Beragam Usulan untuk RUU Perampasan Aset
Terbaru

Beragam Usulan untuk RUU Perampasan Aset

Mulai dari status tersangka/terdakwa yang bisa diajukan perampasan aset, hingga kesiapan aparat penegak hukum menjalankan UU Perampasan Aset nantinya.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

“Pembahasan RUU Perampasan Aset perlu pelibatan banyak pihak,” ujar mantan Asisten Umum Jaksa Agung itu.

Advokat sekaligus mahasiswa program doktoral Universitas Borobudur, J Kamal Farza, mengatakan perampasan aset dalam mekanisme hukum pidana selama ini yakni perampasan dilakukan jika ada putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewjisde). Aset belum bisa dirampas jika belum ada putusan berkekuatan hukum tetap, kemudian belum ditemukan asal usul aset tersebut.

Kamal mengingatkan Pasal 28G ayat (1) berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Oleh karena itu mekanisme perampasan dalam RUU harus diubah serta  ada putusan berkekuatan hukum tetap terlebih dulu. Kemudian perlu dicermati juga posisi pihak ketiga beritikad baik.

“Penyidik biasanya menyita saja apa yang dilihat di lapangan, padahal itu ada agunan pihak ketiga yang beritikad baik misalkan pihak bank, ini harus dipikirkan,” urai Kamal.

Menurut Kamal, banyak pihak yang mendukung pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset, tapi yang perlu disapkan terlebih dulu sebelum aturan itu berlaku yakni kesiapan aparat penegak hukum. Mengingat selama ini masyarakat berhadapan dengan aparat penegak hukum yang belum mampu menjalankan tugas sesuai harapan. Selaras itu KPK juga harus dikembalikan sebagaimana tugas dan fungsinya ketika awal dibentuk yakni melakukan pencegahan dan penindakan kepada aparat penegak hukum.

“Ini penting untuk diberreskan terlebih dulu sebelum RUU Perampasan Aset terbit,” usulnya.

Kamal mengingatkan DPR untuk berhati-hati dalam membahas RUU Perampasan Aset karena berkaitan dengan HAM setiap warga negara. Kearifan lokal juga perlu diadopsi, termasuk pengalaman berbagai negara yang sudah lebih dulu memiliki UU Peramapasan Aset. Penolakan sebagian pakar hukum terhadap RUU Perampasan aset karena selama ini banyak aparat penegak hukum yang tidak profesional dalam melakukan perampasan aset.

Perlu juga dibentuk Komisi Penyitaan atau Perampasan Aset sehingga tidak membebankan tugas ini pada aparat penegak hukum seperti jaksa, penyidik dan lainnya. Tugas kepolisian dan jaksa membantu Komisi tersebut. Bahkan perlu juga RUU memandatkan terbentuknya lembaga sertifikasi harta halal.

“Paling penting semangat kita semua sama mau melindungi negara dari kejahatan, tapi jangan kita bikin kejahatan baru secara legal melalui RUU Perampasan Aset,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait