Dampak Kenaikan PPN ke Masyarakat Dinilai Terbatas
Terbaru

Dampak Kenaikan PPN ke Masyarakat Dinilai Terbatas

Hal ini dikarenakan pemerintah turut memberikan banyak fasilitas PPN bagi barang atau jasa tertentu.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Terhitung sejak 1 April lalu, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengalami kenaikan menjadi 11 persen dari tarif sebelumnya sebesar 10 persen. Dasar kenaikan tarif PPN ini diatur dalam UU No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Kenaikan tarif PPN ini juga memuculkan pro dan kontra. Kenaikan tarif PPN disinyalir akan memperburuk daya beli masyarakat menengah ke bawah akibat pandemi Covid-19 yang belum mereda, yang akan dikhawatirkan semakin memberatkan pemulihan perdagangan dalam negeri dalam upaya pemulihan perekonomian Indonesia.

Namun penilaian berbeda datang dari pengamat pajak, Fajry Akbar. Menurutnya pemerintah sudah mengambil langkah tepat untuk menaikkan tarif PPN. Jika merujuk data kenaikan tarif PPN sudah memiliki pijakan ekonomi yang kuat dimana indeks PDB rill sudah berada di atas 100.

“Ekonomi kita sudah pulih ke masa prepandemi hal ini dapat dilihat dari indeks PDB riil yang sudah diatas 100. Lalu indeks keyakinan konsumen, kita lihat IKK di bulan november lebih tinggi di bulan maret 2020,” kata Fajry kepada Hukumonline, Senin (4/4).

Baca Juga:

Adapun dampak terhadap masyarakat dinilai akan terbatas. Hal ini dikarenakan pemerintah turut memberikan banyak fasilitas PPN bagi barang atau jasa tertentu. Terutama untuk kalangan masyarakat kelas bawah yang sebagian besar konsumsinya digunakan untuk membeli barang kebutuhan pokok dan barang-barang tersebut mendapatkan fasilitas PPN.

“Dampaknya ke kenaikan harga akan terbatas. Kenaikan tarif 1% tak serta merta meningkatkan kenaikan harga sebesar 1%. hasil hitung-hitungan hanya 0,4%. Hal ini karena banyaknya fasilitas PPN. Kelompok terdampak akan dirasakan masyarakat menengah dan atas. Sedangkan masyarakat bawah, dampaknya akan minim,” imbuhnya.

Kemudian kenaikan ini sendiri memang ditujukan untuk menjaga kesinambungan fiskal. Fajry mengingatkan bahwa APBN juga harus dinikmati oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, dibutuhkan penerimaan pajak yang mencukupi. Kenaikan 1 persen tarif PPN akan meningkatkan pendapatan negara sebesar RP42 triliun di 2022.

Sebelumnya Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 yang merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal dan berkelanjutan,” kata Direktur P2 Humas DJP Neilmaldrin Noor, Jumat (1/4).

Kemenkeu merinci beberapa barang dan jasa tertentu yang diberikan fasilitas bebas PPN meliputi kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran dan gula konsumsi.

Kemudian juga jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum dan jasa tenaga kerja.

Selanjutnya, vaksin, buku pelajaran, kitab suci, air bersih yang termasuk biaya sambung atau pasang dan biaya beban tetap serta listrik kecuali untuk rumah tangga dengan daya lebih dari 6600 VA.

Tak hanya itu, rusun sederhana, rusunami, RS, RSS, jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional juga mendapat fasilitas bebas PPN.

Fasilitas bebas PPN turut diberikan untuk mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit atau benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah dan bahan baku kerajinan perak.

Minyak bumi, gas bumi atau gas melalui pipa, LNG dan CNG serta panas bumi, emas batangan dan emas granula maupun senjata atau alutsista dan alat foto udara pun diberikan fasilitas bebas PPN.

Sementara barang dan jasa yang tetap tidak dikenakan PPN meliputi barang yang merupakan objek pajak daerah yaitu makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya.

Selanjutnya, jasa yang merupakan objek pajak daerah yakni jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering.

Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, surat berharga serta jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah juga tidak dikenakan PPN.

Penyesuaian tarif PPN ini juga dibarengi dengan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas penghasilan sampai dengan Rp60 juta dari 15 persen menjadi 5 persen.

Pemerintah turut membebaskan pajak untuk pelaku UMKM dengan omzet sampai Rp500 juta, memberikan fasilitas PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil yaitu 1 persen, 2 persen atau 3 persen.

Pemerintah akan tetap melanjutkan dan memperkuat dukungannya berupa perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus kondisi perekonomian nasional melalui APBN.

Pemerintah pun berkomitmen terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk menyokong pemulihan ekonomi serta membantu kelompok rentan dan tidak mampu.

Upaya ini juga untuk mendukung dunia usaha terutama kelompok kecil dan menengah dengan tetap memperhatikan kesehatan keuangan negara.

“Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pun telah menyesuaikan aplikasi layanan perpajakan seperti e-Faktur Desktop, e-Faktur Host to Host, e-Faktur Web, VAT Refund dan e-Nofa Online,” tutup Neil Madrin.

Tags:

Berita Terkait