Akibat Penggunaan Midnight Clause yang Keliru dalam Konteks Arbitrase Nasional
Kolom

Akibat Penggunaan Midnight Clause yang Keliru dalam Konteks Arbitrase Nasional

Ketidakjelasan klausul arbitrase karena penggunaan midnight clause bagaimanapun juga tidak menghalangi suatu institusi arbitrase untuk menerima, memeriksa dan memutus permohonan arbitrase yang diajukan oleh pemohon arbitrase.

Bacaan 6 Menit

Di Indonesia, permasalahan dokumen penting yang disembunyikan muncul di dalam ketentuan Pasal 70 UU Arbitrase, dimana tidak akan ada alasan yang demikian jika pilihan hukumnya merujuk kepada negara common law yang mengenal discovery process.

Language of Arbitration

Penggunaan bahasa lain selain Bahasa Indonesia dalam konteks arbitrase nasional dapat menjadi masalah baru. Masalah yang sesungguhnya bukan merupakan merits of the case namun dapat mengganggu bukan hanya memperlambat proses arbitrase bahkan mungkin saja berpengaruh terhadap pelaksanaan putusan arbitrase. Jika para pihak tetap bersikukuh untuk menggunakan bahasa asing dalam semua proses arbitrase termasuk juga putusan arbitrase, maka bisa jadi putusan yang demikian menjadi tidak dapat dieksekusi atau dilaksanakan karena dianggap melanggar UU Arbitrase dan APS, khususnya mengenai penggunaan bahasa Indonesia dalam proses arbitrase nasional.

Pilihan Rules & Procedure dari Institusi Arbitrase yang Berlaku dalam Proses Arbitrase

Sesuai asas party autonomy, para pihak sah-sah saja untuk menentukan sendiri
rules & procedures yang akan diberlakukan manakala terjadi sengketa.
Bila rules & procedures telah disepakati, maka para pihak harus melaksanakannya dengan iktikad baik sesuai asas pacta sunt servanda. Misalnya boleh saja memilih forum Badan Arbitrase Nasional Indonesia dengan menggunakan International Chamber Commerce Rules atau Singapore International Arbitration Centre Rules atau United Nation Comission on International Trade Law Rules.

Namun, yang menjadi catatan penting adalah apakah para pihak benar-benar sudah memahami Rules yang berbeda dengan institusi arbitrase yang disepakati? Apakah pemilihan Rules yang berbeda dengan institusi arbitrase akan juga secara otomatis memberikan manfaat yang dapat diberikan oleh suatu institusi arbitrase, misalnya manfaat dilakukannya proses scrutiny of the award guna memastikan bahwa putusan arbitrase yang dikeluarkan dapat menjadi enforceable?

Lagi-lagi permasalahan yang demikian kerap muncul akibat dari begitu diyakininya suatu midnight clause yang dipahami secara keliru dapat menyelesaikan suatu sengketa. Malah jika pemahaman itu keliru, justru midnight clause itu mungkin saja dapat menjadi masalah baru yang penyelesaiannya akan memakan waktu dan biaya tambahan yang relatif besar.

Prinsip Kompetenz-Kompetenz

Ketidakjelasan klausul arbitrase karena penggunaan midnight clause bagaimanapun juga tidak menghalangi suatu institusi arbitrase untuk menerima, memeriksa dan memutus permohonan arbitrase yang diajukan oleh pemohon arbitrase. Berdasarkan prinsip kompetenz-kompetenz, majelis arbitrase atau arbiter tunggal dapat memutuskan sendiri apakah ia dapat membuat suatu putusan yang pada intinya memberikan wewenang kepada majelis arbitrase untuk menerima, memeriksa dan membuat putusan arbitrase. Tentunya penerapan prinsip kompetenz-kompetenz dimaksud harus didukung dengan adanya petunjuk-petunjuk (circumstantial evidence) dimana petunjuk itu harus lebih dari 1 petunjuk, atau minimal 2 petunjuk.

Ketidakjelasan midnight clause juga pada prinsipnya bisa diperbaiki dengan suatu putusan sela atau bersamaan dengan putusan akhir setelah mendengar dalil-dalil dan bukti-bukti dari para pihak (bukan hanya sekadar berdasarkan asumsi) bahwa maksud para pihak atau latar belakang para pihak dalam mengambil dan menggunakan midnight clause itu karena alasan-alasan tertentu yang dapat digali oleh majelis arbitrase atau arbiter tunggal. Prinsip ini juga dikenal dan diakui secara universal dalam konteks arbitrase.

Jadi, walaupun ketidakjelasan midnight clause pada akhirnya dapat diperbaiki dan diputus agar menjadi jelas oleh majelis arbitrase, namun hal itu tentunya akan memperpanjang waktu proses arbitrase yang ujungnya akan menambah biaya arbitrase. Asas sederhana cepat dan biaya ringan menjadi tidak terpenuhi.

*)Eri Hertiawan adalah advokat di Indonesia, Member pada SIAC Court of Arbitration, Arbiter terdaftar di SIAC, BANI dan LAPS SJK, serta Mediator pada PMN.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait