Beragam Tantangan Kapolri Baru
Berita

Beragam Tantangan Kapolri Baru

Mulai sektor reformasi Polri, mengembalikan kepercayaan publik, menghadpai masyarakat berbasis hak asasi manusia, hingga merespon berkembangan dan inovasi teknologi informasi dan komunikasi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Kedua, perlindungan HAM di internal kepolisian, khususnya perlindungan kelompok minoritas seksual. Menurutnya, dalam dua tahun terakhir muncul dua kasus terkait penolakan kelompok minoritas seksual tertentu di internal kepolisian. Menurutnya, penolakan ini telah berujung pada sanksi keras dan tindakan hukum berupa pemecatan dan penahanan terhadap dua aparat kepolisian.  

Dia menilai tindakan tersebut bertentangan dengan semangat dan komitmen Perkap No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, yang menekankan perlindungan kelompok minoritas seperti etnis, agama, penyandang disabilitas, dan orientasi seksual.

Ketiga, penanganan demonstrasi damai (peaceful protest), acapkali kepolisian masih melakukan pengerahan dan penggunaan kekuatan berlebihan (excessive use of force) yang berujung jatuhnya korban. Semestinya Perkap No.1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, cukup menjadi rujukan kepolisian dalam penanganan demonstrasi. Semua tindakan setiap tahapan dilakukan secara terukur dengan mengacu pada tingkat ancaman yang ada.”

Seperti nampak dalam penanganan rangkaian demonstrasi menolak sejumlah produk legislasi bermasalah. Antara lain revisi UU KPK, revisi UU Minerba, hingga pengesahan UU Cipta Kerja. Dalam menangani penolakan UU Cipta Kerja, sekitar 5.918 orang di seluruh Indonesia ditangkap saat berunjuk rasa, berisiko terjadinya penangkapan, penahanan, penyitaan sewenang-wenang. Bu cara-cara kekerasan dan sulitnya akses pemberian bantuan hukum.

Keempat, merespon berkembangan dan inovatifnya teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi internet, sesungguhnya bukanlah instrumen kejahatan yang harus dikhawatirkan. Sebaliknya, sarana yang melahirkan banyak inovasi dan kesempatan. Karena itu, respon legislasi, regulasi, dan tindakan kepolisian pun harus proporsional.

Meski diakui, terdapat dampak negatif seperti berkembangnya cyberterrorism dan berbagai jenis cybercrime. Sedapat mungkin kepolisian melindungi penggunanya, bukan pada jumlah orang yang ditangkap karena dugaan penyalahgunaan. Selama ini, kata Wahyu, muncul banyak gugatan dari publik terutama terhadap tindakan kepolisian yang dinilai mengkriminalisasi terhadap ekspresi yang sah (legitimate expression) dalam medium internet.

Hal itu akibat ketidakjelasan legislasi kejahatan siber di Indonesia yang mencampuradukan antara cyber enabled crime dan cyber dependent crime. Dalam implementasinya kerap multitafsir dan problematis. Karenanya, penting bagi kepolisian ke depan untuk menyiapkan sejumlah panduan teknis yang detail dalam penanganan kejahatan berbasis digital.

“Termasuk di dalamnya potensi eksploitasi secara melawan hukum terhadap data pribadi seseorang,” katanya.

Tags:

Berita Terkait