Akui Minim Sosialisasi, Pemerintah Minta Partisipasi Publik Susun Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Berita

Akui Minim Sosialisasi, Pemerintah Minta Partisipasi Publik Susun Aturan Turunan UU Cipta Kerja

Dalam debat terbuka dengan aktivis mahasiswa, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pemerintah terbuka untuk menerima masukan-masukan dari berbagai pihak untuk penyusunan aturan UU Cipta Kerja yang sejauh ini banyak mendapat kritik.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia.

Pengesahan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menuai pro dan kontra dari publik. Bagi pihak yang kontra, pembahasan UU Ciptaker dinilai memiliki cacat formil, pembahasan terkesan senyap, bahkan beberapa pihak menyebut UU Ciptaker memberikan karpet merah kepada dunia usaha, dengan mengabaikan hak masyarakat dan lingkungan.

Sebagai pihak yang kontra, aktivis mahasiswa Cipayung Plus menyampaikan tantangan debat terbuka kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia. Undangan debat terbuka tersebut dipenuhi oleh Bahlil dan digelar pada Rabu, (4/11).

Dalam debat terbuka itu, sebanyak delapan organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) menyampaikan alasan keberatannya atas UU Cipta Kerja yang dinilai tidak menjawab kebutuhan penciptaan kerja. Di samping itu, pembahasan dan penyusunan UU Ciptaker juga dinilai minim partisipasi publik sehingga tidak transparan.

"UU Cipta Kerja tidak disusun untuk penyelesaian pengangguran. Ini cuma politik hukum dari proyeksi IMF untuk mencapai pertumbuhan ekonomi," kata Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Susanto Triyogo, dalam debat terbuka di Jakarta, Rabu (4/11).  (Baca Juga: 4 Poin Penting Terkait Penegakan Hukum Persaingan Usaha dalam UU Cipta Kerja)

Susanto menilai UU Ciptaker bagai ilusi terhadap investasi. Pasalnya, tren investasi mengalami peningkatan sepanjang 2015-2019, sayangnya tak sebanding dengan serapan tenaga kerja di Indonesia.

"Kami juga melihat untuk masalah birokrasi berputar (berbelit), ada Inpres Nomor 7 Tahun 2019. Naiknya investasi juga belum menjamin penciptaan lapangan kerja," imbuh Susanto.

Menanggapi hal tersebut, Bahlil mengaku kurangnya sosialisasi dalam proses penyusunan UU Ciptaker. Namun dia berharap seluruh elemen masyarakat dapat memberikan masukan terhadap penyusunan 36 Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari UU Ciptaker. Termasuk partisipasi dari rekan-rekan aktivis.

Tags:

Berita Terkait