Pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo yang disampaikan dalam sidang tahunan di gedung MPR/DPR, Selasa (16/8/2022) menyebut pentingnya perlindungan hak sipil masyarakat dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Pernyataan itu mendapat apresiasi dari kalangan DPR dan organisasi masyarakat sipil.
Deputi Direktur International Indonesia, Wirya Adiwena berharap pernyataan itu ditindaklanjuti dengan tindakan nyata. “Kami menyimak dengan baik pidato kenegaraan Presiden Jokowi tahun ini. Semestinya pidato ini menjadi wujud nyata dari sikap negara terhadap rakyatnya, bukan sekedar janji,” kata Wirya dalam keterangannya, Selasa (16/8/2022) kemarin.
Wirya melihat dalam praktiknya selama ini berbeda dengan pernyataan yang disampaikan Presiden Jokowi itu. Komitmen pemerintah melalui kebijakan yang diterbitkan perlu dipertanyakan baik di tingkat legislasi dan penegakan hukum karena masih banyak yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM.
Baca Juga:
- Presiden Jokowi: 5 Agenda Besar Tak Boleh Berhenti
- PPHN Diatur Melalui Tap MPR dengan Konvensi Ketatanegeraan
Kendati dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyebut pemenuhan hak sipil dan praktik demokrasi, hak politik perempuan dan kelompok marjinal, harus terus kita jamin, tapi faktanya pembungkaman kritik dan kriminalisasi terhadap ekspresi damai terus berlanjut. “Sepanjang 2021 saja, Amnesty mencatat ada setidaknya 83 kasus pelanggaran kebebasan berekspresi menggunakan UU ITE dengan total 87 korban,” ujarnya.
Wirya juga menyoroti penggunaan pasal makar untuk mengkriminalisasi penyampaian pendapat politik secara damai juga terus berulang, terutama di daerah Maluku dan Papua. Per Desember 2021, Amnesty mencatat masih ada setidaknya 22 tahanan hati nurani di Maluku dan Papua yang ditahan atas tuduhan makar hanya karena mengekspresikan pendapatnya secara damai.
Awal Desember 2021, ada 8 mahasiswa di Jayapura yang dijadikan tersangka kasus makar hanya karena mengibarkan bendera Bintang Kejora. “Kemerdekaan harus dimaknai lebih. Bukan hanya merdeka dari penjajah, tapi juga merdeka berpendapat, merdeka berekspresi, dan merdeka untuk berkumpul secara damai. Instrumen hukum juga harus mendukung penuh kemerdekaan ini,” ujar Wirya.