Aturan Moratorium Perizinan Hutan Perlu Dirombak dan Diperkuat
Berita

Aturan Moratorium Perizinan Hutan Perlu Dirombak dan Diperkuat

Substansi pengaturan moratorium hutan mesti diubah sedemikian rupa demi mencegah eksploitasi hutan dan kerusakan lingkungan. Moratorium hutan perlu dituangkan dalam regulasi minimal setingkat Perpres.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Selain memperkuat regulasi moratorium hutan, Inda mengusulkan pemerintah untuk mewajibkan pemegang konsesi melakukan pemulihan. Selain itu, harus ada kewajiban pemerintah untuk melakukan evaluasi perizinan. “Tanpa evaluasi dan pemulihan, maka regulasi yang diterbitkan nanti tidak akan berdampak signifikan terhadap perlindungan hutan,” paparnya.

 

Project Manager Kemitraan-Partnership, Abimanyu Sasongko Aji menilai moratorium hutan ini layaknya dijadikan permanen setelah 5 tahun Inpres No.10 Tahun 2011 diterbitkan. Moratorium ini penting untuk melindungi hutan yang masih tersisa. Pelaksanan moratorium juga harus memperhatikan akses masyarakat terhadap hutan melalui skema perhutanan sosial dan hutan adat. “Moratorium ini penting bagi pemerintah untuk melihat kebijakan apa yang diperlukan untuk melindungi hutan,” usulnya.

 

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Teguh Surya menghitung Inpres Moratorium Hutan ini sudah masuk tahun kesembilan dan 4 kali perpanjangan. Sayangnya, setiap kali perpanjangan tidak ada penguatan dari substansi. Tahun 2015 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menurut Teguh berjanji akan memperkuat Inpres dan pembahasannya melibatkan masyarakat sipil. Tapi sampai sekarang janji itu belum terpenuhi.

 

Evaluasi terhadap pelaksanan Inpres ini, menurut Teguh sangat mendesak untuk dilakukan. Sejak 2011 sampai sekarang Teguh mencatat sedikitnya ada 19 Surat Keputusan pelepasan kawasan hutan, dan 9 diantaranya untuk perkebunan sawit. Absennya pengawasan dan penegakkan hukum merupakan titik lemah kebijakan moratorium hutan. “Pemerintah harus melibatkan masyarakat, substansi kebijakan ini harus diperkuat dan tidak memberi celah untuk eksploitasi hutan,” tegasnya.

 

Teguh menghitung ada 43,3 juta hutan sekunder yang tidak dilindungi pemerintah melalui regulasi. Selama ini Inpres Moratorium Hutan memberi celah penerbitan izin. Belum lagi proyek vital nasional dan ketahanan pangan dikecualikan dari kebijakan moratorium ini. Lemahnya peraturan moratorium hutan ini akan membuka kesempatan korporasi untuk melancarkan kepentingannya atas nama lingkungan hidup.

Tags:

Berita Terkait