban untuk melakukan edukasi,” katanya.

Ellen mengingatkan bagi penyelenggara pemilu yang ingin melakukan moderasi konten di ranah daring, maka para petugasnya baik dari KPU dan  Bawaslu harus mendapat pelatihan dan peningkatan kapasitas. Dengan demikian tidak gagap dalam menangani persoalan yang berkaitan dengan moderasi konten di media sosial.

Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar mengusulkan ada regulasi yang spesifik, komprehensif, dan tegas mengatur kampanye politik peserta pemilu. Misallnya, perlu kesamaan persepsi antara penyelenggara dan peserta pemilu. Sebab di lapangan kerap ditemukan perbedaan defenisi antara sosialisasi dan kampanye pemilu.

“Perlu penegakan sanksi, terutama administratif oleh Bawaslu kepada peserta pemilu yang melakukan pelanggaran,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait