Ferdy Sambo Sampaikan 10 Poin dalam Nota Pembelaan
Utama

Ferdy Sambo Sampaikan 10 Poin dalam Nota Pembelaan

Dalam pembelaannya, Ferdy Sambo mengklarifikasi sejumlah isu yang beredar di masyarakat yang dianggapnya tidak benar. Ia merasa kehilangan hak sebagai terdakwa untuk memperoleh pemeriksaan objektif karena banyak pihak yang telah menganggapnya bersalah sejak awal pemeriksaan dan harus dihukum berat.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang pembacaan nota pembelaan di PN Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023). Foto: RES
Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang pembacaan nota pembelaan di PN Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2023). Foto: RES

Pada pekan lalu lalu, telah dibacakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap Terdakwa Ferdy Sambo (FS) yang telah dituntut pidana seumur hidup dalam persidangan kasus pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat (Brigadir J). “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana seumur hidup,” ujar Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan di Ruang Sidang Utama Prof. H. Oemar Seno Adji PN Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).

Dalam surat tuntutan yang dibacakan secara bergantian, JPU memohon agar majelis hakim dapat memutuskan bahwa FS telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama sesuai dakwaan Pasal 340 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, terdakwa FS telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana berupa tanpa hak atau melawan hukum telah melakukan tindakan yang berakibat terganggunya sistem elektronik menjadi tidak bekerja secara bersama-sama sesuai dakwaan Pasal 49 jo. Pasal 33 UU ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP selaras dengan dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua pertama primer oleh JPU.

“Nota pembelaan ini awalnya hendak saya berikan judul ‘Pembelaan yang Sia-Sia’. Karena di tengah hinaan, caci maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak terhadap saya dan keluarga dalam menjalani persidangan perkara ini. Acap kali membawa saya dalam keputusasaan dan frustasi berbagai tuduhan, bahkan vonis telah dijatuhkan kepada saya sebelum adanya putusan majelis hakim,” ungkap Ferdy Sambo di ruangan sidang saat agenda Pembacaan Nota Pembelaan Terdakwa, Selasa (24/1/2023).

Baca Juga:

Ia merasa setelah 28 tahun bekerja sebagai aparat penegak hukum dan mengurus berbagai perkara kejahatan, baru kali ini ia menyaksikan tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa. Sampai-sampai seakan tak terbuka ruang sedikit pun baginya sebagai seorang terdakwa untuk menyampaikan pembelaan. Berbagai media framing hingga produksi hoaks terhadap FS dan keluarga yang disertai dengan tekanan massa dari dalam maupun luar persidangan untuk mempengaruhi persepsi publik.

Hal tersebut membuatnya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk memperoleh pemeriksaan objektif. Pasalnya, banyak pihak yang telah menganggapnya bersalah sejak awal pemeriksaan dan harus dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun. “Saya tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi. Padahal, prinsip negara hukum yang memberi hak di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara kita,” kata dia.

Dalam hal ini yang dimaksudkan ialah prinsip/asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence) yang seharusnya ditegakkan. Seperti bunyi Pasal 11 Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Pasal 14 ICCPR, penjelasan umum butir ke-3 huruf c KUHAP, dan Pasal 8 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Alih-alih menjaga atau menegakkan asas praduga tak bersalah bagi terdakwa yang belum menerima putusan hakim, beragam tuduhan justru sudah menyebar di berbagai media dan masyarakat.

“Saya telah dituduh secara sadis melakukan penyiksaan terhadap almarhum Yosua sejak di Magelang. Begitu juga tudingan sebagai bandar narkoba dan judi, melakukan perselingkuhan, dan menikah sirih dengan banyak perempuan. Perselingkuhan istri saya dengan Yosua dan Kuat, melakukan LGBT, memiliki bunker yang penuh dengan uang, sampai dengan penempatan uang ratusan triliun dalam rekening atas nama Yosua. Semuanya adalah tidak benar, saya ulangi semua tuduhan itu tidak benar.”

Dia menuturkan adanya cerita tembak menembak antara Richard dengan Yosua dimaksudkan untuk melindungi istrinya yang dilecehkan di rumah Duren Tiga dihadirkan untuk menjadi alasan guna melindungi Richard dari pertanggungjawaban pidana. “Bangunan cerita di Duren Tiga tersebut, saya susun sendiri setelah terjadinya peristiwa penembakan terhadap Yosua. Itu sama sekali tidak benar keterangan Richard Eliezer di depan persidangan yang menyampaikan bahwa cerita tersebut saya sampaikan kepada dirinya di rumah Saguling sebelum peristiwa.”

Melalui pembelaannya, Sambo memohon Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya berdasarkan hukum dan penilaian obyektif atas fakta dan bukti yang telah terungkap dalam persidangan. Terdapat 10 hal yang dimintakan FS untuk menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara.

Pertama, sejak awal FS tidak merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J. Sebab peristiwa tersebut terjadi begitu singkat dan diliputi emosi dikarenakan rasa hancurnya harkat martabat dirinya dan istri yang telah menjadi korban perkosaan. Kedua, dalam pemeriksaan FS telah berupaya menyajikan seluruh fakta yang diketahui termasuk mendorong saksi atau terdakwa lain untuk mengungkap kebenaran pada pemeriksaan di tingkat penyidikan.

Ketiga, dia telah mengakui cerita tidak benar mengenai tembak menembak di rumah Duren Tiga. Keempat, FS telah menyesali perbuatannya. Ia meminta maaf dan siap bertanggung jawab sesuai perbuatan dan kesalahan yang telah dilakukan. Kelima, dia telah berupaya untuk bersikap kooperatif selama persidangan dengan menyampaikan semua keterangan yang diketahui.

Keenam, ia sudah mendapatkan hukuman dari masyarakat (social punishment) yang begitu berat, bukan hanya terhadapnya melainkan juga istri, keluarga, sampai dengan anak-anaknya. Ketujuh, Ferdy Sambo dan istri sebagai terdakwa berada di balik jeruji tahanan meninggalkan keempat anak-anaknya. Khususnya anak yang masih balita dan memerlukan perawatan serta perhatian kedua orang tuanya.

Kedelapan, dirinya tidak pernah melakukan tindak pidana di masyarakat, melakukan pelanggaran etik, maupun disiplin di Kepolisian. Kesembilan, ia sudah mengabdi kepada Kepolisian RI selama 28 tahun hingga dianugerahi berbagai penghargaan atas pengungkapan berbagai kasus penting. Kesepuluh, FS sudah kehilangan pekerjaannya yang merupakan sumber penghidupan keluarganya.

Tags:

Berita Terkait