Hakim Gunakan Regulasi Baru Fee Kurator
Berita

Hakim Gunakan Regulasi Baru Fee Kurator

Kurator mengajukan besaran fee berdasarkan ‘hourly basis’.

HRS
Bacaan 2 Menit
Hakim Gunakan Regulasi Baru <i>Fee</i> Kurator
Hukumonline

Lain kasus, lain strategi. Lain perkara, lain pula penyelesaian. Begitu juga halnya dengan penetapan fee kurator dan pengurus. Jika penetapan fee kurator Telkomsel mengundang perlawanan dari berbagai pihak, tidak demikian halnya dengan penetapan fee pengurus perusahaan kapal tanker ini, PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA).

Penetapan fee pengurus BLTA berjalan dengan baik. Para pihak sepakat dengan angka yang ditetapkan oleh majelis hakim Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat. Majelis yang diketuai Dwi Sugiarto telah menetapkan angka Rp19, 654 miliar untuk imbalan jasa kurator dari angka Rp25 miliar yang diajukan pengurus.

Angka ini didapat setelah majelis menambahkan besaran fee pengurus sejumlah Rp19,5 miliar dan biaya kepengurusan selama perusahaan tanker ini dalam status PKPU sebanyak Rp154 juta. Sehingga total akan diterima kurator adalah Rp19,654 miliar. BLTA mempunyai kewajiban total sekitar 22 triliun rupiah.

Adapun kewenangan majelis untuk menetapkan angka tersebut adalah merujuk ke Pasal 234 ayat (5) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Pasal tersebut merumuskan bahwa besarnya imbalan jasa pengurus ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Karena sudah ada regulasi terbaru fee kurator, majelis hakim merujuk pada Pasal 4 huruf a Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Jasa Bagi Kurator dalam menetapkan fee pengurus BLTA. Sebab, status PKPU BLTA berakhir karena perdamaian yang terjadi pada Maret 2013 lalu.

Majelis mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, tingkat kerumitan pekerjaan, dan tarif kerja dari pengurus yang bersangkutan dengan ketentuan paling banyak 10 persen dari nilai utang yang harus dibayar debitor. Sehingga, majelis sepakat menetapkan angka tersebut sebagai imbalan jasa pengurus.

"Menetapkan imbalan pengurus sebesar Rp19,5 miliar dan biaya kepailitan sebesar Rp154 juta," ucap ketua majelis Hakim Dwi Sugiarto dalam persidangan, Selasa (26/3) kemarin.

Usai persidangan, kuasa hukum BLTA Anthony LP Hutapea mengatakan pihaknya menerima penetapan majelis. Soalnya, undang-undang tidak membuka upaya hukum apapun atas penetapan imbalan jasa pengurus dan kurator. "Majelis sudah menetapkan. Sejauh ini, kita menerima fee tersebut," ucap Anthony.

Pengurus BLTA Titi Kiranawati mengatakan juga menerima penetapan majelis hakim. Meskipun majelis menurunkan nilai nominal pengurus, Titi tetap menyambut positif penetapan tersebut karena pengurus tidak ingin semakin memberatkan BLTA dengan membayar jasa pengurus. "Jika merujuk ke Pasal 4 huruf a, harusnya kita mendapat 10 persen dari nilai utang debitor. Namun, kita hanya mematok fee berdasarkan hourly basis," tuturnya.

Untuk diketahui, kasus ini bermula ketika BLTA dianggap melanggar Perjanjian Kredit No. KP-CRO/013/PK-KI/2009. Dalam perjanjian tersebut dikatakan BLTA meminta fasilitas kredit kepada Bank Mandiri. Pada Desember 2011, perusahaan kapal tanker ini mengajukan permohonan pengalihan fasilitas kredit atas sisa utang sebanyak Rp250 miliar kepada anak perusahaannya, PT Buana Listya Tama Tbk.

Namun, pada Januari 2012, BLTA telah secara sepihak menghentikan pembayaran atas semua kewajiban pinjaman kepada seluruh kreditur untuk sementara waktu tanpa melibatkan Bank Mandiri. Atas hal tersebut, Bank Mandiri mengajukan permohonan PKPU atas BLTA dan pada Maret 2013, BLTA berhasil mengakhiri status PKPU-nya dengan perdamaian.

Tags:

Berita Terkait