Batas Waktu Penerbitan Dokumen Kependudukan: Teror Bagi Disdukcapil
Kolom

Batas Waktu Penerbitan Dokumen Kependudukan: Teror Bagi Disdukcapil

​​​​​​​Permendagri 19 Tahun 2018 mengharuskan proses penerbitan dokumen kependudukan dalam rentang waktu 1 sampai 24 jam menjadi ancaman yang nyata bagi seluruh Kepala Disdukcapil di Indonesia. Alih-alih meningkatkan kualitas layanan adminduk, peraturan tersebut berpotensi memperburuk layanan pengurusan dokumen kependudukan.

Bacaan 2 Menit

 

Langkah Strategis

Memberi ancaman sanksi kepada Kepala Disdukcapil tidak akan efektif untuk meningkatkan kualitas layanan penerbitan dokumen kependudukan. Kemendagri perlu mengkaji ulang aturan tersebut dengan melakukan inventarisasi masalah dalam pelayanan dokumen kependudukan di Disdukcapil kabupaten/kota. Langkah berikutnya adalah menjamin bahwa proses penunggalan data dapat dilakukan dengan cepat dan stabil.  

 

Selain itu, Kemendagri perlu memastikan ketersediaan blanko-blanko KTP-el, KK, Akta Kelahiran dan Akta Kematian di seluruh Disdukcapil kabupaten/kota, serta informasi dan bantuan sedari desa bagi penduduk untuk mengisi berbagai formulir dan melengkapi persyaratan.

 

Dalam Pasal 10 Permendagri 19 Tahun 2018, Kemendagri mewajibkan seluruh Disdukcapil kabupaten/kota untuk memberikan layanan jemput bola terhadap penduduk yang mengalami kendala, seperti sakit, kendala aksesibilitas, berada di dalam lembaga pemasyarakatan dan terkendala untuk hadir ke tempat layanan administrasi kependudukan. Melihat akses adalah masalah utama, Pemerintah Pusat perlu mendukung pelaksanaan ini di daerah dengan pedoman yang memadai agar dapat terukur efektivitas dan efisiensinya.

 

Kebijakan juga harus melihat dan mempelajari inisiatif-inisiatif Disdukcapil kabupaten/kota di beberapa wilayah, seperti Aceh Barat, Bima, Lombok Utara, Surakarta, Pasuruan dan lain-lain yang bekerja sama dengan sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Kementerian Dalam Negeri juga perlu mulai menjalin kerja sama dengan kementerian-kementerian terkait untuk menguatkan SIAK dan meningkatkan interoperabilitas data penduduk agar menghasilkan data yang andal, akurat, dan bermanfaat bagi para pembuat kebijakan. Rencana perubahan UU Adminduk dan penerbitan Strategi Nasional (Stranas) Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (PS2H) yang sedang dibahas oleh pemerintah merupakan salah satu peluang untuk perubahan kebijakan yang lebih baik.

 

*)Harriz Jati adalah Peneliti pada Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait