BKPM Anggap PP Pengupahan Beri Kepastian Berusaha
Berita

BKPM Anggap PP Pengupahan Beri Kepastian Berusaha

Tinggal implementasinya di daerah. Masih ada upaya perlawanan hukum pekerja.

FNH
Bacaan 2 Menit
BKPM Anggap PP Pengupahan Beri Kepastian Berusaha
Hukumonline
Kalangan pekerja telah mengajukan upaya perlawanan hukum terhadap formula pengupahan baik berupa judicial review UU Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi dan permohonan hak uji materiil terhadap PP Pengupahan ke Mahkamah Agung. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) justru menganggap formula pengupahan memberikan kepastian berusaha.

BKPM menempatkan kepastian pengupahan sebagai nomor wahid yang yang harus diselesaikan di sektor-sektor padat karya, terutama tekstil dan sepatu. Kalangan pengusaha di bidang tekstil dan sepatu masih mengeluhkan tingginya ketidakpastian penetapan upah.

Data yang direkapitulasi oleh Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu (DKI-TS) di BKPM menunjukkan kenaikan upah dan produktivitas tenaga kerja mendominasi masalah dengan prosentase tertinggi mencapai 30%. Lalu diikuti masalah lain: listrik 14%, perizinan 8%, restitusi PPN dan biaya PPN 6%, fluktuasi nilai tukar rupiah 6%, impor ilegal 4%, dan sisanya masalah lain-lain.

BKPM menilai implementasi PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sebagai acuan dari penetapan Upah Minimum di seluruh wilayah akan menjadi kunci untuk memberikan kepastian pengupahan di sektor padat karya, khususnya tekstil dan sepatu.

Menurut Kepala BKPM Franky Sibarani, kepastian pengupahan menjadi pekerjaan rumah (PR) utama atau prioritas untuk diselesaikan. “Masalah impor ilegal sudah mulai kelihatan dampaknya, melalui langkah pengetatan yang dilakukan Ditjen Bea dan Cukai. Masalah listrik juga sudah dapat diurai dengan paket kebijakan dan pertemuan dengan PLN. Sementara, untuk masalah kepastian pengupahan ini menjadi PR nomor satu yang kini menjadi prioritas utama untuk diselesaikan,” katanya dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Selasa (22/12).

Pemerintah melalui paket kebijakan jilid IV, lanjut Franky, telah memberikan kepastian pengupahan melalui formula penghitungan pengupahan. PP Pengupahan ini dinilai memberikan kepastian karena kenaikan Upah Minimum diukur dengan mempertimbangkan tingkat inflasi  dan pertumbuhan ekonomi. Secara umum, Franky menilai hal ini sudah memberikan kepastian, karena untuk industri padat karya, skema pengupahan jauh lebih terkendali.

Persoalan sekarang, Franky berpendapat adalah bagaimana memastikan seluruh wilayah dapat mengimplementasikan PP Pengupahan ini sebagai acuan untuk menentukan besaran upah minimum sehingga ada kepastian pengupahan. “Esensinya jelas, kepastian. Bagaimana seluruh komponen yang ada saling mendukung dan bekerjasama untuk menciptakan kepastian usaha ini,” tegasnya.

Kementerian Ketenagakerjaan dan Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu harus berkoordinasi dengan seluruh pemerintah provinsi agar menggunakan PP Pengupahan sebagai acuan penghitungan upah minimum. Dalam rapat koordinasi Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu Rabu pekan lalu (17/12), disebutkan bahwa persoalan kepastian pengupahan saat ini menjadi salah satu fokus utama yang harus diselesaikan.

Seperti diketahui, upaya pemerintah mendorong investasi padat karya tercermin dalam beberapa paket kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Di antaranya paket ekonomi jilid II tentang layanan izin investasi 3 jam untuk investasi yang memperkerjakan 1.000 orang atau nilai investasi Rp100 miliar, paket jilid III tentang discount tariff hingga 30% untuk pemakaian pukul 23.00-08.00 dan penundaan pembayaran hingga 40% untuk industri padat karya dan industri berdaya saing lemah, paket jilid IV tentang PP 78/2015 yang memberikan kepastian formula pengupahan bagi investor, serta paket jilid VII tentang tax allowance serta subsidi PPH 21 sebesar 50% untuk sektor padat karya dengan memenuhi beberapa kriteria yang telah ditentukan.

DKI-TS telah menangani secara langsung pengaduan 33 perusahaan dari total 50 yang mengadukan permasalahannya dengan jumlah tenaga kerja mencapai 54.772 tenaga kerja. Dari jumlah tersebut, yang langsung berpotensi PHK sebesar 24.509 tenaga kerja. Dari data yang di-update oleh BKPM, yang benar-benar telah selesai difasilitasi dari sisi pencegahan PHK jumlahnya 2.258 orang dari 4 perusahaan. Sedangkan 29 perusahaan lainnya dengan tenaga kerja mencapai 52.514 sedang dalam proses fasilitasi.

Sepanjang periode Januari-September 2015, sektor tekstil dan sepatu mencatatkan realisasi investasi sebesar Rp11,55 triliun yang terdiri dari sektor tekstil sebesar Rp9,8 triliun meningkat 148% dari periode yang sama tahun sebelumnya dan sektor sepatu/alas kaki dengan nilai mencapai Rp1,6 triliun atau turun 35% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor tekstil dan sepatu menyerap 106.103 tenaga kerja efektif atau 6,2 kali dari daya serap sektor lainnya setara dengan penyerapan 17.124 tenaga kerja Indonesia per Rp1 triliun investasi yang dilakukan di sektor tersebut.

PP No. 78 Tahun 2015 mengubah kebiasaan yang selama ini dilakukan dalam menetapkan upah minimum. Perubahan itu juga menyasar peran dewan pengupahan terutama di daerah yang sebelumnya berperan melakukan survei pasar dan kemudian merekomendasikan besaran upah minimum provinsi (UMP) kepada gubernur.

Sesditjen PHI dan JSK Kementerian Ketenagakerjaan, Iskandar Maula, mengatakan kepala daerah wajib melaksanakan PP Pengupahan dalam rangka menetapkan upah minimum. Bahkan Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan surat edaran yang intinya mendorong kepala daerah untuk melaksanakan PP Pengupahan itu. Jika tidak melaksanakan aturan itu ia yakni kepala daerah yang bersangkutan akan diminta pertanggungjawaban oleh Mendagri.
Tags:

Berita Terkait