Hukum Internasional dalam Konflik Kepentingan Ekonomi (I)
Kolom

Hukum Internasional dalam Konflik Kepentingan Ekonomi (I)

Berbicara tentang masyarakat internasional apabila dikaitkan dengan kepentingan ekonomi, masyarakat internasional terbagi dalam kategori negara-negara berkembang dan negara-negara maju. Negara berkembang yang tergabung dalam kelompok 77 (Group 77) dapat dicirikan sebagai negara yang memperoleh kemerdekaan setelah tahun 1945, sedang dalam proses membangun, dan kebanyakan berada di Benua Asia, Afrika, dan sebagian Benua Amerika (Amerika Latin).

Bacaan 2 Menit
Hukum Internasional dalam Konflik Kepentingan Ekonomi  (I)
Hukumonline

Sementara negara maju yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dapat dicirikan sebagai negara yang telah berdiri sebelum tahun 1945, memiliki industri yang kuat, dan kebanyakan berada di Benua Eropa atau memiliki tradisi Eropa, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Negara maju, kecuali Jepang, juga diistilahkan sebagai negara Barat (Wertern states).

Negara berkembang kerap mengargumentasikan bahwa hukum internasional merupakan produk dari negara barat yang saat ini menjadi negara maju. Argumentasi ini didasarkan pada fakta bahwa hukum intemasional pada awalnya merupakan hukum yang berlaku antar-negara di Benua Eropa. Oleh karenanya, tidak heran apabila hukum internasional sangat terpusat pada apa yang terjadi di Eropa (Euro­centric). Merekalah yang menentukan bentuk dan jalannya hukum internasional.

Munculnya negara berkembang setelah Perang Dunia II telah membawa perubahan. Keinginan negara berkembang untuk terbebas secara politik dan ketergantungan ekonomi dari mantan negara jajahan mereka telah membawa pengaruh pada hukum intemasional pada umumnya. Dalam menyikapi eksistensi hukum internasional, mereka menganggap bahwa hukum internasional yang ada tidak mencerminkan nilai nilai yang mereka anut.

Negara berkembang mengargumentasikan bahwa pembentukan hukum internasional sebelum Perang Dunia II sama sekali tidak melibatkan mereka. Bahkan, berbagai lembaga internasional yang dibentuk setelah berakhimya Perang Dunia II lebih banyak diperuntukkan bagi kepentingan negara maju. Negara berkembang berpendapat bahwa hukum internasional lebih banyak mengakomodasi kepentingan negara maju daripada kepentingan mereka.

Kepentingan ekonomi negara maju lebih dominan dan mewarnai wajah hukum internasional. Perjanjian-perjanjian internasional yang terkait dengan masalah ekonomi lebih banyak mengakomodasi prinsip-­prinsip yang dianut oleh negara maju. Bahkan, para pelaku usaha negara maju banyak mendapat perlindungan dari perjanjian internasional yang dinegosiasikan antara negara maju dan negara berkembang.

Perbedaan sikap negara maju dan negara berkembang

Seorang ahli hukum internasional, Antonio Cassase, dalam bukunya yang berjudul "International Law in a Divided World" menulis bahwa negara barat memiliki sikap (attitude) yang berbeda dengan negara berkembang dalam memandang hukum internasional. Berdasarkan tradisi hukum yang mereka miliki, negara barat memiliki sikap sangat menghormati hukum internasional dan menjadikannya aturan yang harus dipatuhi dalam interaksi antarnegara.

Hanya saja Cassase mengingatkan agar kita tidak berlebihan (overemphasize) dalam melihat sikap negara barat terhadap hukum internasional karena dalam kata-kata Cassese: "... law was moulded by Western countries in such a way as to suit their interests; it was therefore only natural for them to preach law-­abidance and to attempt to live up to legal imperatives which had been forges precisely to reflect and protect their interests."

Halaman Selanjutnya:
Tags: