Hakim Tolak Keberatan Artha Meris
Berita

Hakim Tolak Keberatan Artha Meris

Dakwaan jaksa KPK dinilai sudah disusun secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana.

ANT
Bacaan 2 Menit

Dalam perkara ini, Artha Meris didakwa memberikan suap kepada Rudi Rubiandini sebesar 522.500 dolar AS melalui Deviardi agar Rudi memberikan rekomendasi atau persetujuan untuk menurunkan formula harga gas untuk PT KPI kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Kronologi peristiwanya adalah pada awal 2013 Rudi bertemu dengan Marihat Simbolon yaitu Presiden Komisaris PT KPI di kantor SKK Migas, Marihat menyampaikan keluhan tentang tingginya formula harga gas untuk PT KPI dan dapat menyebabkan PT KPI tutup.

Marihat kembali mengulangi keluhannya tersebut kepada Rudi dan meminta cari solusi atas tingginya harga gas PT KPI pada 24 Maret 2013 di Gunung Geulis Country Club. Dalam kesempatan itu Marihat memperkenalkan Artha Meris Simbolon selaku presiden direktur PT KPI dan Deviardi sebagai orang dekat Rudi.

Marihad menjelaskan kepada RUdi bahwa formula harga gas PT KPI lebih tinggi dibanding dengan PT Kaltim Pasifik Amoniak (KPA) padahal sumber gasnya sama-sama dari Bontang.

Selanjutnya terjadi pertemuan-pertemuan-pertemuan antara Deviardi dan Artha Meris untuk menyerahkan uang yang ditujukan kepada Rudi agar PT KPI mendapat rekomendasi penurunan harga gas.

Pertemuan tersebut dilakukan pada akhir April 2013 dengan penyerahan 250 ribu dolar AS dari Artha Meris kepada Deviardi dengan pernyataan "Mas Ardi, ini titipan untuk Pak Rudi".

Kemudian pada April 2013 diserahkan uang 22.500 dolar AS di Plaza Senayan, pada 11 Juli 2013 diserahkan uang 50 ribu dolar AS, selanjutnya 1 Agustus 2013 diberikan 50 ribu dolar AS di McDonald Kemang, dan 200 ribu dolar AS diberikan pada 3 Agustus 2013 di rumah makan sate Senayan Menteng Semua uang tersebut disimpan di "safe deposit box" Bank CIMB Niaga cabang Pondok Indah milik Deviardi, dan setiap penerimaan uang Rudi menjawab "Pegang sajalah".

Atas perbuatan itu, Artha Meris didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengankewajibannya dengan ancaman pidana penjara 1-5 tahun dan denda Rp50-250 juta.

Tags:

Berita Terkait