GNWU Resmi Diluncurkan, Memahami Hakikat Wakaf Uang
Berita

GNWU Resmi Diluncurkan, Memahami Hakikat Wakaf Uang

Potensi wakaf Indonesia dapat mencapai Rp180 triliun per tahun, namun potensi wakaf yang besar itu belum dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Diminta pengelolaan wakaf uang dibenahi menjadi lebih profesional dan modern, sehingga dapat menarik minat para wakif (orang yang mewakafkan) dari kalangan menengah dan atas.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi. HGW
Ilustrasi. HGW

Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin meresmikan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) dan Brand Ekonomi Syariah Tahun 2021 di Istana Negara Jakarta, Senin (25/1/2021). Wapres Ma’ruf Amin, selaku Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mengatakan GNWU salah satu program pengembangan ekonomi syariah untuk mendukung percepatan pembangunan nasional.

"Saat ini, berbagai program pengembangan ekonomi dan keuangan syariah terus didorong untuk diimplementasikan secara terintegrasi melalui sinergi dan kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan baik kementerian atau lembaga anggota KNEKS maupun institusi lainnya," kata Wapres dalam acara peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) di Istana Negara Jakarta, Senin (25/1/2021) seperti dikutip Antara.

Wapres menjelaskan perlunya langkah fundamental dalam mewujudkan wakaf produktif. Langkah ini dapat dilakukan melalui tiga upaya guna mensukseskan gerakan wakaf tunai tersebut. Pertama, melakukan rekayasa ulang proses bisnis wakaf uang atau business process reenginering. Kedua, menetapkan program strategis wakaf nasional yang perlu didukung para tokoh, ulama, dan masyarakat.

Ketiga, melakukan gerakan kampanye bersama mengumpulkan wakaf uang sekaligus melakukan literasi dan edukasi agar masyarakat secara bersama-sama berwakaf dengan menyerahkan uangnya untuk dikelola. Hasilnya akan digunakan untuk mendanai program strategis wakaf nasional. Wapres juga mengingatkan tentang pentingnya memanfaatkan perkembangan teknologi dalam menyukseskan program wakaf tunai nasional. Apabila semua langkah kunci dan faktor pendukung tersebut dilakukan dengan baik, transformasi wakaf uang di Indonesia akan berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.

"Hasilnya adalah pengelolaan yang mampu memobilisasi wakaf uang secara maksimal, investasi yang optimal, dan hasil manfaatnya untuk mengembangkan ekonomi masyarakat dan mendukung kegiatan sosial yang semakin luas," ujar Ma’ruf Amin.

Ma’ruf Amin mengatakan potensi wakaf yang bernilai besar di Indonesia belum dimanfaatkan dengan baik sebagai salah satu sarana mendorong pembangunan nasional. "Potensi wakaf Indonesia dapat mencapai Rp180 triliun per tahun, namun potensi wakaf yang besar itu belum dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya," kata Wapres Ma’ruf.

Sebagian besar umat Islam di Indonesia, kata dia, masih mengenal wakaf properti atau tanah untuk kegiatan sosial peribadatan. "Pemanfaatan wakaf masih lebih banyak digunakan untuk bidang sosial peribadatan yaitu untuk penyediaan masjid, madrasah dan makam," ujarnya. (Baca Juga: Tantangan dan Prospek Wakaf Uang)

Dia menjelaskan wakaf merupakan salah satu ajaran Islam yang memuat pesan kepedulian, berbagi dan upaya melakukan pemerataan kesejahteraan masyarakat. "Wakaf juga memiliki dimensi ekonomi, mengingat wakaf dapat dijadikan instrumen mengatasi kesenjangan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat," kata dia.

Pencanangan GNWU merupakan salah satu tindak lanjut fokus ketiga dari upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia yakni pengembangan dana sosial syariah melalui wakaf uang. Ma’ruf Amin meminta pengelolaan wakaf uang dibenahi menjadi lebih profesional dan modern, sehingga dapat menarik minat para wakif (orang yang mewakafkan) dari kalangan menengah dan atas.

"Mengingat wakaf biasanya dilakukan oleh mereka yang mapan secara sosial dan ekonomi, maka pengelolaan wakaf yang profesional diharapkan akan menarik minat wakif kelas menengah atas, seperti korporasi, individu pemilik aset besar, sosialita, dan para milenial," lanjutnya.

Sebagai salah satu bentuk wakaf produktif, wakaf uang tidak hanya memiliki fleksibilitas dalam pengembangan investasinya. “Wakaf uang juga memiliki fleksibilitas dalam bentuk penyaluran manfaat atau mauquf alaih, dimana pokok wakafnya bisa dijaga agar tidak berkurang atau hilang. Di sinilah pentingnya kita mengelola wakaf uang dengan lebih profesional dan modern.”

Dengan semakin banyaknya masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan wakaf uang, kata Wapres, program pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat dapat berkembang dengan baik. "Pembenahan pengelolaan wakaf uang yang lebih profesional dan modern diharapkan akan mendorong pengerahan secara serentak sumber daya ekonomi, yang dapat digunakan mendorong investasi dan kegiatan ekonomi di masyarakat," tegasnya.

Lembaga keuangan syariah yang menerima wakaf uang juga perlu diperbanyak, khususnya dengan mengaktifkan peran lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang (LKS-PWU) di berbagai daerah. “Lembaga keuangan mikro syariah dapat digunakan sebagai tempat penerimaan wakaf uang berbasis masyarakat. Sehingga, keberadaan dan peran aktifnya harus menyebar dan merata untuk melayani masyarakat yang ingin berwakaf.”

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam sambutanya mengatakan sistem ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia bersifat universal dan inklusif, pengembangannya diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan umat melalui penerapan prinsip maqashid syariah. Hingga Desember 2020 total wakaf tunai yang sudah terkumpul di bank sebesar Rp328 miliar dan melalui program base wakaf mencapai Rp597 miliar. Sedangkan di instrumen Cash Waqf Link Sukuk (CWLS) telah mengumpulkan lebih dari Rp54 miliar dana imbal hasil, yang digunakan untuk pembiayaan berbagai program sosial.

"Gerakan Nasional Wakaf Uang diharapkan dapat menguatkan dan mengembangkan lebih jauh terkait berbagai inisiatif yang selama ini sudah berjalan," kata Sri Mulyani.

Lalu, apa dan bagaimana sebenarnya penerapan wakaf uang di Tanah Air?  

Definisi wakaf secara syariat Islam, menahan benda sedekah yang pokok untuk diambil manfaat atau hasilnya bagi kepentingan masyarakat banyak. Wakaf dalam perkembangannya tak melulu hanya harta tidak bergerak (tanah dan bangunan). Wakaf dalam perkembangannya dapat dilakukan dengan menggunakan uang. Sebab, filosofi wakaf dalam Pasal 43 ayat (2) UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf (UU Wakaf) diarahkan pada pengelolaan aset produktif demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan, dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.

Definisi wakaf dalam UU Wakaf disebutkan, “Wakaf adalah perbuatan hukum wakif – pihak yang mewakafkan harta bendanya - untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.”

Pengelola wakaf (nadzir) tidak diperbolehkan memanfaatkan uang wakaf secara langsung. Namun, yang dapat dimanfaatkan hasil dari pengelolaan wakaf tersebut. Wakaf bertujuan memberi manfaat harta yang diwakafkan yang pengelolaannya kepada orang yang berhak sesuai syariat Islam. Hal ini seperti tertuang dalam Pasal 5 UU Wakaf yang menyebutkan, “Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Jika ditelusuri sejarah praktik wakaf dalam hukum Islam telah dilakukan sejak awal abad kedua hijriyah termasuk wakaf uang. Amaliyah ini bersandarkan pada pendapat beberapa ulama kala itu. Seperti, pendapat Imam Al-Zuhri yang wafat pada 124 hijriyah. Imam Al-Zuhri memfatwakan bolehnya mewakafkan dinar dengan cara menjadikan terlebih dahulu dinar sebagai modal usaha.

Selanjutnya, keuntungannya disalurkan pada mauquf a’laih (orang yang menerima wakaf). Kalangan ulama selain Al-Zuhri yakni, ulama mahzab Hanafi pun membolehkan mewakafkan uang dinar dan dirham. Begitu pula ulama yang bermahzab Imam Syafi’i atau dikenal bernama Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i memfatwakan tentang bolehnya mewakafkan dinar maupun dirham (uang).

Dalam perkembangannya, praktik wakaf tak hanya melulu harta benda yang tidak bergerak. Namun uang pun dapat diwakafkan dengan syarat dana wakaf uang dapat diinvestasikan dalam bentuk usaha. Namun, praktik wakaf uang di Indonesia masih tergolong baru dibandingkan dengan negara lain, seperti Arab Saudi, Turki, Pakistan, Malaysia.

Lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2002 menerbitkan fatwa terkait dengan wakaf uang. Intinya, wakaf uang merupakan wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga, atau badan hukum dalam bentuk uang tunai termasuk dalam pengertian uang yakni surat-surat berharga.

Wakaf uang menurut fatwa MUI itu hukumnya jawaz atau boleh. Sementara wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syariat Islam. Sedangkan nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan. (Baca juga: Jalan Berliku Hukum Islam di Indonesia)

Praktik wakaf uang sesuai aturan melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU). Hal ini diatur Pasal 28 UU Wakaf yang menyebutkan, Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri”. Namun, pengelolaan wakaf uang selama ini masih sebatas ritual ibadah. Padahal, jika wakaf uang dikelola dengan baik dari aspek perekonomian sangat memberi kontribusi besar dalam pembangunan negara.

Hal ini diakui Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono. Dia mengatakan wakaf uang merupakan hal baru bagi masyarakat. Masyarakat masih berpandangan pada definisi wakaf berupa benda tidak bergerak (tanah dan bangunan). Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi wakaf uang yang tidak hanya sekadar ibadah, tetapi memberi kontribusi bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi sebagai sebuah ekosistem.

Menurutnya, selama ini masyarakat cenderung lebih akrab dengan istilah wakaf sebagai aset sosial, khususnya tanah yang diperuntukah bagi tempat ibadah masjid dan musholla, pesantren, kuburan. “Padahal dalam sejarah kebangkitan peradaban Islam, wakaf telah tumbuh dan berkembang tidak hanya sebagai aset sosial, tetapi juga sebagai aset produktif termasuk dalam hal pengelolaan aset uang,” ujar Imam beberapa waktu lalu. 

Tags:

Berita Terkait