5 Fakta Hukum Seputar ‘Staf Khusus Presiden’
Utama

5 Fakta Hukum Seputar ‘Staf Khusus Presiden’

Staf Khusus dibentuk pertama kali pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri untuk membantu Wakil Presiden. Posisinya tidak pernah sejajar Menteri.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Kepala Staf Kepresidenan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat Menteri. Selain itu ada posisi Staf Khusus KSP yang bertanggung jawab kepada Kepala Staf Kepresidenan. Hak keuangan Staf Khusus KSP ini setingkat dengan Jabatan Pimpinan Tinggi

Madya atau jabatan struktural eselon 1.b.

Menurut Perpres No. 80 Tahun 2015 tentang Besaran Hak Keuangan Bagi Deputi, Staf Khusus, dan Tenaga Profesional pada Kantor Staf Presiden, Staf Khusus KSP menerima Rp36.500.000,- setiap bulan. Hak keuangan bulanan itu sudah termasuk di dalamnya gaji dasar, tunjangan kinerja, dan pajak penghasilan.

Mengacaukan Sistem

Yusril menilai keberadaan Staf Khusus itu tidak jelas landasan konstitusionalnya. Termasuk juga posisi Kepala Staf Kepresidenan. “Dalam praktiknya mengacaukan sistem. UUD tegas mengatakan bahwa Presiden dibantu satu orang Wakil Presiden. Presiden dibantu menteri-menteri negara. Itu sajalah pejabat yang membantu Presiden,” katanya.

Pakar Hukum Tata Negara itu berbagi pengalamannya menjadi Menteri di era Presiden SBY. Para Staf Khusus kerap kali lebih mampu meyakinkan Presiden dibandingkan Menteri. Bahkan Presiden SBY tak segan langsung menjalankan usulan Staf Khusus tanpa melalui Kementerian terkait.

Para Staf Khusus ini juga lebih sering rapat dan berkoordinasi dengan Presiden. “Hampir tiap hari beliau rapat dan memperoleh masukan dari para staf khusus itu. Sementara para Menteri belum tentu bertemu Presiden sebulan sekali kecuali secara tidak langsung dalam rapat kabinet,” ungkap Yusril.

Masalah lainnya adalah surat-surat Presiden yang dibuat Staf Khusus kerap melompati alur birokrasi. Surat menyurat ke negara lain langsung keluar dengan tanda tangan Presiden tanpa prosedur di Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Luar Negeri. “Saya dan Hasan Wirayuda (Menteri Luar Negeri kala itu-red.) sering kaget dengan adanya surat Presiden ke Kepala Negara lain, yang kami baru tahu belakangan,” ungkap Yusril lagi.

Yusril menganggap keberadaan Staf Khusus beserta KSP menambah rumit tumpang tindih tugas pokok serta fungsi dengan Menteri Sekretariat Negara dan Menteri Sekretaris Kabinet. Ketiganya bisa saling bertabrakan dalam menjalankan pembagian tugas dalam skema sekarang. Baginya, hubungan Presiden dengan Menteri Sekretariat Negara ibarat Ketua Umum dengan Sekretaris Jenderal di partai politik.

“Saya kira yang benar itu zaman Bung Karno, hanya ada Sekretaris Negara. Zaman Habibie dan Mega juga betul Mensesneg (Menteri Sekretariat Negara-red.) merangkap Sekkab (Sekretaris Kabinet-red.),” jelasnya. Ia menambahkan bahwa pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, saling tabrakan tugas dan relasi yang agak kacau dialami sekretaris presiden.

Tags:

Berita Terkait