Berstatus Justice Collaborator, Majelis Vonis Richard Eliezer 1,5 Tahun Bui
Utama

Berstatus Justice Collaborator, Majelis Vonis Richard Eliezer 1,5 Tahun Bui

Majelis Hakim memandang Richard sebagai orang yang turut serta, namun bukan sebagai pelaku utama. Majelis Hakim juga telah menerima sejumlah amicus curiae terhadap perkara Richard yang masuk dalam pertimbangan putusan ini.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu saat hendak menjalani sidang di PN Jakarta. Foto: RES
Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu saat hendak menjalani sidang di PN Jakarta. Foto: RES

Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada RE) telah dijatuhi vonis pidana 1 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Vonis ini jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut 12 tahun penjara.

Meski dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana, Richard dianggap telah membuat peliknya kasus pembunuhan ini menjadi terang dengan kejujurannya. Atas dasar pertimbangan itu status Justice Collaborator Richard diterima/dikabulkan Majelis Hakim.

“Menyatakan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 1 Tahun dan 6 Bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso di Ruang Sidang Utama Prof. H. Oemar Seno Adji PN Jaksel, Rabu (15/2/2023).

Majelis hakim menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Richard untuk dikurangi dari pidana yang dijatuhkan. “Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan. Menetapkan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collaborator,” ucap Hakim Wahyu dengan nada tegas pada sidang dengan agenda pembacaan putusan dari Perkara No. 798/Pid.B/2022 atas nama Terdakwa Richard Eliezer Pudhiang Lumiu.

Baca juga:

Terdapat sejumlah pertimbangan yang telah dipikirkan matang-matang oleh Majelis Hakim hingga pada akhirnya menyematkan status Justice Collaborator (JC) kepada Richard. Pada salah satu poin pertimbangannya, Hakim menyoroti Pasal 28 ayat (2) huruf a UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU Perlindungan Saksi dan Korban).

Selengkapnya, Pasal 28 ayat (2) huruf a UU Perlindungan Saksi dan Korban berbunyi, “Perlindungan LPSK terhadap Saksi Pelaku diberikan dengan syarat sebagai berikut: a. tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)”. Pasal 5 ayat (2) UU Perlindungan Saksi dan Korban pada intinya menerangkan perihal hak yang diberikan kepada saksi dan/atau korban tindak pidana kasus tertentu sesuai Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Penjelasan Pasal 5 ayat (2) menjelaskan, apa yang dimaksud ‘tindak pidana dalam kasus tertentu’ antara lain tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dan korban pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya,” tutur Hakim Anggota Alimin Ribut Sujono saat membacakan pertimbangan putusan.

Dengan kata lain, perlindungan LPSK terhadap saksi pelaku diberikan dengan syarat merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK. Hal tersebut disampaikan Hakim adalah selaras dengan kehendak pembentuk UU. “Maka sesuai rekomendasi LPSK tertanggal 11 Januari 2023 kepada Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, tindak pidana yang dihadapi Terdakwa dapat dikategorikan termasuk dalam pengertian tindak pidana dalam kasus tertentu,” kata Majelis.

Untuk bisa ditetapkan sebagai JC, syarat lainnya ialah bukan pelaku utama. Majelis Hakim berpandangan dalam KUHP istilah pelaku utama dalam ajaran penyertaan (deelneming) tidak dikenal dan hanya menyiratkan siapa yang termasuk sebagai pelaku atau dader. Sehingga pihak siapa saja dikategorikan pelaku utama diserahkan kepada praktik peradilan. Dalam hal ini, Richard dipandang Majelis Hakim sebagai orang yang turut serta, namun bukan pelaku utama.

“Terdakwa mempunyai peran sebagai orang yang menembak korban Yosua, sedangkan saksi Ferdy Sambo sebagai pencetus ide, aktor intelektual, perancang, serta juga yang telah menembak korban Yosua serta telah melibatkan saksi lain termasuk Terdakwa. Sehingga saksi Ferdy Sambo dipandang sebagai pelaku utama, sedangkan meski Terdakwa benar adalah orang yang melakukan penembakan terhadap Yosua termasuk Pelaku, tetapi bukan pelaku utama,” tegas Majelis.

Terlebih, dalam perkara hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) yang pelik dengan adanya upaya obstruction of justice, Richard telah membuat terang perkara. Dengan keterangan yang jujur, konsisten, logis, serta bersesuaian dengan alat bukti tersisa lain yang ada. Oleh karenanya, perkara a quo dapat terungkap sekalipun menempatkan dirinya dalam posisi dan situasi yang sangat membahayakan jiwa.

Tak hanya itu, Majelis Hakim mengaku telah mendapatkan surat pengajuan amicus curiae terhadap perkara Richard Eliezer dari berbagai pihak. Seperti dari Institute for Criminal Justice Reform, Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti (IKA FH USAKTI), Farida Law Office, Tim Advokasi ILUNI FH AJ, sampai dengan Aliansi Akademisi Indonesia. Dalam amicus curiae itu pada pokoknya menyatakan kejujuran dan keberanian merupakan kunci keadilan bagi semua, sehingga kejujuran Richard harus memperoleh penghargaan yang semestinya.

“Sesuai Pasal 5 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Majelis tidak akan menutup mata dengan permohonan amicus curiae terhadap perkara Terdakwa Richard Eliezer. Memandang sebagai bentuk kecintaan pada bangsa dan negara, khususnya dalam penegakan hukum, sehingga para pihak baik lembaga maupun aliansi yang merepresentasikan harapan masyarakat luas telah terpanggil menyampaikan keadilan yang dirasakan, didambakan, dan ditegakkan,” demikian pandangan Majelis terkait amicus curiae kasus ini.

Berpijak pada beragam pertimbangan dengan adanya fakta yang terungkap di persidangan atas keberanian dan keteguhan Richard, Majelis Hakim menilai Richard Eliezer layak ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau JC. Di samping juga berhak mendapatkan penghargaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Perlindungan Saksi dan Korban. Terlebih, atas perbuatannya Richard sudah menyadari, menyesal, meminta maaf kepada keluarga korban.

Memenuhi rasa keadilan

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menilai Majelis Hakim PN Jakarta Selatan bertindak objektif dalam memberikan vonis kepada terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Richard Eliezer (Bharada E).

"Saya menganggap hakimnya itu betul-betul objektif, lepas dari rongrongan dari dalam dan lepas dari tekanan opini publik," ujar Mahfud saat ditemui wartawan di kompleks Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (15/2/2023) seperti dikutip Antara.

Mahfud MD menilai vonis terhadap Richard itu telah memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan secara baik.

Atas vonis tersebut, Mahfud merasa bersyukur dan bahagia. Bahkan, dia menilai majelis hakim merupakan hakim-hakim yang nasionalis dan berintegritas. "Kita ucapkan selamat. Saya tidak tahu, saya tidak ingin berpihak, tetapi saya hari ini merasa bersyukur dan bahagia punya hakim-hakim yang nasionalis dan berintegritas," kata Mahfud.

Ia juga mengaku bangga terhadap majelis hakim PN Jakarta Selatan yang mampu keluar dari tekanan opini publik dalam menjatuhkan vonis Richard Eliezer. "Saya hanya bangga kepada hakim yang bisa keluar dari tekanan opini publik dan rongrongan dari dalam yang secara diam-diam mungkin mau mempengaruhi (putusan, red)."

Tags:

Berita Terkait