Harapan Apindo Terkait Pemulihan Ekonomi Tahun 2022
Terbaru

Harapan Apindo Terkait Pemulihan Ekonomi Tahun 2022

Diantaranya dukungan kebijakan fiskal untuk meningkatkan daya beli masyarakat baik melalui insentif ekonomi dunia usaha dan proteksi sosial; penerapan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat meminimalisir tambahan beban pajak yang ditanggung dunia usaha.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sejumlah pengurus Apindo saat  konferensi pers secara daring bertema 'Outlook Ekonomi & Bisnis Apindo 2022', Kamis (9/12/2021). Foto: ADY
Sejumlah pengurus Apindo saat konferensi pers secara daring bertema 'Outlook Ekonomi & Bisnis Apindo 2022', Kamis (9/12/2021). Foto: ADY

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menangani berbagai dampak pandemi Covid-19 terutama di bidang perekonomian. Ketua DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, mengatakan langkah yang dilakukan pemerintah selama masa pandemi Covid-19 ini menunjukan hasil yang cukup baik.

Apindo melihat ada potensi pertumbuhan ekonomi tahun depan sebesar 4-5 persen, lebih tinggi ketimbang tahun ini yakni 3-3,75 persen. “Tahun 2022 pertumbuhan ekonomi year on year 4-5 persen, dan inflasi di bawah 3 persen,” kata Hariyadi B Sukamdani dalam konferensi pers secara daring bertema “Outlook Ekonomi & Bisnis Apindo 2022”, Kamis (9/12/2021).

Hariyadi memaparkan lebarnya proyeksi rentang pertumbuhan tersebut mengingat 3 hal utama. Pertama, pemulihan ekonomi yang mulai membaik secara bertahap dan konsisten di tahun 2021. Hal tersebut merupakan hasil dari sejumlah program proteksi sosial dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Kedua, vaksinasi untuk masyarakat yang berlangsung cukup baik terutama wilayah Jawa-Bali. Perilaku disiplin masyarakat menerapkan hidup sehat juga semakin meningkat, tapi masih ada tantangan berupa varian baru Covid-19 yang perlu dicermati dan diantisipasi.  

Ketiga, terbitnya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya juga ikut berkontribusi mendorong perbaikan ekonomi tahun 2022. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi tahun 2022 bisa tercapai jika pemerintah melakukan langkah konkrit.

Misalnya, pengaturan aktivitas perekonomian secara proporsional berdasarkan basis analisis kuat dengan dukungan data yang akurat. Sejumlah protokol kesehatan harus terus dievaluasi secara berkala sesuai kebutuhannya agar tidak terjebak ke dalam proteksi berlebihan, sehingga kebijakan dapat berlangsung efektif dan efisien.

Hariyadi mengusulkan pemerintah perlu memberikan dukungan kebijakan fiskal untuk meningkatkan daya beli masyarakat baik melalui insentif ekonomi untuk dunia usaha dan proteksi sosial bagi masyarakat. Perbaikan kualitas implementasi POJK 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Covid-19, mutlak dilakukan.

Mengingat di lapangan banyak lembaga keuangan yang memberikan keringanan yang berbeda-beda untuk penurunan bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, serta konversi kredit atau pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.

Kalangan pengusaha juga berharap peraturan pelaksana UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dapat meminimalisir tambahan beban pajak yang ditanggung dunia usaha. Misalnya, untuk PPH diharapkan dapat turun menjadi 20 persen atau lebih rendah lagi. Kemudian PPN diharapkan tidak dikenakan secara multi tarif karena dapat menimbulkan distorsi administrasi yang besar di lapangan. Pajak karbon yang akan diterapkan 2022 untuk tambang batubara diharapkan tidak mempengaruhi kenaikan harga batubara untuk industri.

Dukungan pemerintah untuk pengembangan UKM agar naik kelas melalui UU No.11 Tahun 2020 dan berbagai program perlu terus dikembangkan secara konsisten. Misalnya, ketentuan yang membuka peluang pembentukan perusahaan atau perseroan secara perorangan. Hal tersebut sangat memudahkan UMK karena bisa mendirikan perusahaan tanpa notaris dan modal awal yang tidak ditentukan.

Selain itu, Hariyadi mengingatkan pemerintah untuk mempercepat implementasi kesepakatan perdagangan internasional seperti CEPA Indonesia-EU guna meningkatkan level of playing field setara dengan negara ASEAN lainnya. Implementasi kesepakatan itu diyakini akan meningkatkan kontribusi sektor industri padat karya dalam penyerapan tenaga kerja dan pembentukan nilai tambah secara signifikan.

“Perluasan penggunaan mata uang lokal (Local Currency Settlement/LCS) dengan negara mitra dagang Indonesia selain Jepang, China, Malaysia, dan Thailand sangat diperlukan karena mampu mendongkrak surplus neraca perdagangan Indonesia,” katanya.

Wakil Ketua Umum DPN Apindo, Shinta W Kamdani, menyebutkan salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia yakni melalui terbitnya UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya. Mengingat MK telah memutus perkara permohonan pengujian UU No.11 Tahun 2020, pemerintah dan DPR diharapkan dapat segera melakukan perbaikan sesuai putusan tersebut.

“Perlu dipastikan peraturan pelaksana yang telah terbit tetap berlaku untuk memberikan kepastian kepada investor. Kami akan mengawal proses perbaikan yang akan dilakukan pemerintah dan DPR.”

Tags:

Berita Terkait