Berbincang tentang Hukum Bersama Gubernur Anies Baswedan: Hukum Harus Realistis!
Profil

Berbincang tentang Hukum Bersama Gubernur Anies Baswedan: Hukum Harus Realistis!

Anies berpandangan bahwa hukum harus menjadi instrumen merangsang perilaku manusia secara realistis dan berperan mengentaskan kesenjangan sosial.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

Ini seperti realitas ada plang larangan berjualan di pinggir jalan, lalu tepat di bawah plang itu ada pedagang kaki lima menggelar lapaknya?

Anda kalau tanya pada rakyat, tanya trotoar itu gunanya untuk apa? Jualan. Sinkronisasi mendasar akan kita lakukan. Terus yang kedua, tadi saya bilang saya membayangkan aturan hukum itu bisa membentuk perilaku. Jadi kalau kita menginginkan berlaku A, B, C, D, E, F, G di kota ini, maka aturannya harus dibuat in accordance to that. Begitu banyak ketidakadilan muncul karena aturannya tidak dipikirkan untuk perilaku.

Terkait gugatan citizen law suit atas kerjasama PDAM dengan perusahaan swasta, Mahkamah Agung sudah menjatuhkan putusan agar kerjasama tidak diteruskan, bagaima sikap Anda soal putusan ini?

Nomor satu soal putusan MA, kita akan taat. Iyalah, mau apa? Kita akan jalankan.

Menghargai putusan pengadilan ya Pak?

Harus dong, masa kita tidak menghargai? Prinsipnya kita akan taat. Tapi ini menarik. Sebenarnya putusan MA itu kalau dilihat line by line bisa menimbulkan diskusi tersendiri. Buat saya nih, saya akan taat putusan MA. Tapi buat saya sekarang, Jakarta ini baru 41% orang yang mendapat air bersih. Saya mau dapat 100%, isunya itu. Isunya bukan soal privat atau publik. Bayangkan, rakyat kecil bayar air Rp20.000 per hari. Kalau Anda tinggal di apartemen Rp140.000 sebulan. Ini ada transformasi, tahun 1970-an atau 1980-an, itu ada gelombang yang menganggap bahwa air itu bisa dikelola lewat partnership antara private and public. Tren itu di seluruh dunia, PPP (Public Private Partnership) untuk air. Jadi Indonesia not the only country yang melakukan PPP untuk air. Itu trennya sedunia. Tahun 2000-an mulai berbalik. Sekarang namanya remunisipalitisasi, itu artinya (pengelolaan) air sekarang dikembalikan ke Pemda. Swastanisasi dihilangkan, dikembalikan. Nah putusan MA itu sama dengan tren di seluruh dunia. Jadi bukan sesuatu yang baru. Yang menarik, Jakarta itu sudah mulai membereskan persoalan ini sejak 2007 sebetulnya. Jadi di luar gugatan clasc action ini sudah bertahap dilakukan. Kalau buat saya nih, saya lebih concern pada memastikan semua rakyat itu terima air bersih. Dan akan bersubsidi besar untuk rumah berukuran 80 meter persegi. Sebanyak 80% subsidi, mereka bayar 20% saja untuk dapat air.

Mengenai pernyataan Anda tentang menerima pendapatan yang halal dan berkah bagi keuangan Pemda di hadapan publik lalu, apa yang sebenarnya Anda maksudkan?

Semua kegiatan yang sesuai aturan hukum, itulah yang kita jadikan sebagai pemasukan yang halal.  Jadi kalau kita menggunakan uang sebagai ukuran kebijakan, agak repot. Saya sering ditanya, “Pak apa nggak khawatir pendapatan hilang?”. Lho kalau memang begitu cara berpikirnya, nggak usah diatur biar pendapatannya tinggi. Kan tidak mau juga (seperti itu)? Kita ini apakah karena mendapatkan uang pajak? Lalu semua boleh dikerjakan? Loh, karena itu yang halal itu apa sih? Yang halal itu adalah yang tidak melanggar aturan. Kalau melanggar aturan ya nggak halal. Simpel. Yang melanggar itu nggak halal. Jadi kalau uang pajak ya dari kegiatan yang sesuai aturan.

(Baca juga: Alasan Hukum Pemda DKI Tak Perpanjang Izin Hotel Alexis).

Soal Alexis, apa sebenarnya yang dimaksud belum dapat dilanjutkan proses perpanjangan izinnya?

Kita tidak berikan izin lagi. Bukan menutup lho. Kan memang sudah selesai izinnya, dan ketika mengajukan izin lagi, kami tidak beri izin. Apakah kami menutup? Yang penting izin yang diajukan untuk hotel dan griya pijat tidak diberikan. Jadi itu kuncinya. Otomatis kemudian dia tidak boleh melakukan kegiatan. Karena itu ketika melakukan kontrak dengan karyawan dan lain-lain, tahu kan bahwa akan berakhir izinnya? Maka semua kontrak-kontrak juga harus disesuaikan dong. Lho kalau Anda menyewa sebuah kantor 1 tahun, terus semua orang yang bekerja di situ kontraknya 2 tahun, siapa yang keliru ambil keputusan?

Tags:

Berita Terkait