6 Catatan untuk Laporan Tahunan Komnas HAM 2022
Terbaru

6 Catatan untuk Laporan Tahunan Komnas HAM 2022

Mulai dari kebebasan akademik, hak atas ruang hidup, kekerasan terhadap warga Wadas, investasi dan HAM, kebebasan digital, dan reformasi Polri.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Perdana Wiratraman. Foto: CR-27
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang Perdana Wiratraman. Foto: CR-27

Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia  (HAM) telah menyampaikan laporan tahunan 2022 yang isinya memuat situasi HAM dan hasil kerja-kerja Komnas HAM seperti pemantauan, dan mediasi. Atas sejumlah langkah yang telah dilakukan, Komnas HAM pun mengusulkan beberapa langkah pula kepada pemerintah. Kendati demikian, ada sejumlah catatan terhadap laporan Komnas HAM tersebut.

Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Herlambang Perdana Wiratraman menyoroti laporan tahunana Komnas HAM. Setidaknya ada 6 catatan terhadap laporan Komnas HAM. Pertama, laporan itu luput mencermati menurunnya kebebasan akademik sebagai dampak merosotnya kualitas demokrasi di Indonesia. Padahal tahun 2022, kali pertama Indonesia memaparkan persoalan yang dihadapi terkait kebebasan akademik dalam forum Universal Periodic Review (UPR).

“Soal kebebasan akademik tidak ada dalam laporan ini. Ini menjadi tantangan Komnas HAM ke depan dimana tidak mudah melakukan riset karena yang dihadapi tak hanya birokrasi tapi juga represi,” kata Herlambang dalam peluncuran laporan tahunan Komnas HAM tahun 2022, Rabu (12/04/2023).

Baca juga:

Kedua, laporan Komnas HAM menurut Herlambang terbatas memaknai hak atas ruang hidup. Dia melihat, sepanjang 2022 yang terjadi tak hanya perampasan tanah sebagai dampak dari konflik agraria, tapi ketika mengalami penggusuran masyarakat kehilangan ruang hidup. Misalnya, akibat proyek strategis nasional yang dampaknya luas dan sistematik di berbagai daerah.

“Yang disingkirkan tak hanya tanah tapi juga ruang hidup, sehingga pekerjaan dan penghidupan yang layak di desa menjadi hilang,” urainya.

Ketiga, laporan Komnas HAM tidak mengangkat soal ruang hidup warga Wadas yang hilang, serta ganti rugi yang ditawarkan tidak sebanding dengan ruang hidup yang hilang. Laporan Komnas HAM menyebut sejumlah isu dalam kasus Wadas seperti hak atas tanah, penggunaan kekerasan secara berlebihan, akses atas keadilan, hak atas rasa aman, hak atas informasi, dan hak partisipasi dalam pengambilan kebijakan.

Rekomendasi Komnas HAM untuk kasus Wadas antara lain, Polda Jawa Tengah diminta melakukan evaluasi terhadap langkah pengamanan proses pengukuran tanah. Herlambang menyoroti apakah Komnas HAM memantau pelaksanaan rekomendasi itu?. Harusnya, rekomendasi juga mendorong pertanggungjawaban pelanggaran HAM atas penggunaan kekerasan terhadap warga wadas. Laporan itu juga tidak mencatat hilangnya kebebasan digital karena warga Wadas yang menolak tambang mengalami peretasan. Alhasil, warga Wadas tidak dapat mengabarkan peristiwa yang terjadi di sana.

Keempat, dalam laporan tahunan 2022 Komnas HAM menguraikan terkait HAM dan investasi. Herlambang menilai saat ini HAM dihadapkan dengan instrumen omnibus law yang diterbitkan pemerintah antara lain UU Cipta Kerja. Kebijakan itu harusnya dianalisa secara kritis dimana UU itu tujuannya agar HAM menjadi ramah terhadap pasar. Bentuknya antara lain melemahnya partisipasi publik dalam penerbitan izin lingkungan, bank tanah, dan fleksibilitas tenaga kerja.

Kelima, mantan Direktur Pusat Studi Hukum dan HAM (Pusham) Universitas Airlangga itu menyorot kebebasan digital, di mana laporan Komnas HAM memberi penyajian yang cukup baik. Pemerintah mempersenjatai diri menggunakan alat pengintai sebagai strategi untuk melumpuhkan ruang kebebasan sipil. Cara yang dilakukan tidak lagi menggunakan presekusi daring, tapi tentara siber.

Serangan digital yang sifatnya terorganisasi ini sampai sekarang tidak pernah tuntas penegakan hukumnya. Makanya perlu memikirkan tata kelola digital agar berbasis HAM. Keenam, reformasi Polri. Herlambang mengkritik laporan Komnas HAM tidak menjelaskan kenapa reformasi Polri belum mampu menghapus budaya impunitas dan kekerasan.

Menjawab catatan Herlambang, Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, menjelaskan Komnas HAM periode 2022-2027 sudah menetapkan 9 isu prioritas. Meliputi pelanggaran HAM berat, masalah HAM Papua, konflik agraria, kelompok marjinal (disabilitas, pekerja migran, masyarakat hukum adat dan pekerja rumah tangga). Kemudian perlindungan pembela HAM, kebebasan beragama dan berkeyakinan, bisnis dan HAM, antisipasi pemilu 2024 dan pemantauan rencana aksi nasional hak asasi manusia (RANHAM) 2022-2024.

Tapi, 9 isu itu bukan berarti tidak dapat diubah, namun sebagai modal Komnas HAM untuk bekerja dalam periode 5 tahun ke depan. Komnas HAM akan merespon situasi HAM di Indonesia yang dinamis karena tidak ada persoalan HAM yang isunya berhenti hanya dalam satu periode.

“Periode kami melanjutkan langkah yang sudah dilakukan sebelumnya. Bahkan persoalan otoritarianisme orde baru masih jadi PR sampai sekarang,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait