Banding Ditolak, Pengacara Akil: Hakim Tukang Stempel
Utama

Banding Ditolak, Pengacara Akil: Hakim Tukang Stempel

Kalaupun Akil mengajukan kasasi, pengacara pesimis kasasi akan dikabulkan.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Pengacara Adardam Achyar (kemeja putih, kiri) bersama kliennya Akil Mochtar (kanan). Foto: RES.
Pengacara Adardam Achyar (kemeja putih, kiri) bersama kliennya Akil Mochtar (kanan). Foto: RES.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M Akil Mochtar tetap dihukum seumur hidup di tingkat banding. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding Akil dan Komisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sehingga majelis banding mengambil alih pertimbangan pengadilan tingkat pertama dalam putusannya.

Humas Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Muhammad Hatta mengatakan putusan banding tersebut dibacakan oleh majelis yang diketuai oleh hakim Syamsul Bahri Bapatua. “Putusan (banding) menguatkan putusan tingkat pertama karena (hukuman seumur hidup) dianggap sudah tepat dan benar,” katanya, Selasa (25/11).

Pegacara Akil, Adardam Achyar mengaku dirinya sudah menduga jika Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak akan mengurangi sedikit pun masa hukuman Akil. Ia menganggap sudah menjadi tren, pengadilan tinggi selalu menguatkan putusan-putusan perkara korupsi yang berasal dari penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Makanya saya menjadi kecil hati, apakah ini memang sudah diperiksa dan diadili atau pengadilan tinggi hanya menjadi semacam stempel untuk memberikan penguatan kepada putusan pengadilan tipikor yang perkaranya berasal dari KPK. Kesan saya, hakim-hakim tinggi tidak mau ada masalah dengan KPK,” ujarnya kepada hukumonline.

Padahal, menurut Adardam, ada kekeliruan yang sangat mencolok dari putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Salah satunya mengenai penerimaan hadiah atau janji dalam pengurusan sengketa Pilkada Gunung Mas. Majelis hakim menganggap Akil telah terbukti menerima sesuatu atau janji untuk mempengaruhi putusan Pilkada Lebak.

Sementara, sesuai fakta persidangan, uang Rp3 miliar yang rencananya diberikan kepada Akil masih dalam penguasaan Cornelis Nalau, keponakan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih. Namun, majelis berpendapat Akil telah menerima uang karena Cornelis sudah menaiki mobil Chairun Nisa untuk “mengeksekusi” pemberian uang.

Adardam menilai, pertimbangan itu keliru karena Chairun Nisa sendiri dalam putusannya disebut sebagai perantara dari pihak pemberi. “Ini kan aneh. Chairun Nisa orangnya Hambit yang dimintai tolong oleh Hambit untuk berhubungan dengan Akil, bukan orangya Akil yang disuruh untuk menghubungi Hambit,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait