Debat Cawapres Kedua Dianggap Gagal Paham Krisis Iklim
Melek Pemilu 2024

Debat Cawapres Kedua Dianggap Gagal Paham Krisis Iklim

Acara debat justru dipenuhi dengan gimik-gimik dan serangan personal yang minim substansi. Krisis iklim harusnya menjadi hal utama dibahas karena berdampak terhadap kebutuhan untuk transisi energi, krisis pangan dan banyaknya bencana.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Tiga Cawapres dalam debat yang digelar KPU di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Minggu (21/1/2024). Foto: CR 29
Tiga Cawapres dalam debat yang digelar KPU di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Minggu (21/1/2024). Foto: CR 29

Debat calon wakil presiden (Cawapres) itu mengusung sejumlah isu seperti pembangunan berkelanjutan, lingkungan hidup, sumber daya alam, energi, pangan, agraria dan masyarakat adat dan desa berlangsung di Jakarta, Minggu (21/1/2024) malam. Namun sejak awal sampai akhir debat, para cawapres yang beradu gagasan dinilai gagal memahami persoalan krisis iklim.

Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien menyayangkan debat Cawapres yang berlangsung selama 120 menit itu gagal melihat krisis iklim sebagai masalah yang kompleks dan utuh sebagai satu kesatuan. Krisis iklim harusnya menjadi hal utama dibahas karena berdampak terhadap kebutuhan untuk transisi energi, krisis pangan dan banyaknya bencana.

“Acara debat justru dipenuhi dengan gimik-gimik dan serangan personal yang minim substansi,” katanya dikonfirmasi, Senin (22/01/2024).

Ada program yang ditawarkan salah satu Cawapres berpotensi menimbulkan masalah, tapi luput digali lebih dalam oleh kandidat lain. Misalnya bahan bakar nabati seperti biodiesel, luput didebat lebih jauh soal potensi masalah rebutan Crude Palm Oil (CPO) untuk kebutuhan energi atau pangan. Program tersebut memicu kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng atau CPO untuk kebutuhan pangan.

Baca juga:

Apalagi sampai saat ini Andi belum melihat ada rancangan regulasi yang mengatur tata kelola CPO untuk kebutuhan energi dan pangan. Bahkan harga CPO justru lebih stabil untuk keperluan energi ketimbang pangan. Hal itu yang menyebabkan harga minyak goreng dapat melambung tinggi.

Permasalahan biodiesel harus dilihat lebih jauh dari sekadar target bauran energi. Andi mengingatkan hasil penelitian Satya Bumi dan Sawit Watch menunjukan tata kelola minyak sawit di hilir masih lemah. Jika pemerintah terus berambisi dengan bauran biodiesel tanpa menyelesaikan konglomerasi industri sawit yang bermain hingga lebih dari 60 persen membuat pengawasan menjadi sulit dilakukan.

Tags:

Berita Terkait